Ketua MPU Aceh: Penegakan Hukum Ranahnya Aparat Hukum

MPU Aceh Imbau Tahun Baru Diisi dengan Zikir dan Doa Ketua MPU Aceh: Penegakan Hukum Ranahnya Aparat Hukum Komparatif.ID, Banda Aceh—Ketua MPU Aceh Teungku H. Faisal Ali menyebutkan penegakan hukum merupakan ranahnya aparat penegak hukum. Secara sosial, masyarakat memiliki kewajiban mencegah pelanggaran hukum. Tetapi caranya tidak boleh dengan melanggar hukum.
Ketua MPU Aceh, H. Faisal Ali (Lem Faisal). Foto: Komparatif.ID/Rizki Aulia Ramadhan

Komparatif.ID, Banda Aceh— Ketua MPU Aceh Teungku H. Faisal Ali menyebutkan penegakan hukum merupakan ranahnya aparat penegak hukum. Secara sosial, masyarakat memiliki kewajiban mencegah pelanggaran hukum. Tetapi caranya tidak boleh dengan melanggar hukum.

Hal tersebut disampaikan Ketua MPU Aceh Teungku Faisal Ali, saat dimintai pendapatnya sebagai ahli agama, perihal penganiayaan terhadap Is (41) terduga maling televisi, yang menyebabkan warga Blang Lancang, Jeunieb, Bireuen, meninggal dunia di Gampong Teupin Kupula, Minggu (9/2/2025) pagi.

Lem Faisal—demikian sang ulama sering disapa oleh koleganya, menerangkan, sebagai negara hukum, penegakan hukum telah dimandatkan hanya ditegakkan oleh aparat hukum.

Dalam konteks pidana seperti pencurian, maka proses penegakan hukum dimulai dari tingkat kepolisian.

Kepada Komparatif.ID, Selasa (11/2/2025) cendekiawan muslim yang juga akrab disapa Abu Sibreh tersebut mengatakan dengan tegas bahwa masyarakat memiliki kewenangan dan kewajiban mencegah terjadinya tindak pidana di lingkungan masing-masing. Akan tetapi kewajiban tersebut tidak memberikan luang bagi mereka untuk memberikan hukuman kepada siapa saja yang melanggar hukum.

“Masyarakat diperbolehkan berpartisipasi dalam menjaga ketentraman. Menjaga keamanan lingkungannya. Tapi tidak diberikan kewenangan untuk memberikan tindakan hukum, karena itu ranahnya aparat penegak hukum,” sebut ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh.

Baca juga: Sisi Lain Kisah Hidup Is, Maling Televisi yang Tewas di Jeunieb

Mengapa negara mengatur semua itu? Supaya proses penegakan hukum dapat dilakukan secara bertanggung jawab, memiliki standar pasti, dan tidak menimbulkan kerusakan yang lebih besar.

“Kasus kemarin di Jeunieb, akhirnya pria yang disebut maling televisi itu kan meninggal dunia. Kasus seperti ini pernah terjadi di beberapa tempat di Aceh. Apakah boleh melakukan tindakan [penganiayaan] seperti itu? Tidak. Akhirnya menimbulkan kerusakan yang lebih besar,” kata Lem Faisal.

Mencuri merupakan tindakan kriminal dan melanggar aturan. Main hakim sendiri terhadap siapa saja juga melanggar hukum. Apalagi sampai menghilangkan nyawa orang lain, jelas-jelas sangat bertentangan dengan hukum.

“Masyarakat tidak berwenang melakukan penegakan hukum. Apalagi satu tivi bisa menghilangkan nyawa orang. Mencuri tetap perbuatan yang salah. Pelakunya harus dihukum. Hukuman yang diberikan harus sesuai dengan kadar kesalahannya. Dan yang berhak memberikan hukuman institusi yang telah ditunjuk oleh negara,” terang Ketua MPU Aceh.

Abu Sibreh juga menjelaskan, di dalam pranata sosial keacehan, ada sekitar 18 kewenangan penegakan hukum yang diserahkan kepada adat. Tapi bentuk penegakannya berupa sanksi. Sanksi yang diberikan pun tidak boleh meruntuhkan harkat martabat manusia, dan tidak boleh berupa harta.

Ulama asal Sibreh tersebut memberikan contoh. Bila seseorang melakukan pelanggaran A, yang itu masuk ranahnya 18 kewenangan pemangku adat di tingkat desa. Maka hukuman yang diberikan berupa sanksi, apakah diwajibkan membersihkan meunasah selama satu minggu, kerja bakti dalam durasi waktu tertentu.

Artinya tidak pernah diberikan ruang dapat melahirkan kekerasan fisik. Juga tidak bisa dengan membayarkan sejumlah uang. “Mengapa demikian, supaya kehormatan manusia tidak runtuh, dan adil bagi semua orang,” katanya.

Di ujung pernyataannya, Ketua MPU Aceh memberikan pandangan, mengapa di dalam Islam memilih pemimpin merupakan kewajiban.

Karena yang memiliki menegakkan hukum adalah para pemimpin. Pemimpin diberikan kewenangan menjalankan aturan, membuat standar aturan, membuat standar hukuman, dan lain sebagainya.

Perihal kasus tewasnya terduga maling televisi di Jeunieb, Teungku Faisal Ali mengimbau kepolisian menuntaskan kasus tersebut. Polisi harus memberikan penjelasan kepada publik, sejauh mana mereka telah bekerja menyelidiki kasus tersebut.

Artikel SebelumnyaDPRA Terima Surat Telegram Pelantikan Mualem dari Kemendagri
Artikel SelanjutnyaKinerja Solid, Bank Aceh Bagikan Dividen Rp300 Miliar
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here