Tragedi Is Corak Ketidakberesan Sosial

Warkop Catat Pelanggaran KTR Tertinggi di Banda Aceh Tingkat Kepatuhan KTR di Banda Aceh Capai 45,3 Persen Direktur Eksekutif The Aceh Institute (AI) Muazzinah, B.Sc.,MPA pada media briefing survey kepatuhan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Kota Banda Aceh tahun 2023 di Ivory Cafe, Sabtu (27/4/2024). Foto: Komparatif.ID/Fuad Saputra. Tragedi Is Corak Ketidakberesan Sosial Is (41) warga Blang Lancang yang tewas karena dianiaya oleh delapan laki-laki dewasa di Gampong Teupin Kupula, Jeunieb, merupakan sebuah tragedi kemanusiaan. Tragedi itu memberikan gambaran tentang ketidakberesan sosial yang laten.
Direktur Eksekutif The Aceh Institute (AI) Muazzinah, B.Sc.,MPA. Komparatif.ID/Fuad Saputra.

Semakin kecil dan lemah seseorang, semakin ia tidak dihargai. Sedikit saja melakukan kesalahan, maka dia akan dihukum di luar konteks penghukuman yang seharusnya diterima.

***

Is (41) warga Blang Lancang yang tewas karena dianiaya oleh delapan laki-laki dewasa di Gampong Teupin Kupula, Jeunieb, merupakan sebuah tragedi kemanusiaan. Tragedi Is itu memberikan gambaran tentang ketidakberesan sosial yang laten.

Air mata tak terbendung membaca berita Komparatif.ID tentang seorang maling satu unit televisi yang meninggal di tempat karena dihajar massa di Teupin Kupula, Jeunieb, Bireuen.

Dengan dalih geram karena Is telah berulang kali mencuri, menjadi alasan menganiaya sang pencuri satu unit televisi hingga tewas. Is salah karena mencuri. Bila masih hidup, dia harus dihukum. Tapi aksi main hakim sendiri juga tidak benar.

Tragedi Is memberikan fakta bahwa ketidakberesan sosial di dalam masyarakat kita. Ketidakberesan sosial itu berupa ketimpangan yang dalam dari sisi ekonomi, sosial, dan hukum.

Anekdot bahwa hukum tajam ke bawah, bukan hanya berlaku di level masyarakat sejahtera. Tapi di tingkat bawah juga demikian. Semakin kecil dan lemah seseorang, semakin ia tidak dihargai. Sedikit saja melakukan kesalahan, maka dia akan dihukum di luar konteks penghukuman yang seharusnya diterima.

Dengan dalih memberikan pelajaran, maling televisi, maling kambing, maling ayam, seringkali digebuk massa. Massa yang mengeroyok sangat membenci perbuatan kriminal berkelas kampungan.

Tapi di sisi lain, mereka tidak akan beringas bila berhadapan dengan koruptor dana desa, pemerasan dana desa, koruptor dana daerah, pemotong jatah masyarakat. Mereka yang beringas atas orang kecil, seringkali diam seribu bahasa bila berhadapan dengan penjahat berdasi dan berkerah dinas/ instansi.

Tragedi yang menimpa Is mesti menjadi renungan bagi kita semua. Sejauh mana ketimpangan sosial itu terjadi saat ini di Aceh. Hal demikian tidak kita pungkiri juga terkait dengan daerah kita selalu “juara” dalam kategori kemiskinan.

Konstruksi sosial perlu kita ciptakan. Tampakkan wajah Aceh yang bersyariat seperti syair Rumi “jika kau masih merasakan sakit pada dirimu, itu tandanya engkau masih hidup, tapi jika kau merasakan sakit yang dirasakan orang lain itu tandanya engkau manusia,” dan “Musik yang haram itu adalah beradunya sendok dan garpu orang kaya di meja makan yang terdengar oleh tetangganya yang miskin.”

Banyak orang-orang mampu di tempat kita, membiarkan kemiskinan tumbuh subur di lingkungannya. Orang miskin hanya dilihat sebagai objek pencitraan sosial, bilamana musim politik dan religius tiba. Tidak ada upaya lebih demi melindungi orang duafa.

Baca juga: Sisi Lain Kisah Hidup Is, Maling Televisi yang Tewas di Jeunieb

Kita tentu miris, rumah dhuafa diperjualbelikan. Pembelinya orang-orang berduit. Bantuan masyarakat dipotong dengan dalih administrasi dan uang minum. Dana desa dihabiskan untuk melayani kepentingan elit, untuk bimtek ke luar daerah secara ugal-ugalan, dan lain-lain.

Banyak orang berada dan orang yang memiliki kewenangan, tidak bergerak lagi untuk bertanya kenapa seseorang mencuri? Apa masalahnya? Bagaimana kondisi keluarga?

Karakter masyarakat saat ini lebih memilih hidup nafsi-nafsi.

Sebagai contoh, ketika kecil saya ingat betul ada anak lelaki merokok, langsung ada orang tua yang menegur “bek ka meurukok kupegah bak ayah keuh,” begitu juga perilaku-perilaku buruk lainnya.

Namun saat ini teguran-teguran itu tidak terjadi lagi, karena merasa tidak apa-apa anak orang lain rusak, yang penting bukan anak atau keluarga aku sendiri. Hal ini wujud nyata corak ketidakberesan sosial juga.

Selain masyarakat, Pemerintah Aceh harus berbenah untuk fokus melihat kondisi Aceh saat ini. Peristiwa amuk massa terhadap Is merupakan fenomena gunung es.

Terkuak karena media mau bekerja lebih menggali informasi. Bila persoalan-persoalan dasar rakyat yaitu kesejahteraan dan kesadaran hukum dapat dipenuhi, maka akan semakin banyak aksi penghakiman massa terhadap orang-orang kecil yang melakukan pelanggaran.

Bila ketimpangan ekonomi terus berlanjut, maka apa yang menimpa Is, ke depan akan semakin sering kita baca, dengar, dan tonton.

Sudah, jangan lanjutkan program yang menjadikan orang kecil dan miskin sebatas komoditas. Orang miskin bukan komoditas, mereka bukan sekadar statistik. Mereka adalah rakyat yang wajib disejahterakan oleh pemerintahnya.

Demikian juga pendidikan agama. Harus semakin gencar didakwahkan. Para alim harus lebih rajin turun ke tengah masyarakat, mendidik mereka menjadi manusia yang memiliki mental bagus.

Allahyarham Ayah Sop Jeunieb sudah merintis jalan menuju ke sana. beliau membentuk berbagai gerakan sosial demi menyelamatkan umat dari kesesatan.

Terakhir, beliau membentuk Tim Kader Dakwah (TKD), yang bertujuan menjadi penyambung dakwah Islam di basis-basis akar rumput. Meski Ayah Sop kini telah tiada, gerakan yang beliau bangun harus dilanjutkan.

Pemerintah juga demikian. Isu syariat Islam jangan sekadar dijadikan komoditas menangguk untung dari pengadaan dan pelaksanaan program.

Akhir kata, mari kita sama-sama berbenah sesuai tupoksi masing-masing. Para keuchik di tiap gampong, benahilah kampung Anda. Bangun ekonomi rakyatmu, bangun akhlak rakyatmu. Demikian juga camat, bupati, DPR, dan lain-lain. Mari bangun dan perbaiki keadaan.

Artikel SebelumnyaAhli: Dalil Tole-Abdul Hamid Tidak Penuhi Unsur TSM
Artikel SelanjutnyaDPRA Terima Surat Telegram Pelantikan Mualem dari Kemendagri
Muazzinah Yacob
Direktur The Aceh Institute (AI) | Kaprodi Ilmu Administrasi Negara (IAN) FISIP UIN Ar-Raniry | Ketua Indonesian Association for Public Administration (IAPA) Aceh

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here