Komparatif.ID, Banda Aceh— Penyidik Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Aceh menyerahkan empat berkas tersangka (tahap I) kasus korupsi pengadaan tempat cuci tangan atau wastafel yang didistribusikan ke SMA, SMK, dan SLB di seluruh Aceh ke Kejaksaan Tinggi Aceh.
“Benar, penyidik telah menyerahkan empat berkas tersangka baru kasus korupsi wastafel ke Jaksa. Empat berkas terpisah itu atas nama tersangka ML, MS, AH, dan HL,” kata Dirreskrimsus Polda Aceh Kombes Winardy, Senin (2/12/2024).
Keempat berkas tersebut diajukan secara terpisah atas nama tersangka ML, MS, AH, dan HL. Penyerahan ini merupakan lanjutan dari upaya penegakan hukum dalam kasus yang menguras anggaran negara dengan nilai kontrak fantastis sebesar Rp43.742.310.655.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh, Kombes Winardy, menegaskan pihaknya tidak akan berhenti pada empat tersangka ini. Ia mengatakan penyelidikan masih terus berjalan untuk mengungkap keterlibatan pihak-pihak lain yang mungkin berkontribusi dalam praktik korupsi ini.
Baca juga: Mantan Kadisdik Aceh Jadi Tersangka Korupsi Wastafel
Winardy memastikan setelah tahap ini, akan ada gelombang penyerahan berkas tersangka lainnya ke kejaksaan.
“Kasus ini akan terus berproses sampai tuntas. Intinya, penyidik akan terus bekerja dan mengejar siapapun yang terlibat dalam kasus yang merugikan negara ini,” ujar Winardy.
Kasus korupsi ini bermula dari refocusing anggaran penanganan Covid-19 yang bersumber dari APBA tahun 2020. Anggaran tersebut dialokasikan untuk pengadaan wastafel di SMA, SMK, dan SLB di seluruh Aceh sebagai upaya mendukung protokol kesehatan di masa pandemi.
Namun, proyek ini justru menjadi ajang praktik korupsi yang merugikan negara. Dalam kloter pertama penyelidikan, tiga tersangka telah diserahkan kepada kejaksaan, yaitu RF yang bertindak sebagai Pengguna Anggaran, ZF selaku PPTK, dan ML yang juga berperan sebagai pejabat pengadaan.
Selain menyerahkan ketiga tersangka, penyidik turut menyita barang bukti berupa dokumen penting dan uang tunai senilai Rp3.471.588.000.
Penegakan hukum yang dilakukan penyidik ini sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.