235 Korban Pelanggaran HAM di Aceh Terima “Bansos” Reparasi Mendesak

Ketua KKR Aceh Teungku Masthur Yahya (kiri) dan Ketua Badan Reintegrasi Aceh (BRA) Suhendri, Rabu (4/1/2023) saat menyampaikan perihal realisasi penyaluran reparasi mendesak terhadap korban pelanggaran HAM di Aceh. Foto: Komparatif.id/Muhajir Juli.
Ketua KKR Aceh Teungku Masthur Yahya (kiri) dan Ketua Badan Reintegrasi Aceh (BRA) Suhendri, Rabu (4/1/2023) saat menyampaikan perihal realisasi penyaluran reparasi mendesak terhadap korban pelanggaran HAM di Aceh. Foto: Komparatif.id/Muhajir Juli.

Komparatif.ID, Banda Aceh—235 korban pelanggaran HAM di Aceh, mendapatkan “bantuan sosial” reparasi mendesak pada akhir 2022. Individu yang mendapatkan uang Rp10 juta merupakan korban yang telah diambil pernyataannya sejak November 2017 hingga Desember 2020.

Ketua Komisioner Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh (KKR Aceh) Teungku Masthur Yahya, Rabu (4/1/2022) didampingi Ketua Badan Reintegrasi Aceh (BRA) Suhendri, menyebutkan pelaksanaan reparasi mendesak yang diberikan dalam bentuk uang, ditujukan kepada para korban pelanggaran HAM masa lalu, yang membutuhkan dukungan cepat dari pemerintah.

Reparasi mendesak diberikan demi memenuhi kebutuhan akibat tercerabutnya secara paksa kesehatan, ekonomi, dan lainnya, bersebab terdampak sangat serius oleh pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) ketika Aceh masih dilanda konflik bersenjata antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Republik Indonesia.

Baca juga: PPHAM Berkunjung ke Kantor KKR Aceh

KKR Aceh Perlu Ditinjau Ulang

Para penerima “bansos” reparasi mendesak, sebut Masthur, merupakan korban pelanggaran HAM yang berasal dari 14 kabupaten/kota di Aceh. 107 perempuan, dan 128 laki-laki.

“Data usulan pemberian reparasi mendesak kepada 235 korban pelanggaran HAM masa lalu di Aceh, diusulkan ketika jumlah pernyataan korban yang sudah diambil oleh KKR sebanyak 800 orang. Rentang waktu pengambilan pernyataan sejak November 2017 hingga Desember 2020,” sebut Masthur.

Masthur Yahya menjelaskan pelaksanaan reparasi tersebut pada awalnya ditetapkan dengan Keputusan Gubernur Aceh Nova Iriansyah melalui Keputusan Nomor 330/1209/2020 tentang Penetapan Penerima Reparasi Mendesak Pemulihan Hak Korban Kepada Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang kemudian diubah dengan SK Gubernur Aceh No 330/1269/2020.

Dalam diktum kedua Keputusan Gubernur Aceh Nomor 330/1209/2020, menyatakan bahwa pelaksana reparasi mendesak dilaksanakan oleh Badan Reintegrasi Aceh (BRA). Keputusan Gubernur tentang penerima reparasi mendesak tersebut di atas juga merujuk kepada Surat Keputusan Ketua Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh Nomor 273/SK/KKR-Aceh/XII/2019 Perihal Rekomendasi Reparasi Mendesak Pemulihan Hak Korban.

Masthur menambahkan bahwa KKR Aceh sejak 2019 telah merekomendasikan reparasi mendesak, dengan jumlah calon penerima  245 orang. Kemudian tahun 2021 KKR Aceh melakukan verifikasi penerima reparasi mendesak tersebut, terdapatlah 9 Orang penerima telah meninggal dunia dan 1 orang gugur karena telah pernah menerima bantuan yang sama sebelumnya dari BRA sehingga tidak dilanjutkan.

“Ketua BRA menyampaikan bahwa dari 245 orang yang diusulkan oleh KKR Aceh maka tersisalah 235 orang penerima reparasi dengan mekanisme bantuan sosial yang telah dilakukan pencairan dana oleh BRA sesuai penetapan Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki. Kebijakan tersebut tertuang dalam Keputusan Gubernur Aceh Nomor 032/1519/2022 tentang Penetapan Penerima Bantuan Sosial Program Reintegrasi Aceh Kegiatan Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Masyarakat Korban Konflik (Reparasi Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia) Tahap IV Tahun Anggaran 2022.

Tidak Ada Pemotongan Bansos untuk Korban Pelanggaran HAM

Mewakili para korban KKR Aceh, KKR Aceh menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Aceh dan semua pihak yang telah turut membantu dan mensukseskan realisasi reparasi melalui mekanisme bantuan sosial bagi para korban yang telah direkomendasikan oleh KKR.

“Semoga apa yang sudah diberikan oleh Pemerintah Aceh dapat berguna bagi para korban. Kepada para penerima dana bansos (reparasi) kami sampaikan bahwa tidak ada pungutan apa pun dan untuk siapapun dalam hubungannya dengan usulan rekomendasi maupun pencairan dana bansos (reparasi) tersebut.

KKR Aceh selaku pihak yang mengambil pernyataan dan merekomendasikan data korban, tidak mentolerir setiap tindakan pemotongan dana dari korban. Sejak awal KKR Aceh sudah menegaskan bahwa secara kelembagaan maupun individual KKR Aceh melarang semua bentuk penyelewengan atau kutipan, langsung maupun tidak langsung kepada korban.

“Kalau ada oknum di lapangan yang melakukan pengutipan yang mengatasnamakan KKR itu tidak benar dan melawan hukum, silakan dilaporkan ke pihak yang berwajib,” ucap Ketua KKR Aceh Masthur Yahya.

Perjuangan Pemenuhan Hak Korban Pelanggaran HAM Masih Panjang

Komisioner KKR Aceh/ Pokja Reparasi, Yuliati, pada kesempatan yang sama menyebutkan, sejak 2017 hingga 2022, jumlah korban pelanggaran HAM yang telah diambil pernyataannya oleh KKR berjumlah 5.264 orang di 14 kabupaten/kota di Serambi Mekkah.

Untuk korban pelanggaran HAM yang saat ini mendapatkan reparasi mendesak, sudah diusulkan oleh KKR Aceh kepada Pemerintah Aceh sejak 2019. Namun karena berbagai kendala, baru dapat disalurkan pada akhir 2022.

Yuliati menjelaskan, munculnya usulan reparasi mendesak, karena ketika dilakukan pengambilan pernyataan, ditemukan beberapa kondisi korban yang membutuhkan pemulihan terlebih dahulu.

Saat itu ditemukan adanya korban yang hidup prihatin; hidupnya tidak terurus, sakit-sakitan, tidak ada tempat tinggal, terganggu psikologi, serta hal-hal lain.

“Mereka yang saat ini mendapatkan reparasi mendesak, sejatinya sudah harus dibantu sejak 2019. Tapi karena KKR Aceh sampai saat ini hanya sebatas merekomendasikan, serta Pemerintah Aceh harus mencari format yang tepat, barulah dukungan tersebut dapat diberikan,” sebutnya.

Payung hukum yang menjadi landasan penyaluran reparasi mendesak saat ini yaitu Peraturan Gubernur Nomor 16 Tahun 2022 tentang Hibah dan Bantuan Sosial. Untuk korban pelanggaran HAM Aceh, anggarannya ditempatkan di BRA, bersebab KKR belum memiliki nomor rekening tersendiri.

Saat ini KKR Aceh sedang menyusun draft Pergub tentang Pelaksanaan Reparasi untuk Korban Pelanggaran HAM di Aceh. bila sudah selesai, akan segera disampaikan ke BRA, dan diteruskan kepada Pemerintah Aceh.

Pada kesempatan tersebut, Yuliati juga mengatakan, bila merujuk pada mekanisme, maka seluruh korban pelanggaran HAM di Aceh yang sudah diambil pernyataannya, wajib diberikan reparasi. Karena reparasi bukan bantuan, tapi hak para korban.

Pemerintah Pusat melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sudah membuka diri menerima dan berpeluang memberikan dukungan untuk pelaksanaan reparasi menyeluruh kepada korban pelanggaran HAM di Aceh. oleh karena itu, seluruh korban yang telah diambil pernyataan oleh KKR Aceh perlu dimasukkan dalam lembar daerah.

Yuliati juga mengatakan, demi mewujudkan keadilan yang menyeluruh kepada korban pelanggaran HAM di Aceh, masih membutuhkan perjuangan panjang. Masih banyak hal yang perlu dilakukan.

“Perjuangan ini masih panjang. Butuh dukungan banyak pihak. Reparasi merupakan hak korban yang wajib dipenuhi. Mohon dukungan agar ke depan upaya KKR Aceh dalam memperjuangkan keadilan kepada korban, semakin mudah,” sebutnya.

Catatan redaksi: Artikel di atas sudah mengalami penyuntingan setelah terbit. Namun tidak mengubah substansi berita.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here