1  AK-56 Eks Konflik Aceh Berlabuh di Polres Negeri Melayu

AK-56
Penyerahan AK-56 ke Mapolres Aceh Tamiang. Foto: Humas Polda Aceh.

Komparatif.ID, Kuala Simpang– 1 unit senjata api laras panjang jenis senapan serbu Tipe 56 atau akrab diketahui AK-56, diserahkan oleh seorang warga kepada Polres Aceh Tamiang. Polres tersebut berada di satu-satunya eks Kerajaan Melayu di Aceh yang sejak dulu hingga saat ini masih menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa komunikasi.

Penyerahan senjata api made in China dan Norinco Bangladesh sebagai pemegang lisensi untuk produksi ,dilakukan pada Kamis (6/4/2023) oleh seorang warga yang telah lama menyimpannya. 

Kapolres Aceh Tamiang AKBP Muhammad Yanis  menyebutkan AK-56 tersebut merupakan senjata api yang pernah digunakan oleh oknum yang bertikai ketika konflik bersenjata masih melanda Aceh. 

Baca: Pagi Berdarah di Jambo Keupok Aceh Selatan

“Kami menerima satu pucuk senjata api laras panjang jenis AK-56 dari seorang warga. Senjata ini merupakan peninggalan masa konflik Aceh,” ungkap Yanis, dalam keterangannya, Jumat ( 7/4/2023).

Yanis menyampaikan, pemusnahan senjata api, khususnya peninggalan konflik merupakan salah satu kesepakatan perdamaian antara Pemerintah RI dengan GAM pada 15 Agustus 2005 silam.

Oleh karena itu ia sangat mengapresiasi pemilik senjata, dengan kesadaran sendiri mau menyerahkannya. Apalagi, senjata ini sudah disimpan dengan waktu yang cukup lama.

Saat ini senjata AK-56 tersebut akan disimpan di gudang senjata Polres Aceh Tamiang.

Informasi yang ditelusuri Komparatif.ID, secara keseluruhan AK-56 diproduksi sebanyak 10 sampai 15 juta pucuk. Setelah diproduksi pada tahun 1947, senpi tersebut mulai digunakan dalam medan tempur sejak 1956 sampai dengan saat ini. 

Di kalangan gerilyawan Gerakan Aceh Merdeka, AK-56 ikut digunakan, namun tidak sepopuler AK-47 yang menjadi senjata api paling ikonik dan kebanggaan prajurit Teuntra Neugara Aceh (TNA). 

Setelah ditandatanganinya perjanjian damai di Helsinki pada 15 Agustus 2005, salah satu butir kesepakatannya yaitu penarikan tentara non organik dari Aceh, sekaligus penyerahan senjata api yang berada di tangan pasukan GAM. 

Pada 21 Desember 2005, pasukan GAM berkumpul di Blang Padang, Banda Aceh, menyaksikan pemusnahan terakhir senjata tempur GAM yang diserahkan kepada Aceh Monitoring Mission (AMM) yang diketuai oleh Pieter Feith. Sejak itu, tak ada lagi senjata api dan bahan peledak di tangan gerilyawan GAM. Demikian pernyataan Pieter. 

Sampai tahap keempat atau terakhir penyerahan senpi, GAM telah menyerahkan senjatanya sebanyak 1.023 pucuk. Diterima oleh AMM sebanyak 840 pucuk senjata, selebihnya ditolak karena dinilai produk rakitan. Sementara TNI sendiri masih mempermasahkan 71 pucuk senjata yang diterima AMM. Artinya, TNI hanya mensahkan 769 pucuk. Tapi, keputusan terakhir ada di AMM.

 

Artikel SebelumnyaSafriadi, Bangga Dapat Medali Emas Binaraga untuk Bireuen
Artikel SelanjutnyaPresiden Dukung Petani Gunakan Pupuk Organik
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here