Zaini Yusuf Tahanan Kota, Kuasa Hukum: Sedari Awal Tak Perlu Ditahan!

Zaini Djalil dan Rekan, selaku Kuasa Hukum Zaini Yusuf, Jumat (11/11/2022) menyebutkan sedari awal kliennya tidak pantas ditahan di Lapas Kajhu. Tapi pihak Kejari terlalu memaksakan. Foto: Doc. ZDR.
Zaini Djalil dan Rekan, selaku Kuasa Hukum Zaini Yusuf, Jumat (11/11/2022) menyebutkan sedari awal kliennya tidak pantas ditahan di Lapas Kajhu. Tapi pihak Kejari terlalu memaksakan. Foto: Doc. ZDR.

Komparatif.ID, Banda Aceh—Zaini Yusuf dan Mirza, masing-masing sebagai Pembina dan Bendahara Aceh World Solidarity Cup (AWSC), dibebaskan dari tahanan tutupan di Lapas Kajhu. Keduanya kini menjadi tahanan kota setelah mendapatkan jaminan dari kuasa hukumnya  dari Kantor Pengacara Zaini Djalil dan Rekan.

Putusan tersebut ditetapkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh, Jumat (11/11/2022) setelah kuasa hukum menjamin keduanya tidak melarikan diri, tidak akan menghilangkan barang bukti, kooperatif, dan akan selalu hadir tiap persidangan.

Peralihan tahanan M. Zaini Yusuf dan Mirza, membuat Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh Bambang Bakhtiar melalui Kejari Banda Aceh Edi Ermawan,S.H.,M.H, mengaku kecewa. Penempatan keduanya sebagai tahanan kota tidak logis.

“Jadi, seharusnya pengadilan berempati dengan aparat penegak hukum yang bekerja keras mengungkap perkara ini untuk layak dibawa ke pengadilan. Alasan yang diajukan kedua orang terdakwa untuk peralihan status penahanannya juga terkesan mengada-ada. Pasalnya, selama ini proses pemeriksaan terhadap terdakwa lewat tatap muka alias offline dan tidak pernah lewat zoom maupun online,” tegas Kajati Aceh Bambang Bachtiar, seperti dilansir beritamerdeka.net.

Baca juga:

Jadi Tersangka, Zaini Yusuf Ditaha di Lapas Kajhu

Penahanan Zaini Yusuf Terlalu Dipaksakan oleh Kejari

Banyak Kejanggalan Penetapan Zaini Yusuf Sebagai Tersangka

Kuasa Hukum Zaini Yusuf: Jaksa Jangan Jangan Bangun Opini Keliru

Kuasa Hukum M. Zaini Yusuf, yaitu Zaini Djalil menanggapi pernyataan Kajati Aceh Bambang Bakhtiar, yang menurutnya juga tidak logis menyampaikan pendapat yang tidak sesuai dengan hukum yang berlaku. Karena pemberian status Zaini dan Mirza sebagai tahanan kota, merupakan ketetapan yang diatur di dalam undang-undang.

“Mengapa Kajati melalui Kajari Banda Aceh mempersoalkan hak tersangka yang telah diatur oleh UU? Kewenangan pemberian peralihan status tersebut berada di tangan majelis hakim. Legal standing tahanan kota itu tertera pada Pasal 22 angka 3 UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP,” sebut Zaini Djalil.

Lebih lanjut pengacara senior tersebut mengatakan, penahanan tersangka di dalam rutan tidak bersifat wajib. Karena terdapat pilihan bentuk penahanan;baik tahanan rumah maupun tahanan kota.

“Dalam banyak perkara di tingkat penyidikan, ada yang ditahan dan tidak ditahan oleh penyidik/ kejaksaan dengan alasan subjektive. Intinya menahan tersangka ke rutan itu tidak wajib. Pejabat yang berwenang bisa menentukan berdasarkan pertimbangan sendiri,” terang Zaini Djalil.

Jauh-jauh hari Zaini Djalil sudah merasa ada yang janggal dalam proses penahanan di rutan terhadap M. Zaini Yusuf. Selama proses pemeriksaan di Kejari Banda Aceh, adik Irwandi Yusuf tersebut sangat kooperatif. Bahkan barang bukti kasus tersebut sudah pernah membawa beberapa orang ke dalam jeruji besi. Sehingga Zaini Yusuf juga tidak mungkin merusak barang bukti, sebab semuanya sudah berada di tangan Kejari Banda Aceh.

Namun saat itu, pihak Kejari Banda Aceh tidak memberikan ruang untuk Zaini Yusuf. Dia tetap ditahan di Rutan Kajhu. Meskipun semua orang hukum tahu bahwa ia tidak wajib masuk jeruji besi, karena belum diputuskan bersalah oleh pengadilan.

“Sesuai dengan yang diatur dalam KUHAP pada penjelasan umum butir ke 3 huruf c yaitu: Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahan dan memperoleh kekuatan hukum tetap.”

Lebih lanjut dia mengatakan berdasarkan Pasal 30 UU No.16 Tahun 2004  tentang Kejaksaan RI, tugas dan wewenang Kejaksaan di bidang pidana yaitu melakukan penuntutan, melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Selanjutnya melakukan pengawasan terhadap putusan pidana bersyarat; melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang undang; melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan  sebelum dilimpahkan ke pengadilan dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

“Sesuai dengan tugasnya itu, saya kira kekecewaan pihak Kejati Aceh tidak pada tempatnya. Justru kami yang harus kecewa terhadap cara mereka menegakkan hukum. Mereka bekerja seolah sedang kerja target, sehingga mengabaikan banyak hal dalam kasus ini.”

“terlalu banyak kejanggalan. Mereka seakan kejar target dan seolah-olah klien kami menjadi atensi khusus dan harus masuk. Sekarang mereka pakai jurus trial by te press. Seakan-akan keadilan sedang tak berjalan dalam kasus ini. Seakan-akan kerja keras jaksa tidak dihargai oleh hakim. Itu yang mereka sampaikan kepada beberapa media massa. Ini tak fair,” sebut Zaini Djalil.

Mengingat bahwa kasus tersebut masih berjalan di Pengadilan Tipikor Banda Aceh, Zaini Djalil meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk membuktikan kesalahan yang dituduhkan kepada M. Zaini Yusuf.

Pembuktian di pengadilan sesuai dengan norma hukum culpabilitas/gen straaf zondes schuld. Karena terlalu banyak yang disampaikan perihal klien Zaini Djalil, menurutnya tidak sesuai dengan fakta persidangan.

“Seharusnya penegak hukum tidak bermain retorika. Harus sesuai dengan fakta. Ini lain disampaikan di luar, lain pula fakta di dalam persidangan. Ini sudah terlalu tak fair. Saya menolak cara-cara seperti ini. Hukum tak boleh dijalankan sesuka hati, tanpa mempertimbangkan dampak negatif terhadap orang lain yang dijadikan pesakitan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here