World Bank Revisi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Jadi 5%

World Bank Revisi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Jadi 5% World Bank. Foto: Getty Images/Per-Anders Pettersson.
World Bank. Foto: Getty Images/Per-Anders Pettersson.

Komparatif.ID, Jakarta— World Bank (Bank Dunia) revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2024 menjadi 5% dari sebelumnya 4,9%.

Peningkatan ini didorong oleh optimisme World Bank terkait peningkatan konsumsi masyarakat dan investasi yang diprediksi akan mendongkrak perekonomian Indonesia ke depan.

Melansir antara, ekonom senior World Bank, Wael Mansour dalam presentasinya mengenai “Laporan Prospek Perekonomian Indonesia edisi Juni 2024” mengatakan, meskipun perekonomian diperkirakan akan memperoleh manfaat dari peningkatan konsumsi dan investasi, pengaruh eksternal tetap menjadi tantangan signifikan.

Ia menyebut lambatnya pemulihan perdagangan dan pembiayaan global menjadi hambatan utama yang harus dihadapi Indonesia.

“Perekonomian diperkirakan akan memperoleh manfaat dari peningkatan konsumsi masyarakat dan investasi, tetapi akan menghadapi hambatan, terutama memburuknya kondisi perdagangan,” ujar Wael Mansour kepada media di Jakarta, Senin (24/6/2024).

Selain itu, World Bank juga merevisi naik pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 menjadi 5,1% dari perkiraan sebelumnya sebesar 4,9%, dan pada tahun 2026 menjadi 5,1% dari proyeksi sebelumnya 5%.

Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Capai 5,11 Persen, Tertinggi sejak 2015

Laporan terbaru tersebut memperkirakan produk domestik bruto (PDB) Indonesia rata-rata akan mencapai 5,1% selama periode 2024-2026, yang sebagian besar didorong oleh peningkatan konsumsi masyarakat.

Wael Mansour menjelaskan konsumsi akan terus menjadi pendorong utama pertumbuhan, seiring dengan program belanja sosial yang akan digalakkan oleh pemerintahan mendatang. Dengan meningkatnya belanja sosial dan investasi publik, defisit fiskal diperkirakan akan meningkat namun tetap terkendali dalam batas 3%.

Namun, pengaruh eksternal tidak dapat diabaikan. Defisit transaksi berjalan diproyeksikan akan melebar secara bertahap dan mencapai 1,6% dari PDB pada tahun 2026.

Hal ini disebabkan oleh harga komoditas yang lebih rendah dan ketidakpastian global yang menghambat ekspor. Prospek ini menyebabkan suku bunga tetap tinggi, yang pada gilirannya membebani biaya pinjaman dan memperketat akses terhadap pembiayaan eksternal.

Situasi ini diprediksi akan meningkatkan biaya pembayaran utang pemerintah, menambah tekanan pada perekonomian nasional.

Mansour juga menyebut konflik bersenjata atau ketidakpastian geopolitik dapat memperburuk situasi dengan menyebabkan penurunan nilai tukar yang lebih tajam, sehingga menggerus pendapatan dan memperketat posisi fiskal. Ketidakpastian geopolitik yang meningkat dapat memicu gejolak di pasar valuta asing, menekan rupiah dan mempengaruhi stabilitas ekonomi secara keseluruhan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here