Wahid Wahyudi, Pemain PSSB yang Konversi Gaji untuk Investasi

Wahid Wahyudi, mantan wing back kiri PSSB Bireuen. Foto: HO for Komparatif.id

Komparatif.ID, Bireuen– Wahid Wahyudi (30) sangat mencintai sepakbola sejak usia dini. Pun demikian ia tahu masa depan pesepakbola di Indonesia tidak begitu cemerlang. Ketika ia dikontrak PSSB Bireuen, Wahyu menginvestasikan seluruh uang yang didapatkan dari kontrak ke bisnis.

Wahid Wahyudi memiliki darah sepakbola dari keluarga ayahnya –Hasan– yang merupakan pengurus Masjid Baitul Huda, Juli. Sepupu-sepupunya juga banyak yang menjadi pemain bola. Salah satunya Samsul Bahri yang pernah bermain di klub Galatama Aceh Putra, Lhokseumawe yang mengikuti Liga Sepakbola Utama (Galatama) tahun 1990-1994. 

Ketika Samsul Bahri masih aktif bermain bola, klub amatir Bintang Selatan yang merupakan klub Divisi 1 PSSB, mencapai puncak kejayaan. Seringkali menjuarai berbagai turnamen tarkam. Klub amatir yang paling sulit dikalahkan oleh Bintang Selatan kala itu hanya PS Bintang Remaja yang diasuh oleh Bakhtiar Juli, seorang penggawa sepakbola yang bermain di Divisi Utama Liga Indonesia.

Baca juga: Iskandar Jalil, Striker dari Kaki Bukit

Berbeda dengan Samsul Bahri yang tinggi besar, Wahid Wahyudi justru mungil, akan tetapi soal kelincahan di atas lapangan, pria ramah kelahiran 1993 itu tak perlu diragukan. Kakinya dan bola seperti Romeo dan Juliet; sulit dipisahkan. 

Lahir di Gampong Pante Baro, Juli, Bireuen pada 6 Juni, Wahid Wahyudi sejak kecil dikenal sangat menggemari dunia sepakbola. Di masa kecilnya ia selalu rajin ke lapangan, memainkan si kulit bundar bermodal bakat alamiah. Anak-anak Pante Baro, Beunyot, dan Teupin Mane, sering kehabisan akal di lapangan bila bola sudah di kaki Wahyu. 

Kelebihan Wahyu yang paling menarik, meskipun bermain bola harus menguras energi luar biasa, ia tetap mampu mengontrol emosional. Ia tak mudah marah.

Orangtuanya yang menggemari dunia sepakbola mendukung Wahyu. Ia kemudian dikirim ke Sekolah Sepak Bola (SSB) Brata Reuleut, Bireuen. Dari sana bakatnya semakin terasah dan kualitasnya diketahui oleh banyak orang. 

Ia pun mulai bermain sepakbola dalam berbagai turnamen. Wahid Wahyudi pernah membela klub amatir Djuli Area Sport atau lebih dikenal dengan sebutan DAS Juli. 

Kemudian mengikuti Liga Pelajar Indonesia (LPI) 2010 mewakili klub Peusangan Raya.

Tahun 2012 Wahid Wahyudi dikontrak klub Liga 3 Persatuan Sepakbola Aceh Singkil (PSAS), selanjutnya membela klub Liga 2 Persatuan Sepakbola Seluruh Bireuen (PSSB) pada tahun 2013. Tahun 2014 ia juga membela Nagan Raya pada PORA di Aceh Timur. 

Wahid Wahyudi ketika sedang di atas lapangan bola. Kecil, lincah dan tidak temperamen. Foto: HO for Komparatif.id.
Wahid Wahyudi ketika sedang di atas lapangan bola. Kecil, lincah dan tidak temperamen. Foto: HO for Komparatif.id.

Selain itu Wahyu juga aktif tampil di turnamen tarkam yang digelar. Terlibatnya ia dalam tarkam bukan karena persoalan uang. Tapi demi menjaga bakat sepakbolanya, sekaligus ajang silaturahmi dengan komponen masyarakat yang meramaikan turnamen-turnamen kecil. 

Wahid Wahyudi: Pemain Harus Bervisi Panjang

Alumnus SD Inpres Teupin Mane, SMP Juli dan SMA 2 Bireuen tersebut, meskipun sangat mencintai dunia sepakbola, tapi ia menyadari bahwa olahraga di Indonesia belumlah menjadi industri besar. Mayoritas pemain bola di Indonesia hidup melarat setelah usai masa produktif.

Selain itu ia juga tidak ingin mengikuti gaya hidup berlebihan. Ketika teman-temannya yang lain menghabiskan gaji demi membeli kebutuhan sekunder, Wahid Wahyudi justru menginvestasikan uang kontraknya di PSSB untuk bisnis jual beli telepon genggam dan peternakan kambing.

Sembari terus bermain bola, ia membuka toko ponsel di kampungnya. Usaha itu diberi nama Wahyu W Phonsel. Uang yang masih tersisa ia beli kambing dan dipelihara oleh peternak.

“Saya menahan diri tidak membeli smartphone mahal, dan baju-baju mahal. Saat itu saya menyadari bahwa masa depan harus dipersiapkan sedini mungkin. Begitu kontrak dengan PSSB, uangnya langsung saya investasikan ke usaha,” sebut Wahyu kepada Komparatif.id, Selasa (17/1/2023) ketika bertemu di WD Coffee and Resto, Bireuen.

Saat ini usaha Wahyu W Phonsel terus berkembang, demikian juga jumlah kambing-kambingnya. 

Sebagai usahawan muda Wahid Wahyudi sangat menjaga waktu. Bila “jam dinas” tiba, ia segera masuk “kantor” di store Wahyu W Ponsel. “Konsumen saya  malam hari. Makanya saya tidak lagi nongkrong di warkop bila malam tiba,” sebutnya.

Ayah satu anak tersebut juga membekali diri dengan ilmu agama yang mumpuni. Ia pernah mondok satu tahun di Dayah Mudi Mesra, 3 tahun di Dayah Abi Yusuf Punteut Lhokseumawe, serta pernah mengaji selama satu tahun di Dayah Tanoh Mirah. 

Wahyu yang bermain bola di posisi wing back kiri juga sangat jago mengaji Alquran. Setiap Ramadan ia habiskan masa remajanya di masjid, ikut tadarus bersama teman-temannya. 

Wahyu sangat terinspirasi dengan Boaz Theofilus Erwin Solossa, langganan Timnas asal Papua. Baginya Boas adalah contoh ideal tentang anak kampung di ujung timur Indonesia, dengan bakat sepakbola dapat menaklukkan ibukota, dan terkenal hingga ke berbagai sudut Nusantara. 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here