Tragedi Hilangnya Saudagar Bireuen di Rimba Aceh Selatan

Bireuen bukan saja dikenal sebagai kota perjuangan dalam revolusi fisik mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Daerah tersebut juga dikenal sebagai kota tempat lahirnya para pengusaha kaliber nasional. Saudagar Bireuen pernah berdagang hingga ke Singapura, juga sangat berpengaruh di Sumatera Utara. Foto: Suasana Kota Bireuen dipotret dari sisi utara Tugu Kota Juang. Foto ini karya Azzahra Shooting yang dikutip dari halaman Facebooknya.
Bireuen bukan saja dikenal sebagai kota perjuangan dalam revolusi fisik mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Daerah tersebut juga dikenal sebagai kota tempat lahirnya para pengusaha kaliber nasional. Saudagar Bireuen pernah berdagang hingga ke Singapura, juga sangat berpengaruh di Sumatera Utara. Foto: Suasana Kota Bireuen dipotret dari sisi utara Tugu Kota Juang. Foto ini karya Azzahra Shooting yang dikutip dari halaman Facebooknya.

Dua saudagar Bireuen dinyatakan hilang di lebatnya rimba Aceh Selatan, setelah pesawat yang mereka tumpangi jatuh dalam perjalanan menuju Meulaboh pada 3 Agustus 1970. Jasad mereka ditemukan delapan tahun kemudian.

Syahdan pada 5 April 1922 di Bireuen lahirlah seorang putra yang diberi nama Banta Ali. Karena berasal dari keluarga ule balang, ia kemudian dikenal dengan nama lengkap H. Teuku Banta Ali. Setelah dewasa ia menikahi Pocut Manawiyah dan memiliki empat anak; Cut Asmarawati, Cut Zuraida, Cut Ellyzar, dan Cut Rosalina.

Sementara itu pada 1 September 1922 di Beurawang, Bireuen, juga lahir seorang anak laki-laki yang diberi nama Muhammad Joesoef Bahroen. Ketika muda ia menikahi Rafi’ah Adjhari, dara asal Gampong Cot Trieng, Bireuen.

Baca juga: Susu untuk Republik, Tuba Dalam Cawan Daoed Beureueh

Dari perkawinan tersebut lahirlah tiga anak yaitu Joesra Joesoef Bahroen, Rafiuddin Joesoef Bahroen, dan Joefly Joesoef Bahroen.

Di kemudian hari, kedua pria tersebut menjadi saudagar Bireuen yang memiliki niaga besar. Bukan hanya mereka berdua, di era 50-an, banyak putera Bireuen yang berkiprah di level perdagangan besar di tingkat nasional dan internasional.

Pada dekade 50-an Teuku Banta Ali mendirikan firma dagang bernama Aceh Kongsi yang berkantor pusat di Jalan Kesawan, Kota Medan, dan branch office di Jalan New Bridge Road, Singapura.

Aceh Kongsi tersebut didirikan bersama kompatriotnya yaitu Abdullah Hasan—pria kelahiran Buket Teukuh, Bireuen- dan H. Esrani. Nama yang akhir, melepaskan sahamnya di Aceh Kongsi setelah peristiwa pembakaran 7 unit kendaraan perusahaan kala konflik DI/TII berkecamuk di Aceh.

Aceh Kongsi sangat terkenal kala itu. Para saudagar yang bergabung dalam perusahaan niaga tersebut dihormati dan disegani. Pergaulan mereka berkaliber internasional.

Demikian juga Muhammad  Joesoef Bahroeny yang sempat bergabung dengan militer, akhirnya membangun bisnis di Bireuen dengan nama Toko P. Bahrun & Sons, kemudian membangun perusahaan perkebunan bernama Firma Bahruni—kemudian menjadi perseroan terbatas.

Saudagar Bireuen tersebut juga pernah menjadi pengurus partai politik. Dia bergabung dengan Partai Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti)sekaligus menjadi Ketua DPD I Sumatera Utara dan maju pada Pemilu 1955. Dia terpilih sebagai anggota DPRD Sumatera Utara, yang kemudian ditunjuk menjadi anggota DPR RI Utusan Daerah. Ia masih duduk di parlemen sebagai utusan daerah hingga tahun 1967.

Pada 3 Agustus 1970, Teuku Banta Ali dan Muhammad Joesoef Bahroeny melakukan perjalanan udara ke Meulaboh, Aceh Barat. Mereka bermaksud menghadiri undangan selamatan yang digelar Aceh Kongsi Meulaboh.

Namun, ketika sedang berada di atas udara Aceh Selatan, di atas lebatnya rimba hujan tropis, kapal udara milik maskapai Sabang Marauke Air Charter (SMAC) mengalami kerusakan dan jatuh.

Upaya pencarian yang dilakukan tidak membuahkan hasil. Kedua saudagar Bireuen itu dinyatakan hilang tanpa jejak.

Kedua saudagar Bireuen tersebut baru ditemukan pada 2 Juni 1978 di sebuah kawasan bernama Alue Ie Mirah, Kecamatan Kuala Batee, Aceh Selatan—kini masuk wilayah Aceh Barat Daya.

Catatan redaksi: Artikel ini disadur dari buku: Para Tokoh Galeri Museum Kota Juang Bireuen 2021, yang ditulis oleh Mahyani Muhammad dan Amalia Marzuki.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here