Komparatif.ID, Banda Aceh— Meski tingkat kepatuhan masyarakat di Banda Aceh terhadap Kawasan Tanpa Rokok (KTR) mencapai 45,3 persen pada 2023, namun sosialisasi penegakan KTR harus tetap diperluas.
Hal tersebut disampaikan Direktur The Aceh Institute (AI) Muazzinah, M.P.A usai public discussion: peran ulama dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap KTR di Ballroom Hotel Kyriad Muraya, Banda Aceh, Selasa (26/3/2024).
“Dari 2016 sampai 2018 masih sosialisasi (adanya KTR), lalu progres 2019 hingga 2020 mandek karena Covid. Salah satu alasan kenapa tingkat kepatuhan kita baru mencapai 45 persen akibat pemahaman masyarakat yang belum masif,” ujar Muazzinah.
Namun Muazzinah menekankan tingkat kepatuhan masyarakat Banda Aceh terhadap KTR terus menunjukan tren peningkatan. Dari survei yang dilakukan, tingkat kepatuhan pada 2019 hanya sebesar 21,1 persen, lalu meningkat drastis pada 2023 yang mencapai 45,3 persen.
Tingkat kepatuhan masyarakat Banda Aceh pada 2023 lebih tinggi daripada Kota Denpasar sebesar 21,4 persen, Makassar (25,5 persen), dan Kota Bogor (41,6 persen).
Meski begitu, Muazzinah menggaris bawahi penegakan KTR di Banda Aceh bukan tanpa aral. Salah satu penyebab utamanya adalah alasan sponsorship rokok kepada kafe-kafe dan warung kopi (warkop) di Banda Aceh.
“Kenapa tingkat kepatuhan belum mencapai di atas 50 persen, karena kafe-kafe dan warkop mendapatkan uang lebihnya dari sponsorship merek-merek rokok,” terangnya.
Baca juga: Tingkat Kepatuhan KTR Banda Aceh Lebih Tinggi dari Denpasar
Muazzinah menekankan pencapaian ini tidak hanya berkat keseriusan pihak pemerintah kota, tetapi juga berkat dukungan aktif dari Civil Society Organizations (CSO). Keterlibatan masyarakat dalam implementasi kebijakan KTR juga menjadi kunci kesuksesan.
Aceh Institute juga menyoroti pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan CSO dalam kebijakan publik. Model kolaborasi ini telah terbukti berhasil dan dapat dijadikan contoh bagi daerah lain.
Ia juga menyoroti meskipun implementasi kebijakan KTR berjalan baik, pemanfaatan aplikasi terkait masih belum optimal karena memerlukan aturan yang lebih teknis dalam pengelolaannya.
Sementara itu, Sementara itu, Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Banda Aceh dr. Supriady menerangkan pemilihan da’i-da’iyah sebagai patner sosialisasi penegakan Qanun KTR tepat karena memilih audience luas dan beragam.
“Yang punya audience luas itu da’i-da’iyah, makanya beliau-beliau ini merupakan partner penting yang harus kita gandeng,” ujarnya.
Supriady juga menegaskan fokus Dinkes Banda Aceh terkait penegakan Qanun KTR untuk mencegah pertumbuhan perokok pemula dan dihentikan sedini mungkin, terutama dari kalangan anak-anak dan remaja.
“Kita terus memperkuat sosialisasi Qanun KTR agar tidak ada penambahan perokok pemula di Banda Aceh,” pungkasnya.