
Komparatif.ID, Boston— Tarian asal Aceh Ratoh Jaroe tampil di Harvard Arts Festival 2025 di Boston, Amerika Serikat, pada Sabtu (3/5/2025). Festival tahunan ini sebelumnya dikenal sebagai Harvard Arts First Festival.
Meskipun para penarinya bukan berasal dari Aceh, namun mereka berhasil membawakan tarian khas Serambi Mekah itu dengan penuh energi dan kekompakan. Tarian tersebut dipersembahkan oleh Sanggar Tari Cendrawasih Boston yang beranggotakan mahasiswi-mahasiswi Indonesia yang sedang menempuh studi di Harvard.
Penampilan Ratoh Jaroe di Plaza Tent tetap menghadirkan nuansa autentik karena dilengkapi dengan lantunan syair Ratoh yang dibawakan langsung oleh Trisia, seorang perempuan Aceh yang telah menetap di Boston selama satu dekade terakhir.
Trisia juga dikenal aktif sebagai pengurus bidang pendidikan di Diaspora Global Aceh (DGA) Sagoe USA.
Ratoh jaroe bukan hanya sekadar tarian tradisional. Di panggung Harvard, ia menjelma sebagai simbol diplomasi budaya, memperkenalkan Aceh kepada dunia lewat bahasa seni. Bagi masyarakat Indonesia, khususnya diaspora Aceh di Amerika Serikat,
Baca juga: 820 Tahun Banda Aceh: Momen Refleksi Pelestarian Budaya
Kehadiran Ratoh Jaroe di festival seni sekelas Harvard menandai pentingnya pelestarian budaya dalam kancah internasional. Tidak hanya menjadi bentuk hiburan, seni pertunjukan seperti ini menjadi alat diplomasi budaya yang kuat untuk memperkenalkan kekayaan tradisi dari berbagai belahan dunia, termasuk Aceh, kepada khalayak global.
Ketua Diaspora Global Aceh Sagoe USA, Adron Yusuf, mengatakan keikutsertaan ratoh jaroe di Harvard Arts Festival merupakan pencapaian yang patut dirayakan.
“Sangat membanggakan karena nama Aceh, melalui budaya seni, terus menggema di arena international,” ujarnya kepada Komparatif.ID, Senin (5/5/2025).
Ia berharap momentum ini menjadi pemicu perhatian serius dari Pemerintah Aceh, Majelis Adat Aceh, para pengusaha, serta politisi asal Aceh untuk lebih mendukung promosi budaya di panggung internasional.
Menurutnya, perlengkapan adat dan kesenian Aceh di Amerika Serikat perlu disiapkan dan difasilitasi agar dapat ditampilkan secara maksimal dalam ajang-ajang seperti ini.
Adron juga menekankan seni adalah bentuk diplomasi yang kuat, yang mampu memperkenalkan identitas dan nilai-nilai suatu bangsa tanpa perlu banyak kata. Dengan tampilnya ratoh jaroe di Harvard, dunia kembali diingatkan pada kekayaan budaya Aceh yang penuh warna dan makna.
Adron menyebut kehadiran ratoh jaroe di tengah gegap gempita Harvard Arts Festival menjadi penanda seni Aceh masih memiliki daya tarik tersendiri. Di tangan para diaspora dan generasi muda Indonesia, warisan budaya ini terus hidup dan berkembang, menyusuri panggung-panggung dunia, membawa pesan damai, harmoni, dan kekayaan nilai dari bumi Serambi Mekah.
“Semoga pemerintah Aceh, Majelis Adat Aceh, pengusaha-pengusaha Aceh serta politisi mau memikirkan dan membantu menyediakan perangkat adat dan arts untuk jadi bahan pameran dan pergelaran di forum internasional. Seni adalah cara diplomasi yg paling ampuh,” imbuhnya.