Taiwan atau bernama asli Republik Tiongkok, merupakan salah satu negara di Asia Timur yang telah membuka diri terhadap Islam, di tengah masih gencarnya islamopohia di dunia. Negara yang oleh Republik Rakyat Cina (RRC) masih dianggap sebagai bagian dari Pemerintah Tiongkok Daratan, benar-benar menyiapkan diri menjadi salah satu negara yang ramah terhadap muslim.
Demikian pandangan yang disampaikan oleh Dr. Retno Intani, Ketua Bidang Pendidikan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Pusat. Ia dan Pengurus SMSI baru beberapa waktu lalu bertandang ke negara kepulauan tersebut.
Retno, Rabu (15/2/2023) menulis negara dengan luas wilayah daratan sekitar 36.000 km2 dengan populasi 23.5 juta, merupakan negara yang padat di Asia. Penduduk di sana mayoritas –mencapai 97 persen–bersuku Han yang migrasi ke sana pada 1600-an. Namun secara umum terdapat 13 suku lainnya. Ada dua suku yang tidak ada lagi di sana.
Baca juga: Mercusuar Willem’s Toren III, “Kenangan” Nederland di Serambi Mekkah
Mesji Budha dan Taoisme merupakan agama terbesar, namun kepercayaan lain diberikan ruang untuk hidup; termasuk Islam yang menghuni Taiwan sejak tahun 1660-an. Mereka adalah para prajurit Tiongkok di bawah kepemimpinan Dinasti Ming Koxinga yang menggulingkan pasukan kolonial Belanda.
Berapa jumlah umat Islam di Taiwan?
Direktur Umum Biro Pariwisata Taiwan, David Wei-Chun Hsieh mengatakan Republik Tiongkok merupakan rumah bagi lebih dari 170.000 muslim yang dapat menjalankan ibadah di enam masjid di Taipei, Taoyuan, Taichung, Tainan dan Kaohsiung.
Saat itu, rombongan SMSI juga diarahkan supaya melaksanakan salat Dhuhur di Masjid Raya Taipe. Mengapa ke sana? Karena dekat dan berstatus masjid raya.
Mesjid Raya Taipe cukup luas, mampu menampung jamaah sekitar 500 orang dan terdiri atas dua lantai. Masjid ini terletak di persimpangan Taman Dalan kota Taipei, persisnya di jalan Xinsheng sector 2 no 62, Taipei.
Secara resmi masjid ini dibuka pada April 1960 dan didanai Pemerintah Taiwan dan donasi dari Arab Saudi serta negara-negara muslim lainnya. Selama lebih dari 50 tahun Masjid Raya Taipei menjadi tujuan para tamu muslim saat berkunjung ke Taiwan.
Salah seorang relawati pengurus Masjid Raya yang sempat menerima kedatangan rombongan SMSI adalah Novi Irmania, mahasiswi Indonesia yang tengah mempelajari Biomagical Science di China Medical University.
Kepada Retno Novi Irmani bercerita banyak relawan pengurus masjid yang berasal dari Indonesia. Selain dari Dewan Masjid, Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Taiwan dan Lembaga Dakwah Nahdatul Ulama aktif menghidupkan kegiatan-kegiatan masjid antara lain Tempat Penitipan Anak (TPA) ketika orang tua bekerja, membuka kelas-kelas belajar Al Quran di hari Sabtu dan Minggu, bersama-sama Chinese Muslim Association memberi pencerahan-pencerahan berkaitan dengan moslem prayer room dan halal restaurant, bazaar dan lainnya.
Taiwan Kembangkan Wisata Ramah Muslim
Taiwan ini peringkat ke 2 negara nonmuslim yang menggalakkan wisata ramah untuk umat Islam. Sejak Juli 2022 hingga sekarang ini ada sekitar 70 orang berikrar menjadi mualaf di Taiwan.Hampir tiap bulan di Masjid Raya melayani mualaf.
Di Taipei terdapat dua masjid. Selain Masjid Raya tersebut juga ada Masjid Kebudayaan Taipei yang berlokasi di jalan Xinhai Lane 25 no 3, Taipei. Mesjid Kebudayaan Taipei selesai dibangun tahun 1984 berlantai lima dengan arsitektur dan motif bangunan mengikuti gaya Islam klasik.
Dalam kunjungan tersebut Retno juga menemukan fakta lain; bahwa meski mayoritas penduduknya nonmuslim, tapi Taiwan sangat terbuka terhadap pengikut Nabi Muhammad. Di restoran-restoran berlabel halal juga disedikan tempat salat, lengkap dengan sajadahnya.
Jumlah restoran halal di Taiwan juga sangat banyak. Di atas 200. Restoran-restoran itu mendapatkan label halal dari otoritas yang dibentuk pemerintah bernama Chinese Muslim Asociation.
“Persyaratan untuk memperoleh sertifikat halal, digariskan oleh Biro Pariwisata, Kementerian Transportasi dan Komunikasi Taiwan antara lain diminta mengikuti training atau pelatihan tentang halal restoran ataupun pemahaman tentang friendly moslem restaurant yang diberikan oleh Chinese Muslim Association tersebut,” sebut Retno menyampaikan pengalamannya selama di Taiwan.
Selain tidak memasak daging babi, pada pelatihan tersebut juga dilatih untuk memisahkan peralatan dan bahan-bahan masakan di dapur. Jadi, restoran yang bersertifikat halal memiliki dua dapur. Satu dapur dengan peralatan dan bahan makanan untuk masakan umum, yang satunya lagi dapur dengan peralatan dan bahan makanan untuk memasak makanan halal.
Hong, pemilik restoran halal Beimen Island Restaurant di distrik Beimen kawasan Tainan bukanlah seorang muslim dan selain memiliki restaurant di Beimen yang berlabel halal, ia bersama isterinya juga memiliki restoran untuk masakan pada umumnya di Taiwan bernama Tian Mama.
Sebagai pengusaha Hong memanfaatkan peluang membuka restoran halal. Ia mengikuti pelatihan halal restoran dan mempersiapkan sarana prasarana yang dipersyaratkan sehingga ia berhasil memperoleh sertifikat halal.
Ketika ditanya, apakah tidak merugi karena konsumen halal tidak banyak. Dia menjawab bahwa sebagai pengusaha dia harus jeli melihat peluang.
Restoran Tian Mama yang dikelola isterinya acapkali kedatangan tamu rombongan wisata dan apabila dalam rombongan itu ada permintaan makanan halal, maka isterinya akan minta Beimen Island Restaurant yang dikelola Hong untuk memasaknya dan mengantar hasil masakan tersebut ke restoran Tian Mama.
Wisata ramah Muslim juga dapat dirasakan di hotel-hotel. Selain makanan halal, kamar-kamar hotel menyiapkan sajadah dan Alquran di laci meja, sekaligus tanda arah kiblat. Di tanah air kita, biasanya tanda arah kiblat disematkan di langit-langit kamar. Di Taiwan ditempelkan di laci di bawah sajadah dan Al Quran berdampingan dengan kitab suci lainnya.
“Hotel-hotel memberi keramahan kepada setiap tamu. Ketika rombongan SMSI Pusat datang di hotel di kawasan Lihpao Land, Taichung, mereka menyambut kami dengan tidak memasak makanan non halal sehingga kami tidak perlu khawatir dengan menu-menu yang tersaji.”
Masjid, kuil atau gereja di Taiwan berdiri di antara gemerlap menara pencakar langit. Festival-festival terus berlangsung. Pasar malam yang menjual makanan dan berbagai kebutuhan konsumtif bisa dijumpai di tengah kokohnya bangunan pusaka para leluhur dari zaman kekaisaran. Semuanya mengesankan agama, tradisi dan modernitas berpadu secara harmoni.