Komparatif.ID, Banda Aceh— Dalam membumikan kampanye KTR –Kawasan Tanpa Rokok—tidak boleh dilakukan parsial. Perlu upaya terus-menerus. Dalam bentuk karya jurnalistik, paling ideal ditulis dalam bentuk features, dengan penekanan gaya penulisan human interest.
Demikian disampaikan Pemimpin Redaksi Komparatif.ID Muhajir Juli, Kamis (3/10/2024) pada “Workshop Memperkuat Peran Media Dalam Mempromosikan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kota Banda Aceh”. Kegiatan yang dilaksanakan di Kantor Redaksi Komparatif.ID, digelar oleh The Aceh Institute, didukung oleh The Union.
Muhajir Juli menjelaskan dalam menulis berita tentang kampanye KTR, wartawan perlu memperhatikan regulasi yang telah ada, baik berupa undang-undang, peraturan, keputusan, dan qanun.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, menjadi rujukan utama dalam pelaksanaan dan penerapan KTR. Pasal 115 ayat (2) mewajibkan pemerintah daerah untuk menetapkan KTR di wilayahnya.
Kemudian ada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003, termasuk Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2016 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Di tingkat Banda Aceh ada Perwal Nomor 46 Tahun 2017.
Baca juga: Aceh Institute Serahkan Laporan Implementasi KTR ke Pemko Banda Aceh
Pewarta pemegang sertifikasi Wartawan Utama (WU) yang diterbitkan Dewan Pers itu menyebutkan, untuk mencapai misi sebuah agenda besar, harus dilakukan secara lebih lama, lebih fokus, dan lebih baik.
Untuk konteks jurnalistik, pendekatan paling ampuh yaitu menggunakan gaya jurnalisme human interest. Jurnalis harus mengangkat cerita yang unik, menarik, bercitarasa kemanusiaan.
“Bila menulis dampak buruk tentang rokok, maka angkatlah cerita tentang orang sakit akibat rokok. Tulis mengapa dia dulu merokok. Angkat cerita apakah ia menyesal telah merokok? Kulik sedalam-dalamnya,” kata Muhajir.
Atau cerita tentang pasangan yang berhasil mendapatkan anak setelah suami berhenti merokok. Angkat lika-liku perjuangan mereka mendapatkan anak, hingga akhirnya si suami memutuskan berhenti merokok supaya kualitas spermanya menjadi baik.
“Banyak kisah yang dapat diangkat. Kampanye bertujuan untuk menggugah, mengajak orang untuk memperbaiki tata laku dan tujuan,” kata Muhajir.
Ia juga mengajak belasan wartawan yang menjadi peserta kegiatan, supaya meminta pendapat ahli atau orang terkait; dengan integritas memadai, dalam menulis karya jurnalistik. Semakin bagus kualitas narasumber, semakin bertambah yakin pembaca dalam mempercayai sajian konten yang ditulis oleh media massa.
Hal senada juga disampaikan Manajer Riset The Aceh Institute Bisma Yadhi Putra, ia menekankan kampanye KTR harusnya menekankan pada kualitas materi atau konten.
Menurutnya, pemberitaan KTR saat ini masih hanya berkutat informasi kegiatan dan sosialisasi The Aceh Institute. Bisma menyebut, pemberitaan harusnya menyentuh esensi kampanye kebijakan, alih-alih hanya informasi dalam bentuk straight news.
“Saat ini poster bahaya rokok di bungkus hingga seruan ulama saja tidak berdampak, apalagi hanya berita kegiatan,” papar Bisma.
Sementara itu, Direktur The Aceh Institute Muazzinah M.P.A mengatakan kampanye kebijakan dan pengawasan penegakan KTR masih menghadapi kendala besar. Terutama dari komitmen pejabat pemerintah sebagai penegak regulasi.
Muazzinah menyampaikan aplikasi Lapor KTR yang dilaunching Pemko Banda Aceh telah menerima banyak laporan pelanggaran KTR, namun tidak ada yang ditindak lanjuti.
“Penegak kebijakan kita baru berani menindak, tapi belum berani memberikan sanksi,” imbuhnya.