Tak Punya Uang ke Jakarta, Seorang Pemuda Bireuen Bobol Minimarket

pemuda bireuen
F, meminta maaf kepada perwakilan minimarket, kamis (18/1/2024) setelah kasus pencurian yang ia lakukan, diselesaikan melalui proses restorative justice. Foto: Dok. Humas Kejari Bireuen.

Komparatif.ID, Bireuen—nasib seorang pemuda Bireuen berinisial F (25) benar-benar seperti kata pepatah Melayu: Sudah jatuh tertimpa tangga. Hanya demi mendapatkan biaya berangkat ke Jakarta, ia nekat mencuri di sebuah convenience store.

F benar-benar suntuk. Pemuda Bireuen yang masih  lajang tersebut merupakan warga Meunasah Capa Utara, Kecamatan Kota Juang, Bireuen, berniat mencari pekerjaan ke Jakarta. Dia berharap DKI Jakarta dapat memberikan harapan baru bagi dirinya.

Karena tak kunjung mendapatkan jalan keluar, akhirnya dia pun memutuskan melakukan pencurian. Maka, pada Sabtu dinihari (2/12/2023) pukul 03.00 WIB, dia pun membobol sebuah minimarket di Simpang Adam Batre.

Baca: Maling di Medan Curi Besi Cor Kuburan

F menggondol minyak goreng, beras, dan tabung gas. Jumlah yang dia angkut cukup banyak. Barang-barang curian itu diangkut ke kediamannya di Meunasah Capa Utara.

Akan tetapi F maling amatiran, aksinya secepat kilat diketahui pemilik toko. Pada kamis (7/3/2023) F diringkus aparat penegak hukum. Setelah serangkaian proses hukum, kasusnya pun dilimpahkan kepada Kejaksaan Negeri Bireuen.

Di tingkat kejaksaan, tindakan kriminal tersebut diselesaikan melalui cara restorative justice. Tersangka dan perweakilan pemilik nimimarket dipertemukan untuk mencari kata sepakat berdamai. Setelah melalui tahapan komunikasi mandalam, pada Kamis (18/1/2024), pemilik kedai memaafkan F. Semua barang dikembalikan.

Proses restorative justice kasus pencurian oleh pemuda Bireuen itu dipimpin oleh Kasi Pidum Dedi Maryadi, S.H., M.H., didampingi Aditya Gunawan, S.H., M.H., selaku Jaksa Fasilitator dan dihadiri kedua pihak korban dan tersangka, termasuk keluarga dan perangkat gampong.

Perbuatan yang dilakukan tersangka sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 362 KUHPidana dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara.

“Keduanya sepakat berdamai setelah dimediasi oleh Jaksa Fasilitator pada Kejari Bireuen dengan tanpa syarat dan tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya,” sebut Dedi Maryadi.

Setelah proses restorative justice tercapai, pihak Kejari Bireuen akan melaporkannya ke Kejaksaan Tinggi Aceh. Selanjutnya akan dilakukan ekspos bersama Jam Pidum, agar mendapatkan persetujuan penghentian. Kasus ini merupakan perkara pertama yang dilakukan upaya pengehentian penuntutan oleh Kejari Bireuen di tahun 2024.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here