Sejumlah Proyek MYC Terancam Tak Tuntas Akibat SILPA Tak di-Top Up

Suatu ketika kala Gubernur Aceh Nova Iriansyah roadshow memantau progres proyek MYC. Saat ini sejumlah proyek terancam selesai karena kekurangan anggaran, bersebab tidak dimasukkan SILPA 2020 dan 2021 dalam APBA-P 2022. Foto: Dikutip dari Beritakini.co
Suatu ketika kala Gubernur Aceh Nova Iriansyah roadshow memantau progres proyek MYC. Saat ini sejumlah proyek terancam selesai karena kekurangan anggaran, bersebab tidak dimasukkan SILPA 2020 dan 2021 dalam APBA-P 2022. Foto: Dikutip dari Beritakini.co

Dalam Kebijakan Umum Daerah-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBA-Perubahan tahun 2022, Pemerintah Aceh tidak melakukan top up SILPA tahun 2020 dan 2021 proyek Multi Years Contract (proyek MYC). Dengan demikian, sejumlah paket proyek termasuk ruas jalan Peureulak-Lokop- Batas Gayo Lues, terancam tak tuntas seperti rencana awal.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Aceh Mawardi,S.T, Senin (5/9/2022) kepada Komparatif.id menyebutkan pelaksanaan sejumlah proyek yang dibiayai melalui mekanisme MYC mengalami kendala dalam realisasinya.

Kendala pertama yaitu terlambatnya penandatanganan kontrak kerja, bahkan ada yang harus dilelang ulang karena pemenangnya tidak mencukupi batas minimal kemampuan dasar (kd).

Mawardi mencontohkan, proyek pekerjaan peningkatan jalan Peureulak-Lokop-Batas Gayo Lues, yang terbagi dalam tiga segmen, memiliki berbagai kendala dari awal. Segmen 2 dan 3 baru diteken kontraknya pada tahun 2021. Sedangkan segmen 1 harus dilelang ulang disebabkan perusahaan yang memenangkan tender tidak mencapai kd. Kontrak untuk pemenang tender segmen 1 diteken pada akhir 2021.

Demikian juga di proyek-proyek MYC lainnya yang progresnya tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan target yang telah ditetapkan di dalam Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh tentang Pekerjaan Pembangunan dan Pengawasan Beberapa Proyek Melalui Penganggaran Tahun Jamak (Multi Years) Tahun Anggaran 2020-2022.

Karena persoalan-persoalan seperti yang sudah dijelaskan, seharusnya dilakukan addendum kontrak. Tapi hal itu tidak dilakukan. Dengan demikian waktu yang telah ditetapkan terus berjalan seakan-akan tidak terjadi apa-apa di permulaan pelaksanaan proyek pada tahun 2020.

Penyerapan anggaran tahun 2020 untuk 12 paket proyek peningkatan jalan, hanya sempat dilakukan penarikan Uang Muka Kerja (UMK) pada sembilan paket pekerjaan sebesar Rp173.428.819,00, dan sisanya Rp 186.866.788.665 menjadi SILPA.

Tahun 2021 anggaran yang terserap untuk 12 proyek MYC tersebut RP624.619.242.556,00, dan Rp311.050.084.643,00 menjadi SILPA.

Pihak PUPR Aceh berharap SILPA itu dapat dimasukkan dalam APBA-Perubahan tahun 2021. Namun APBA-P 2021 tidak terjadi. Dengan demikian SILPA tahun 2020 tidak di-top up.

Saat ini, dana yang masih kurang untuk menuntaskan proyek-proyek tersebut Rp208.859.628.350,00—angka tersebut tidak termasuk paket pekerjaan peningkatan jalan Nasreuhe-Lewak-Sibigo, yang deviasinya sangat besar, sehingga tertutup peluang dapat dituntaskan sesuai dengan rencana.

“Dari 12 paket kegiatan itu ada yang penyedia jasa (rekanan) bekerja dengan bagus. Meskipun ada kekurangan anggaran, tidak begitu besar. Misal ruas Jantho-Lamno yang hanya kurang sekitar Rp10 juta rupiah,” kata Mawardi.

Demikian juga ruas Blangkeujren-Tongra-batas Aceh Barat Daya yang hanya kekurangan anggaran Rp500 juta. Proyek ruas Pining-Blangkeujren, sinabang Sibigo, dan Trumon-Batas Singkil juga demikian, kekurangan anggaran tidak begitu besar. Proyek-proyek itu berhasil mencapai target yang direncanakan, sehingga deviasinya sangat kecil.

Sementara paket pekerjaan ruas Nasereuhe-Lewak-Sibigo, tidak mungkin dilanjutkan karena terjadi wanprestasi.

“paket peningkatan jalan Nasereuhe-Lewak-Sibigo terjadi deviasi yang sangat besar. Saat ini kami sedang menyelesaikan administrasi pemutusan kontrak. Sisa uang Rp60 miliar bisa digeser ke proyek lain yang masih membutuhkan dukungan dana,” jelas Mawardi.

Untuk pelaksana proyek tersebut akan diberlakukan hukum kontrak, yaitu denda dan sebagainya.

Kelangkaan minyak juga ikut berdampak pada proges pembangunan proyek MYC.

Usulkan Top Up SILPA Dalam APBA-P 2022
Mawardi menerangkan, untuk proyek-proyek yang progresnya on going, tapi terkendala karena berbagai hal, pihaknya telah mencoba mengusulkan dilakukan top up dengan anggaran yang bersumber dari SILPA tahun 2020 dan 2021.

“Kami sudah sampaikan ke Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA). PUPR Aceh mengusulkan agar SILPA 2020 dan 2021 di-top up ke dalam APBA-P tapi sepertinya belum ada jalan keluar,” terang Mawardi.

Pengakuan Mawardi tentu bukan isapan jempol belaka. Dalam Telaah Staf Nomor: 5/TS/PUPR/2022, tanggal 28 Juli 2022, yang ditujukan kepada Sekretaris Daerah Aceh selaku Ketua TAPA, Mawardi telah mengajukan permohonan penggunaan dana SILPA tahun anggaran 2020 dan 2021 pada kegiatan MYC Dinas PUPR.

Pada bagian kesimpulan, poin 4, Mawardi menyebutkan: Ketersediaan anggaran harus terpenuhi sebagaimana tertuang dalam MoU yang telah disepakati bersama agar tidak terjadi permasalahan hukum di kemudian hari.

Pada pon 2 bagian alternatif solusi, Mawardi kembali menegaskan; pemenuhan nilai kontrak MYC pada APBA-Perubahan tahun 2022 dilakukan pembahasan bersama antara pemerintah Aceh dan DPRA.

Tak Berani Melanggar
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Aceh Teuku Ahmad Dadek, kepada Komparatif.id mengatakan penempatan anggaran untuk proyek MYC dilakukan sesuai dengan kesepakatan dalam MOU antara Pemerintah Aceh dan DPRA tahun 2020. Pihaknya tidak berani melanggar komitmen bersama tersebut.

“Uang kami taruh per tahun sesuai MoU, kami tidak berani melanggar,” terang Dadek yang meminta Komparatif.id bertanya lebih lanjut kepada Kepala Dinas PUPR Aceh.

Atensi dari BPKP Perwakilan Aceh
Kepala Perwakilan Aceh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)Indra Khaira Jaya, dalam suratnya bertanggal 24 November 2021, perihal :Atensi Perubahan Anggaran dan Waktu Pelaksanaan Pekerjaan Tahun Jamak (MYC), menyebutkan terhadap rencana top up dana yang berasal dari SILPA tahun 2020 dan tahun 2021 ke tahun anggaran 2022 pada Dinas PUPR Aceh dan Dinas Pengairan Aceh, dapat memperhatikan beberapa hal.

Pertama, Kuasa Pengguna Anggaran agar membuat justifikasi teknis terkait kondisi lapangan saat mulai penandatanganan kontrak, hambatan-hambatan pekerjaan di tahun 2020 dan tahun 2021, sehingga berdampak pagu anggaran yang tersedia tidak terserap dan menimbulkan SILPA.

Kedua, rencana top up dana dari SILPA mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor n12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, pasal 155 huruf g, yang menyatakan bahwa SILPA tahun sebelumnya dapat digunakan untuk tahun berjalan untuk mendanai kegiatan yang capaian sasaran kinerjanya ditingkatkan dari yang telah ditetapkan dalam DPA SKPD tahun anggaran berjalan, yang dapat diselesaikan dampai batas akhir penyelesaian pembayaran dalam tahun anggaran berjalan.

Ketiga, terhadap perubahan capaian serapan anggaran tahun 2021 dan rencana top up dana ke tahun 2022 dari SILPA tahun 2020 dan tahun 2021, kepala SKPA terkait agar berkoordinasi dengan Gubernur Aceh dan Dewan Perwakilan Aceh.

Atensi dari BPKP Perwakilan Aceh diterbitkan, berdasar surat Sekretaris Daerah Aceh Nomor: 620/18955, tanggal 2 November 2021, perihal: Permohonan Pendapat Hukum Perubahan Anggaran dan Waktu Pelaksanaan Pekerjaan Tahun Jamak (MYC) Tahun 2021.

Lalu, akankah sejumlah proyek MYC yang telah dilaksanakan, tidak selesai seperti rencana awal? Bila itu terjadi, bagaimana dengan nasib masyarakat yang telah menaruh harapan besar pada proyek yang sempat gegap gempita disebut sebagai torehan prestasi luar biasa. Haruslah rakyat kecil di pedalaman kembali menelan rasa kecewa?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here