Komparatif.ID, Jakarta– Presiden ke-6 Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), memberikan tanggapannya terkait dengan beberapa pernyataan dan isu politik yang sedang beredar.
Melalui akun Twitter pribadinya pada Minggu (29/5/2023), SBY mengungkapkan pendapatnya terkait pernyataan Profesor Denny Indrayana tentang rencana Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menetapkan Sistem Proporsional Tertutup dalam Pemilu 2024. mengakui bahwa Profesor Denny Indrayana yang merupakan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM yang kredibel serta ahli dalam bidang hukum.
Oleh karena itu, Presiden Ke-6 RI itumerasa perlu memberikan tanggapannya terkait sistem pemilu yang akan diputuskan oleh MK dan kemungkinan Partai Demokrat diambil alih oleh Kepala Staf Presiden Moeldoko.
Baca juga: IPM Aceh 2022 Peringkat 4 Terbaik di Sumatra
Selain itu, SBY juga mengomentari kemungkinan PK Moeldoko mengambil alih Partai Demokrat melalui proses hukum di Mahkamah Agung (MA).SBY menilai pernyataan Denny Indrayana harus ditanggapi serius karena kredensinya di bidang hukum.
Menurut mantan Presiden itu, jika pernyataan Profesor Denny Indrayana tersebut dapat dipercaya bahwa MK akan menetapkan Sistem Proporsional Tertutup sebagai pengganti Sistem Proporsional Terbuka yang berlaku saat ini, hal ini akan menjadi isu besar dalam dunia politik di Indonesia.
SBY mempertanyakan tiga hal terkait sistem pemilu yang akan diputuskan oleh MK. Pertama, apakah ada kegentingan dan kedaruratan yang menyebabkan perubahan sistem pemilu ketika proses pemilu sudah dimulai? SBY mengingatkan bahwa Daftar Caleg Sementara (DCS) baru saja diserahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), sehingga perubahan sistem pemilu di tengah jalan dapat menimbulkan kekacauan politik.
“Apakah ada kegentingan & kedaruratan sehingga sistem pemilu diganti ketika proses pemilu sudah dimulai? Ingat, DCS (Daftar Caleg Sementara) baru saja diserahkan kepada KPU. Pergantian sistem pemilu di tengah jalan bisa menimbulkan “chaos” politik,” tweet SBY.
Lebih lanjut ia menyebut bahwa wewenang MK seharusnya adalah menilai apakah sebuah Undang-Undang bertentangan dengan konstitusi, bukan menentukan UU mana yang paling tepat.
SBY: MK Tidak Punya Argumen Kuat
SBY juga mengatakan MK tidak memiliki argumentasi kuat yang menunjukkan bahwa Sistem Pemilu Terbuka bertentangan dengan konstitusi, sehingga harus diganti menjadi Tertutup. Mantan Ketum Demokrat yang akrab disapa Pepo oleh keluarganya ini mengingatkan bahwa semua lembaga negara, termasuk Presiden, DPR, dan MK, harus akuntabel dan bertanggung jawab kepada rakyat.
Ketiga, ia juga menyampaikan bahwa penetapan undang-undang mengenai sistem pemilu seharusnya berada di tangan Presiden dan DPR, bukan di tangan MK. Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu berpendapat bahwa Presiden dan DPR harus memiliki suara dalam hal ini. Mayoritas partai politik juga telah menyampaikan sikap penolakan terhadap perubahan sistem terbuka menjadi tertutup, dan suara mereka harus didengar.
SBY meyakini bahwa dalam menyusun DCS, partai politik dan calon legislatif telah mengasumsikan bahwa sistem pemilu tidak akan diubah dan tetap menggunakan sistem terbuka. Jika terjadi perubahan di tengah jalan oleh MK, hal ini akan menjadi masalah serius. KPU dan partai politik harus siap menghadapi “krisis” ini dan berharap agar hal ini tidak mengganggu pelaksanaan pemilu 2024, mengingat kepentingan rakyat
Pandangan SBY adalah untuk tetap menggunakan Sistem Proporsional Terbuka dalam pemilu 2024. Setelah pemilu 2024, ia berharap Presiden dan DPR dapat duduk bersama untuk mengevaluasi sistem pemilu yang berlaku dan mempertimbangkan kemungkinan penyempurnaan menjadi sistem yang lebih baik. Ia juga mengajak untuk mendengarkan suara rakyat dalam proses tersebut.