Sahur di Sate Sagobi Lhokseumawe

Sate Sagobi
Mantan aktivis mahasiswa Umuslim Senin dinihari (18/3/2024) bernostalgia di Sate Sagobi, Lhokseumawe. Foto: Dok. Dili Munanzar.

Sate Sagobi Lhokseumawe telah menjadi duta sate Geurugok di bekas ibukota Aceh Utara. Dili Munanzar yang menjadi manager di sana, merupakan alumnus Universitas Almuslim yang telah jatuh bangun dalam dunia bisnis di akar rumput.

Universitas Almuslim pernah menjadi tempat kuliah anak muda revolusioner, yang berasal dari berbagai desa pedalaman di Aceh. Khususnya dari Aceh Utara dan Bireuen. Mereka semuanya pernah dihumbalang konflik bersenjata antara GAM dan Pemerintah Indonesia.

Ada amarah yang dibawa ke kampus. Bertemu dengan dunia pendidikan tinggi, membuat sebagian sembuh dari trauma perang. Universitas Almuslim sesuai dengan logonya matahari terbit, telah menjadi kawah candradimuka; tempat healing terbaik; termurah, untuk mengubah amarah menjadi energi positif. Dari anak-anak muda yang membawa luka dan kemarahan, menjadi sarjana yang penuh motivasi.

Baca: Bireuen, Kota Kuliner yang Serba Lezat 

Minggu (17/3/2024) saya menjemput teman seangkatan di Umuslim. Dia telah bermukim di Gampong Sagoe Peusangan. Saya menjemput pria jenaka itu setengah jam jelang berbuka puasa.

Usai Tarawih di Masjid Cot Ara, Kutablang, saya, Desrianto (Dian Mastur) Amirullah, dan Mas Edi (Delon/Rohit) bergerak ke Lhokseumawe. Tujuan kami beranjangsana ke Sate Sagobi yang dikelola oleh Dili Munanzar.

Dili merupakan putra pertama seorang desertir tentara yang berjuang bersama Gerakan Aceh Merdeka. Dalam usia remaja, sang ayah syahid di medan perang. Dili, adik dan ibu mereka berjuang hidup di tengah ketidakpastian kondisi saat itu.

Dili sangat berbakat dalam bisnis. Sejak kuliah dia telah menunjukkan bakat itu. Banyak hal dia ageni sembari kuliah. Banyak sub-sub kegiatan kampus yang ia jadikan mesin uang. Mulai pengadaan snack, makan siang, sewa tenda, hingga lainnya.

Masa Orientasi Studi Kampus (MOSKA) merupakan musim paling produktif bagi kami. Saya sendiri fokus pada jasa penulisan dan penggandaan buku panduan, Dili dan Dian di bagian tenda, Amir bidang keamanan, dan Edi sibuk urusan lainnya.

Setelah lulus kuliah Dili terjun langsung dalam bisnis lebih nyata. Menjadi pengepul botol, pengepul jeruk nipis, membuka rumah makan, pedagang keliling hingga berjualan pakaian.

Ia jatuh bangun dalam semua bisnis itu. Berkali-kali ditikam kekalahan dalam bisnis yang digeluti. Tapi Dili tidak menyerah.

Berkat ketekunannya memompa semangat, akhirnya ia berjodoh bisnis dengan owner Sate Sagobi Geurugok, Bireuen. Dari pertemuan itu pada beberapa tahun lalu, hingga kini kemitraan mereka langgeng. Bisnis kuliner Sate Sagobi kian berkibar.

Sate matang yang dijual di Sagobi menghadirkan rasa sate otentik. Khas Geurugok tetap ditampilkan dalam bentuk siraman kecap manis di atas daging saat sedang dipanggang di atas bara. Kuah soto semerbak dengan warna khas, serta rasanya yang aduhai.

Kehadiran Sate Sagobi di Kota Lhokseumawe telah memudahkan warga kota itu tatkala ingin menyantap sate. Mereka tidak perlu lagi ke Geurugok atau ke Matangglumpangdua. Cukup datang ke Sate Sagobi di Jalan Ramli Ridwan di Samping Stadion Tunas Bangsa Kota Lhokseumawe. 

Soal rasa tak perlu diragukan. Sate Sagobi layak dapat bintang lima. Enak, higienis, dan otentik.

Tatkala kami tiba ke Sate Sagobi, malam telah larut. Kami berbincang sembari melempar joke dan kisah-kisah lucu masa lalu saat masih kuliah. Juga cerita-cerita kecil di dunia kerja masing-masing. Pusat cerita tentu tentang masa-masa Desrianto menjadi tenaga ahli di DPRA. Banyak kisah lucu kala ia menjadi orang penting di sekretariat Parlemen Aceh.

Dian menjadi tenaga ahli dari hulu ke hilir. Mengurus banyak hal, termasuk timses saat pemilu 2019.

Seusai pemilu ia harus pulang kampung. Seluruh jerih payah ludes karena kandidatnya kalah bersaing. Ia sempat terpukul, tapi kemudian bangkit lagi.

Dian memulai lagi dari nol. Berbekal becak yang dibeli di Langsa, ia kini melayani transport dalam Kota Bireuen. Di dunia perbecakan, ia ditunjuk sebagai koordinator.

Pada Pemilu 2024, ia kembali jadi timses. Tapi bukan lagi pemain kunci. Ia mengorganisir tukang becak, kelompok perempuan, dan liaison officer untuk beberapa hal.

Lain lagi cerita Amirullah. Saat pemilu 2024 ia bekerja sebagai KPPS di kampungnya. Sebagai penyelenggara ia harus netral. Ia tak memberi ruang kepada siapapun berbuat curang.

Mas Edi punya pengalaman panjang dalam dunia perbankan dan pemberdayaan. Dirinya seusai berhenti bekerja di bank, aktif bekerja sebagai pendamping program Kementerian di tingkat daerah. Banyak kisah menarik yang ia sampaikan. Intinya mengundang tawa renyah pada Senin dini hari (18/3/2024).

Pertemuan lepas kangen itu kami akhiri dengan santap sahur bersama sajian sate khas Geurugok di Sagobi. Masing-masing kami begitu menikmati hidangan khas tersebut.

Artikel SebelumnyaTeungku Hafidh: H. Mukhlis Berdarah Keluarga Ulil Amri
Artikel SelanjutnyaPW Syarikat Islam Aceh Gelar Sunatan Massal
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here