RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan Tanpa Kepastian

RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan Tanpa Kepastian Manajer Riset Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) Akmaluddin Rachim. Foto: Komparatif.ID/Rizki Aulia Ramadan.
Manajer Riset Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) Akmaluddin Rachim. Foto: Komparatif.ID/Rizki Aulia Ramadan.

Komparatif.ID, Jakarta— Manajer Riset Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) Akmaluddin Rachim mengungkapkan nasib Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) tanpa kepastian meski masuk Program Legislasi Nasional Prioritas (Prolegnas) sejak 2019 lalu.

“RUU EBT pada prinsipnya sudah dibahas dan sudah masuk Prolegnas sejak 2019. Tetapi kita lihat faktanya hingga saat ini belum diundangkan, apalagi bila kita bandingkan dengan proses pembentukan UU yang lain,” ungkap Akmaluddin dalam diskusi Nasib RUU EBET di Ujung Masa Jabatan DPR RI, Jumat (26/7/2024).

Akmaluddin memaparkan RUU EBET, yang awalnya bernama RUU Energi Baru Terbarukan mengalami perubahan nama selama hingga empat kali pada proses harmonisasi di DPR. Ia menyebut perubahan sarat akan kepentingan tertentu.

Peneliti PUSHEP itu juga mempertanyakan efektivitas keterlibatan masyarakat saat pembahasan. Menurutnya, meski DPR melibatkan berbagai elemen masyarakat, perguruan tinggi, asosiasi, dan pemangku kepentingan lainnya, partisipasi tersebut perlu dievaluasi apakah hanya jadi formalitas belaka.

Akmaluddin menyoroti tempat pelaksanaan rapat penyusunan RUU EBET yang beberapa kali dilakukan di luar gedung DPR, seperti di Hotel Sheraton. Ia mengkritik pembahasan di luar gedung DPR mengurangi akses dan pengawasan masyarakat.

“Rapat penyusunan RUU EBT itu banyak dilakukan di dalam gedung DPR dan juga luar gedung DPR, seperti yang tercatat pembahasan RUU EBT tiga kali dilaksanakan di hotel Sheraton. Jika pembahasan dilakukan di luar gedung DPR itu partisipasi masyarakat akan sulit untuk melakukan pemantauan atau pengawasan,” lanjutnya.

Baca juga: Memperkuat Politik Energi Aceh

Monitoring PUSHEP sejak 2022 menunjukkan DPR pernah menjanjikan pengesahan RUU EBET pada tahun tersebut. Namun kenyataannya, pada 2022 RUU ini masih berada dalam tahap harmonisasi.

Pada 2023, PUSHEP memperkirakan pembahasan RUU EBET akan molor dan tidak akan selesai, terutama karena 2023 merupakan masa kritis jelang pemilu yang mengakibatkan konsentrasi DPR terpecah.

“Sejauh pantauan kami pembahasannya akan molor, akan tidak selesai di tahun 2023, apalagi di tahun 2023 itu masa masa kritis dalam proses demokrasi di indonesia, tentu konsentrasi DPR akan pecah,” lanjutnya.

Terkini pada 2024 Akmaluddin mengatakan PUSHEP menemukan masih ada dua aspek penting yang belum dibahas, yaitu Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dan power wheeling.

Isu power wheeling sempat terjadi tarik ulur antara perwakilan pemerintah yang awalnya tidak menyetujui masukan terkait power wheeling, namun belakangan isu ini malah kembali dibahas.

Akmaluddin mempertanyakan prioritas DPR menyelesaikan RUU EBET. Apakah DPR akan mendahulukan pengesahan RUU ini agar pengembangan dan pemanfaatan energi baru terbarukan dapat segera dilakukan meskipun masih ada problem kecacatan dan permasalahan, atau menunggu hingga RUU ini benar-benar sempurna materinya.

“Apakah akan mendahulukan RUU EBET supaya penyembangan dan pemanfaatan energi baru itu bisa dilakukan meskipun ada problem kecacatan, atau mau menahan sampai bener bener sempurna materinya,” pungkasnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here