Komparatif.ID, Banda Aceh—Hasbi Burman, pria gaek seniman otodidak meninggal dunia pada Senin malam (11/3/2024). Presiden Rex Hasbi Burman menutup mata di tatkala umat Islam di seluruh dunia baru saja bertemu Ramadan.
Hasbi Burman, pria kelahiran 1944 di Lhok Buya, Calang –saat ini ibukota Kabupaten Aceh Jaya, menutup mata setelah kalah melawan penyakit diabetes yang ia derita selama bertahun-tahun.
Kabar duka tersebut merayap pelan. Di linimasa Facebook, pengumuman meninggalnya Hasbi Burman ditulis oleh Jabal Sab, seorang wiraswastawan yang bermukim di Banda Aceh.
Kabar tersebut diperkuat oleh Medyahus, seorang seniman tutur yang bergabung dalam Majelis Seniman Aceh (MaSA).
Saat Komparatif.ID memvalidasi informasi tersebut di dalam group Whatsapp MaSA, Medyahus membenarkan. Ia diberitahu oleh putra almarhum Hasbi Burman.
“Benar, tadi malam setelah tarawih ditelepon saya oleh anaknya. Hari ini dikebumikan,” sebut Medyahus, Selasa (12/3/2024).
Semasa hidupnya, Hasbi Burman merupakan seorang seniman otodidak. Ia gemar menulis puisi sembari menjalankan tugasnya sebagai tukang parkir di Rex Peunayong, Banda Aceh. Perihal seperti apa ia berkiprah sebagai seorang penulis puisi, dapat dibaca di artikel Hasbi Burman, Penyair di Tepian Sebuah Zaman.
Berkat kepedulian teman-temannya, antologi puisinya telah diterbitkan pada 2019 oleh Nuansa Cendekia, Bandung. Di dalam buku antologi tersebut, dimuat 107 puisi yang pernah ditulis oleh Hasbi.
Di dalam antologi tersebut memuat puisi bertajuk Lhok Buya Suatu Ketika. Ia menulis tentang kampung halamannya.
Di lantai atas kedai kelontong
Aku menulis ingatan
Kubedah hati rindu
Puspa ragam angin merajalela
Luka memang sangat terasa
Membahas diri sendiri
Antara sayup pekik monyet di atas bakau
Gemericik sungai kedengaran semakin resah
Dayu pungguk rindu yang tinggi
Senandung aku membuai rindu yang jauh.
Di Lhok Buya aku belajar goda-menggoda
Mempasarkan diri agar berarti
Tak juga sampai
Ya Allah, aku tidak siapa-siapa
Yang mau memberi cinta
Di atas lantai kedai kelontong
Tempat aku menumpang tidur
Dan kawan-kawan puspa ragam
Menimbun duka di atas luka
Sambal kecewa kubuka jendela
Di luar malam semakin tua.
Lhok Buya, 7 Desember 1070.