Pada 2023, Potensi Kerugian Akibat Korupsi di Aceh Capai Rp172 M!

Pada 2023, Potensi Kerugian Akibat Korupsi di Aceh Capai Rp172 M Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian. Foto: Komparatif.ID/Fuad Saputra.
Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian. Foto: Komparatif.ID/Fuad Saputra

Komparatif.ID, Banda Aceh— Sepanjang 2023, potensi kerugian negara akibat korupsi di Aceh mencapai Rp172.280.668.252. Total kerugian tersebut berasal dari 32 kasus yang telah ditetapkan tersangkanya oleh Kejaksaan atau Kepolisian.

“Berdasarkan hasil audit penyelidikan, dari 32 kasus yang ditangani potensi kerugian negara mencapai 172 miliar rupiah,” ujar anggota Badan Pekerja Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Munawir, pada konferensi pers tren penindakan kasus korupsi tahun 2023 di kantor MaTA, Jumat (5/1/2024).

Munawir menjelaskan dari 32 kasus yang ditangani pada 2023, aparat penegak hukum (APH) menetapkan 79 tersangka. 28 kasus ditangani Kejaksaan, sementara empat kasus ditangani Kepolisian.

“Makanya agak sedikit berbeda dengan paparan Polda beberapa waktu lalu, yang menyebut ada enam kasus yang ditangani pada 2023, berdasarkan temuan kami hanya empat,” lanjut Munawir.

Berdasarkan temuan MaTA, empat kasus yang ditangani Polda Aceh yaitu; korupsi pembangunan RS Regional Aceh Tengah, korupsi pengadaan wastafel Dinas Pendidikan Aceh, korupsi pengadaan lahan Zikir Nurul Arafah Islamic Center di Gampong Ulee Lheue, dan kasus korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Gampong (APBG) Baro Kunyet, Pidie.

Lebih lanjut, Munawir menjelaskan dari 32 kasus korupsi yang ditangani tersangka didominasi oleh unsur swasta 25 orang, disusul pejabat pengadaan 17 tersangka, aparatur sipil negara (ASN) 22 tersangka, serta kepala desa dan aparatur desa 10 tersangka.

Baca juga: MaTA: Di Era Firli Bahuri, KPK Tak Berguna untuk Negara

Koordinator MaTA Alfian mengatakan, Dana Desa dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) dua sumber anggaran yang paling sering dikorupsi karena lemahnya pengawalan.

Dari 32 kasus, 15 diantaranya berasal dari anggaran APBK, sementara penyelewengan dana desa mencapai enam kasus, lalu APBA dan APBN masing-masing lima kasus.

“Satu kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan buku Adat Istiadat Aceh di MMA (Majelis Adat Aceh) masih menunggu hasil audit dari inspektorat makanya belum kami masukkan,” terang Koordinator MaTA

Alfian menjelaskan berdasarkan temuan MaTA, tren potensi korupsi pada 2023 bergeser ke Pemerintah Kabupaten dengan 13 kasus korupsi yang terjadi di lembaga Pemkab. Ia juga menyebut, dana desa masih rawan diselewengkan berkaca dari dari enam kasus yang melibatkan unsur aparatur gampong.

Meski begitu, Alfian menekankan kasus kasus korupsi di Aceh serupa gunung es. 32 kasus yang ditangani APH menurutnya belum menggambar seluruh kondisi yang terjadi. Apalagi kasus-kasus yang sudah berlangsung sejak lama terus berjalan tanpa kepastian.

“Berkaca dari kasus korupsi beasiswa dan wastafel yang hingga kini belum selesai, kita berharap pemberantasan korupsi bukan hanya menyasar kelas bawah, jangan sampai hukum bisa dikendalikan orang politik, pemilik modal, atau penguasa,” tegas Alfian.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here