Komparatif.ID, Jakarta– Pilar ekonomi Indonesia 50% lebih ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Oleh karena itu, kuat menghadapi tekanan ekonimi global 2023. Demikian disampaikan Ketua Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Fajar Hirawan,Kamis (24/11/2022).
Dalam diskusi bertajuk “Efek Ekonomi G20 di Indonesia: Melihat Opportunity Investasi”, Fajar Hirawan mengatakan ekonomi dalam negeri akan aman dari tekanan ekonomi global pada 2023.
Baca juga: PT Indo Cafco Dukung Petani Aceh Utara Kembangkan Kopi
Menurutnya, terdapat faktor internal yang membuat pilar ekonomi domestik Tanah Air kuat. Ekonomi Indonesia ditopang lebih dari 50% oleh konsumsi rumah tangga. Pascapandemi masyarakat membelanjakan uangnya baik untuk konsumsi dan investasi, dari yang sebelumnya selama pandemi tertahan.
Fajar juga menjelaskan, ekonomi nasional masih beruntung karena Indonesia masih mengekspor barang-barang bersifat ekstraktif seperti sawit, batu bara dan lain-lain.Harga komoditas tersebut saat ini sedang level tinggi di pasar dunia.
Dampak penyelenggaraan KTT G20 yang telah menghasilkan beberapa kesepakatan menguntungkan bagi Indonesia. “Poin penting lainnya dari pertemuan G20 ini ialah fokus menciptakan stabilitas di kawasan atau di dunia secara umum, itu kemudian akan berpengaruh pada stabilitas ekonomi di masing-masing negara, dan Indonesia berhasil dalam konteks menggaungkan pentingnya kerja sama ekonomi di dunia internasional,” katanya.
Akademisi Universitas Islam Internasional Indonesia ini menambahkan pertemuan G20 memberikan penguatan dalam melakukan sinergi dan kerjasama pada berbagai negara untuk menghadapi tantangan ekonomi global yang dinilai semakin beragam.
”Adanya kesepakatan seperti Pandemic Fund, meskipun nilainya belum terlalu besar, yakni sekitar 1,5 miliar USD. Dan Indonesia sendiri menyumbang sekitar 50 juta USD, namun ini merupakan starting point yang bagus,” imbuhnya.
Praktisi Keuangan dan Investasi Benny Sufami yang didapuk menjadi pembicara kedua pada diskusi tersebut menganalisa bahwa tantangan ekonomi pada 2023, selain menimbulkan tekanan, juga menghasilkan peluang ekonomi.
“Kita sudah pernah mengalami krisis pada 1998, 2008, 2020, dan kita mampu melewatinya. Ke depan, tentu memiliki peluang, apalagi tahun 2024, di Indonesia ada pemilu, yang kemudian menjadi tenaga baru untuk bursa saham kita bisa mengalami kenaikan kembali. Ini, kalau kita cerna dengan baik adalah waktu yang baik untuk investasi dengan melihat profil risiko masing-masing,” katanya.
Berdasarkan data di lapangan, para investor ritel menyambut positif perhelatan G20. “Saya pikir kondisi kita lagi bagus. Saya yakin Indonesia akan melewati situasi gelap. Sebab pengendalian inflasi kita masih terbilang baik, sekitar 5,7%. Kalau saya sebut, ini merupakan memontum, yang sebelumnya di 2019-2020 agak tersendat karena faktor pandemi, saat ini merupakan waktunya untuk mengalokasikan investasi,” tuturnya.
Mencermati situasi ekonomi Indonesia 2023 yang dianggap “gelap” oleh sebagian pihak, Benny malah melihat ekonomi pada 2023 justru bisa menguntungkan para investor lokal bila disikapi dengan bijak. “Dalam sudut pandang ekonomi, selalu ada peluang, begitu juga ekonomi Indonesia pada 2023. Namun, investor harus melakukan penjajakan terlebih dahulu dengan melakukan investasi yang disiplin, bertahap, dan memahami risiko dan opportunity-nya. Ini yang mesti dipelajari lebih lanjut,” ujarnya.
Untuk meminimalisir kerugian, Benny menegaskan, para investor perlu memahami literasi keuangan dengan baik. “Ini harus menjadi dasar kita, selalu saya sebutkan di setiap perbincangan bahwa untuk memulai investasi, maka investor harus mengetahui profil diri sendiri. Lalu kita mesti kenali antara kebutuhan dan keinginan, sehingga kita dapat melakukan evaluasi keuangan. Dan tentunya untuk mencegah investasi ilegal, kita harus terapkan 2L (legal dan logic) demi menghindari kerugian yang besar,” tegasnya.