Komparatif.ID, Banda Aceh— Puluhan perwakilan Bangsa Moro yang tergabung dalam Komite Layanan Sosial dan Pembangunan (Moro Transition Authority Committee on Social Service and Development) bertemu dengan Wali Nanggroe Aceh, Tgk. Malik Mahmud Al Haythar, pada Jumat (7/7/2023) di Meuligoe Wali Nanggroe, Aceh Besar.
Kabag Humas dan Kerjasama Wali Nanggroe, M. Nasir Syamaun MPA, menyatakan bahwa pertemuan tersebut merupakan kunjungan studi banding dari perwakilan Daerah Otonom Muslim Mindano, dengan tujuan mempelajari capaian dan masalah yang dihadapi Aceh sebagai daerah khusus dan istimewa di Republik Indonesia.
“Mereka yang hadir berjumlah 31 orang, terdiri dari anggota parlemen Bangsa Moro dan pimpinan organisasi dari setiap wilayah di Mindanao,” kata M. Nasir.
Delegasi Bangsa Moro disambut langsung oleh Wali Nanggroe, didampingi oleh Staf Khusus H. Kamaruddin Abu Bakar (Abu Razak), DR. M. Raviq, Rustam Effendi, dan Tuha Peut Wali Nanggroe Sulaiman Abda.
“Aceh memiliki banyak kesamaan dengan Bangsa Moro, baik dari segi alam maupun sejarah perjuangannya. Hanya saja, Aceh lebih maju dalam pembangunan,” kata Aida Macalimpas Silongan, pimpinan delegasi dan anggota Parlemen Bangsa Moro.
Aida mengungkapkan rasa terima kasih atas informasi yang dibagikan oleh Wali Nanggroe mengenai capaian yang telah dicapai dan kendala yang dihadapi.
“Kami berharap perkembangan kami akan sejalan dengan Aceh dalam waktu yang tidak terlalu lama, insya Allah,” tambah Aida.
Sementara itu, Wali Nanggroe menyatakan bahwa hubungan antara Aceh dan Moro telah terjalin sejak lama, yaitu sejak tahun 1986 di Libya.
“Moro telah mencapai perdamaian dengan Pemerintah Filipina dan membentuk parlemen mereka sendiri,” kata Wali Nanggroe.
Baca juga: Mengapa Ibukota RI Tidak di Papua? Tanya Anak Sorong
Ia menambahkan bahwa menerima kunjungan perwakilan Bangsa Moro merupakan suatu kehormatan, karena Aceh dan Bangsa Moro memiliki banyak kesamaan. Keduanya adalah bangsa pejuang yang menghadapi masalah yang sama, termasuk konflik yang berkepanjangan seperti yang pernah dialami Aceh.
“Apa yang terjadi di Aceh, seperti pencapaian perdamaian, kemajuan, dan kendala yang dihadapi, merupakan pelajaran bagi mereka. Begitu juga sebaliknya, apa yang telah mereka capai juga menjadi pelajaran bagi Aceh,” kata Wali Nanggroe.
Dalam pertemuan tersebut, perwakilan Bangsa Moro dan Aceh saling berdiskusi mengenai masalah yang dihadapi dan cara menghadapinya.
“Kita akan terus menjaga agar hubungan antara bangsa Aceh dan Bangsa Moro semakin kuat dan erat di masa depan,” kata Wali Nanggroe.
Wali Nanggroe juga berencana untuk melakukan berbagai kerjasama ke depannya, termasuk pertukaran pelajar dan kolaborasi di bidang lainnya.