Komparatif.ID, Banda Aceh—Penyimpanan arsip tidak seperti menyimpan kertas biasa. Butuh penanganan khusus, supaya tidak rusak. Selain harus disimpan di ruang berpendingin udara (air conditioner/AC) selama 24 jam, juga harus diberikan obat setiap enam bulan sekali.
Demikian disampaikan oleh Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh Dr. Edi Yandra, S.S.T.P.,M.S.P, Kamis (10/11/2022) siang, melalui Kepala Bidang Pengelolaan Arsip Drs. Zuhri,M.M.
Baca juga: Ingin Pinjam Buku di Pustaka Wilayah Aceh? Berikut Caranya
Zuhri menjelaskan semua dokumen yang sudah diverifikasi oleh petugas, disampul dengan kertas khusus yang dibuat untuk melindungi dokumen/arsip, demi merawatnya. Kertas tersebut tidak memiliki asam; pH di bawah 6.
“Penggunaan kertas tersebut sudah diatur di dalam Peraturan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pedoman Penggunaan Kertas untuk Arsip dan Dokumen Permanen,” terang Zuhri.
Arsip-arsip tersebut kemudian disimpan pada ruangan khusus berpendingin udara. Air conditioner harus hidup 24 jam setiap harinya.
Setiap enam bulan sekali, ruang penyimpanan tersebut harus dilakukan fumigasi. Kegiatan ini disebut fumigasi arsip, berupa tindakan preservasi kuratif terhadap faktor biologi atau organisme yang dapat merusak arsip.
Fumigasi arsip dilakukan dengan menggunakan fumigant di dalam ruangan kedap gas udara. Obat fumigasi yang digunakan merupakan produksi Jerman. Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh membelinya dari negara Jepang.
“Untuk fumigasi arsip, kami membutuhkan anggaran Rp100 juta untuk enam bulan sekali. Pemberian obat fumigasi sangat penting supaya arsip yang disimpan di Gedung Kearsipan Aceh tetap terjaga dengan baik,” terang Zuhri.
Arsip-arsip yang disimpan di Gedung Kearsipan Aceh, mayoritas merupakan dokumen arsip Setwilda Aceh. lembaran data berupa kertas tersebut, sudah masuk kategori arsip statis yang tidak dapat dimusnahkan. Peruntukan dan perawatannya merujuk pada Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.