Pengungsi Rohingya Ditolak Mendarat di Bireuen dan Aceh Utara

pengungsi rohingya, imigran rohingya, proxy war
Sejumlah pengungsi Rohingya yang nekat berenang ke darat, disuruh kembali ke perahu. Warga Pulo Pineung Meunasah Dua, Jangka, Kamis (16/11/2023) menolak menampung pengungsi yang muncul di pantai pada Subuh. Foto: Komparatif.Id/Kontributor.

Komparatif.ID, Banda Aceh—Para mafia human trafficking pasti terkejut. Para pengungsi Rohingnya yang didamparkan di pantai Gampong Pulo Pineung Meunasah Dua, Jangka, Bireuen, tidak bisa mendarat. Sejumlah pengungsi yang nekat melompat dan berenang ke darat, ditolak warga. Pelarian yang berasal dari Rakhine, Myanmar, dipaksa kembali ke boat.

249 pengungsi Rohingya yang terdiri dari laki-laki, perempuan, dan anak-anak, tiba-tiba muncul di pantai Pulo Pineung Meunasah Dua. Boat mereka oleng kiri dan kanan secara perlahan akibat disapu ombak Selat Malaka.

Berbeda dengan kehadiran pengungsi Rohingnya pada waktu sebelumnya, kedatangan mereka pada Kamis (16/11/2023) ditolak warga. Dengan berat hati, masyarakat tidak mau menerima para pengungsi itu mendarat. Warga membantu alakadar, seperti nasi, beras dan mi instan.

Baca: Mengapa Aceh Jadi Terminal Pengungsi Rohingya?

Keuchik Gampong Pulo Pineung Meunasah Dua Mukhtaruddin, kepada wartawan mengatakan penolakan terhadap kedatangan para pengungsi dari Rakhine tersebut, merupakan keputusan bersama warga. Bukan keputusan satu dua orang.

Mungkin karena marah tak diberikan kesempatan mendarat, sebagian pengungsi membuang beras dan mi instan ke laut. Warga tak peduli. Boat itu didorong kembali ke Selat Malaka. Warga menatap perahu yang mengangkut para pengungsi menuju timur Bireuen.

Perahu tersebut ternyata kembali berusaha mencapai tepian pantai Aceh. Nakhodanya mendaratkan boat tersebut ke Pantai Ule Madon, Muara Batu, Aceh Utara. Dalih yang diajukan kapal mereka rusak. Warga sempat mendaratkan pengungsi ke tepi pantai. Kapal yang rusak diperbaiki. Setelah selesai, pengungsi dikembalikan ke kapal dan disuruh berangkat.

Kapolres Kota Lhokseumawe AKBP Henki Ismanto, kepada wartawan mengatakan warga menolak menerima pengungsi tersebut. Alasan yang diajukan, selain karena tidak memiliki tempat penampungan, juga pengalaman dengan pengungsi yang datang sebelumnya. Manusia-manusia perahu yang coba diberikan ruang, bertindak sesuka hati. Tidak bisa diatur, dan tidak menghormati norma-norma budaya di tempat tersebut.

Pada bulan November 2023, sudah tiga kali pengungsi Rohingnya kembali menyambangi Aceh. Rombongan pertama mendarat di Gampong Kalee, Muara Tiga, Pidie, pada Selasa (14/11/2023) Jumlahnya 196 orang. Rombongan kedua tiba pada Rabu (15/11/2023). Jumlah mereka 174 imigran dan mendarat di Pasie Meurandeh, Batee, Pidie. Rombongan ketiga pada Kamis (16/11/2023) dengan jumlah pengungsi 249 orang. Mereka mencoba mendarat di Pulo Pineung Meunasah Dua, Jangka, Bireuen. Tapi warga menolak.

Pada Senin (16/10/2023) 36 imigran etnis Rohingnya dicampakkan ke tepian pantai Matang Pasie, Peudada, Bireuen. Pengungsi yang terdiri dari orang dewasa dan anak-anak, dicampakkan begitu saja ketika jelang Subuh. Warga menemukan mereka pada pukul 06.00 WIB.

Tak ada jejak kapal pengangut. Diduga mereka sengaja dibuang oleh sindikat perdagangan manusia, karena para pelaku human trafficking tahu masyarakat Aceh cepat iba dan segera memberikan pertolongan.

Benar saja, kehadiran pengungsi tersebut disambut oleh warga. Mereka dibawa ke meunasah dan diberikan makanan.

Pemerintah Bireuen mengangkut para pengungsi tersebut ke SKB di kawasan Cot Gapu. Di antara para pengungsi ditemukan ada yang mengantongi identitas sebagai refugee di Bangladesh. Diduga para pemegang ID card itu, merupakan pelarian dari pusat penampungan pengungsi Rohingya di Bangladesh.

Bagi warga Jangka, pada Maret 2022 punya pengalaman buruk dengan pengungsi Rohingya. Awalnya, warga dan aparatur desa Alue Buya Pasie, memberikan tempat penampungan sementara kepada 114 etnis Rohingnya yang mendarat di pantai mereka.

Namun dalam beberapa hari, timbul masalah. Rerata pengungsi tidak mau patuh menjaga kebersihan. Kemudian secara sosial, warga juga mulai kewalahan, karena harus menjadi panitia darurat menjaga para pengungsi, sementara mereka juga harus bekerja.

Setelah terjadi penolakan besar-besaran, akhirnya pengungsi itu dibawa ke luar gampong tersebut.

Ketika pengungsi  Rohingya itu ditampung di balai desa di pusat Kecamatan Jeumpa, beberapa di antaranya melarikan diri saat dijemput sindikat. Beberapa orang warga lokal ditangkap polisi karena terlibat dalam jaringan membawa lari pengungsi Rohingya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here