Pengaruh Syiah dalam Sastra Tulis dan Seni Tari Aceh

Syiah di Aceh
Ilustrasi karya sastra tulis.

Beberapa peneliti mengemukakan bahwa Islam yang pertama kali masuh ke Aceh beraliran Syiah. Tinggalan-tinggalan pengarush Syiah masih tersisa dalam bentuk tradisi. Bila digali lebih dalam, dalam bentuk sastra dan keilmuan juga punya pengaruh kuat Syiah.

Dalam jurnal Analisis, volume XI, berjudul Pengaruh Syiah Dalam Kehidupan Masyarakat Aceh (Refleksi Atas Hikayat Hasan Husen dan Nur Muhammad), Fakhriati menulis bahwa dua naskah klasik yang ia teliti yaitu naskah Kisah Hasan dan  Husain  dan  Nur Muhammad  yang  dikoleksi  oleh Teungku Ainul Mardhiah Teupin Raya, Geulumpang Tiga, Pidie, Aceh, merupakan karya sastra tulis bernuansa Syiah secara kental.

Perihal keontetikan naskah, Fakhriati menyebutkan, dari analisa fisik kertas yang digunakan untuk penulisan teks Kisah Hasan Husain seperti dapat disimpulkan bahwa naskah ini diproduksi sekitar abad XVI M. Selain itu, dari sisi tinta yang digunakan untuk menulis teks yang berwarna hitam dan sudah agak memudar, namun warnanya tidak berubah, menunjukkan bahwa tinta tersebut bukan tinta import dari Eropa.

Baca: 4 Burong Legendaris Dalam Mitologi Aceh

Berarti tinta untuk menulis karya bernuansa Syiah tersebut adalah tinta tradisional. Karena itu, dapat diprediksi bahwa umur naskah ini diproduksi sebelum terjadi komunikasi dan interaksi dengan bangsa Barat. Diketahui bahwa Aceh mengadakan kontak dengan bangsa Barat sekitar abad XVI M. Karena itu, menjadi lebih akurat bahwa prediksi umur naskah berdasarkan kertas dan tinta adalah sekitar abad XVI M.

Dalam naskah sastra tulis [Syiah] yang sudah sangat memperihatinkan kondisinya itu, penulis—yang tidak ditemukan namanya di dalam naskah—mengurai tentang sejarah peristiwa yang menimpa Hasan Husain. Penulis mengawali cerita dengan perkenalan tentang sosok Hasan Husain dan orang tuanya, yaitu Ali dan Fatimah. Penulis juga menjelaskan tempat atau wilayah kekuasaan Hasan dan Yazid bin Muawwiyah, tentang proses bagaimana Hasan diracun oleh calon isterinya yang bernama Laila Majusi karena tipu daya Yazid untuk membunuh Hasan. Sebelumnya, Hasan bermimpi bertemu Nabi yang menjelaskan bahwa ia akan mendapat malapetaka dan meninggal dunia. Mimpi ini ternyata benar dan Hasan kemudian wafat setelah memakan racun yang disuguhkan Laila Majusi, calon isteri Hasan. Sehingga orang tuanya Hasan, Fatimah, merasa sedih atas kepergian anaknya.

Penulis juga menguraikan ceritanya tentang kehebatan Husain, baik penampilan parasnya maupun kekuatan dan semangat yang dimilikinya. Husain berjuang di medan perang sebagaimana orang tuanya Ali. Akhir perjuangannya, Husain kemudian mati syahid lantaran dianiaya oleh lawannya, yaitu Yazid. Selanjutnya, perjuangannya dilanjutkan oleh Zainal Abidin sebagai penguasa yang berpihak pada Ali dan keturunannya.

Namun, saudara Hasan Husain, Muhammad Hanafiyah mengambil alih perjuangan menuntut bela terhadap perlakuan kejam terhadap saudaranya, Hasan dan Husain. Dengan kegigihan dan kekuatan yang dimilikinya, Muhammad Hanafiyah berjuang melawan Yazid yang konon ceritanya, membuat Yazid terdesak dan harus bersembunyi di dalam gua.

Muhammad Hanafiyah membabi buta membunuh lawannya satu persatu, sehingga ia dapat melumpuhkan kekuatan lawannya. Dia bersiteguh untuk menghacurkan kafir tanpa ada sisa sedikitpun. Namun Allah – dalam cerita ini – menurunkan gunung agar Muhammad Hanafiyah berhenti membunuh orang kafir. Akhirnya Muhammad Hanafiyah tunduk dan patuh kepada Allah dengan berzikir dan memohon petunjuk pada Allah dalam menjalankan tugasnya.

Pada akhir cerita, penulis mengulang dan menekankan bahwa Ali telah melakukan sesuatu untuk kepentingan umatnya dengan kehebatannya, meskipun kehidupannya berakhir tragis dengan dibunuh lawannya. Penulis mengajak pembaca untuk merenung dan mengingat kembali tentang perjuangan yang sudah dilakukan Ali dan keturunannya hingga Muhammad Hanafiyah.

Sementara naskah Nur Muhammad ditulis di atas kertas Eropa, polos tanpa cap air, cap tandingan, dan garis halus atau garis kasar. Karena itu, penulisan naskah ini diperkirakan berlangsung sekitar akhir abad XIX M.

Naskah ini terdiri dari 36 halaman dengan dua halaman kosong, dalam setiap halaman terdiri dari 24 baris. Naskah ini memiliki kata alihan di setiap halaman rekto yang berguna untuk menyambungkan lembaran halaman dengan halaman lainnya. Naskah  ini  berukuran  17x21cm,  dan  blok  teksnya  berukuran 11x18cm.

Naskah Nur Muhammad tidak memiliki judul. Isi naskah ini terdiri dari empat teks, yaitu; teks pertama, tentang hikayat Nur Muhammad dengan jumlah halaman yang lebih banyak (19 halaman) dari halaman teks-teks lainnya;  teks kedua, bercerita tentang  sejarah  hidup  Nabi  Muhammad  saw,  terdiri  dari  4 halaman;  teks  ketiga,  memuat  isi  tentang  sejarah  wafat  Nabi saw, yang terdiri dari 5 halaman; dan teks keempat, berisi tentang doa dan zikir, yang terdiri dari 6 halaman. Secara keseluruhan isi teks berkenaan dengan sejarah lahirnya  Nabi Muhammad saw, yang diawali dari Nur  Muhammad  hingga sejarah wafat Nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, naskah ini diberi judul dengan Nur Muhammad.

Dalam hikayat Nur Muhammad, penulis yang anonim, menjelaskan bahwa ciptaaan Allah pertama sekali adalah nur Muhammad yang dirupakan seperti burung nuri. Burung nuri ini selalu memuji Allah swt tanpa henti serta tunduk dan patuh atas perintah dan suruhan-Nya. Burung nuri yang sangat indah bentuk tubuhnya tersebut melaksanakan sujud kepada Allah selama seribu tahun atas perintah-Nya.

Melalui  unsur  tubuhnyalah Allah  menciptakan  hamba- hamba-Nya  yang  mulia  lainnya.  Melalui  kepala  burung  Nuri itu  diciptakan  Sayyidina Ali,  melalui  mata  kanannya  Husain diciptakan,  dan dari mata  kirinya  dijadikan Amir Hasan anak Ali. Melalui leher burung Nuri diciptakan Siti  Fatimah Zahra, puteri  Nabi Muhammad saw. yang kemudian menikah dengan Ali Murtada. Dari sayap kanan burung Nuri lahir Abu Bakar, sahabat Nabi yang mulia, sedang dari sayap kirinya terbentuk

‘Umar dan ‘Usman. Melalui dada burung Nuri dibentuk Sayyidina Hamzah, dari kaki kanannya lahir Siti Khadijah isteri Nabi dan di kaki kirinya dijadikan Aisyah isteri Nabi yang paling muda. Allah menjadikan laut tujuh juga dari burung Nuri tersebut yang masing-masing bernama; laut amali, laut latifun, sabar, badami, fikrun, nur cahaya, dan cahaya.

Setelah penciptaan makhluk-Nya yang tersebut di atas, Allah memerintahkan kepada burung Nuri tersebut untuk berlabuh di dalam lautan selama sepuluh ribu tahun. Kemudian setelah burung Nuri tersebut muncul dari dalam laut,Allah memerintahkan kepadanya agar mengepak-ngepakkan sayapnya untuk membuang air yang ada di badannya.

Dari tetesan air tersebut, yaitu tetesan air pertama, Allah menciptakan Muhammad. Tetesan-tetesan air selanjutnya yang sedemikian banyak Allah menciptakan para Nabi dan Rasul-Nya. Sedangkan melalui keringat burung Nuri karena kelelahan dalam melakukan kepakan sayapnya dari air laut, Allah menciptakan alam ta‘yi>n awwal, dan dari keringat-keringat lainnya di setiap bagian tubuhnya Allah menciptakan para malaikat-Nya.

Kecondongan Naskah Terhadap Syiah

Hasil kajian Fakhriati yang diurai dalam jurnal Analisis, Volume XI, Nomor 2, Desember 2011, Teks Nur Muhammad dan Hikayat Hasan Husain  jelas menunjukkan   kecondongannya  pengagungan   kepada tokoh-tokoh  utama  yang  dibanggakan  dan  dimaksumkan  oleh kaum Syiah. Dalam teks Nur Muhammad terdapat uraian tentang penciptaan melalui Nur Muhammad diawali dengan uraian tentang ‘Ali, Hasan, dan Husain. Tempat munculnya ciptaan ‘Ali adalah bagian terpenting dari seekor burung yang diberi nama dengan burung nuri, yaitu kepala burung nuri yang menunjukkan bahwa ‘Ali diciptakan pada tempat yang paling mulia pada burung Nuri tersebut.

Menurut Wieringa, Edwin, dalam jurnal Studia Islamika, volume 3. Nomor 4, 1996, berjudul Does Traditional  Islamic  Literature  Contain Shiitic Element? Ali and Fatimah in Malay Hikayat Literature dalam Studia Islamika, menyebutkan bahwa pengagungan kepada ‘Ali dan memberikannya julukan yang mulia merupakan doktrin dari Syiah yang menurut anggapan mereka bahwa julukan kepada ‘Ali telah diberikan sebelum diciptakan Adam.

Syiah Dalam Seudati dan Saman

Prof. Dr. Snouck Hugronje menyebutkan ragam gerak dalam tari seudati dan saman seperti memukul dada sendiri dapat disebut sebagai simbol penyesalan terhadap peristiwa di Karbala.

IW. C. Van Berg dalam Over devotie der Naqsjibendijah in den Indischen Archipel menyebutkan [gerakan memukul dada pada seudati dan saman] mengandung makna bahwa mereka sangat menyesal dengan peristiwa di Karbala, sehingga harus memukul dada sendiri.

Tidak hanya itu, di dalam tari saman, pemainnya melakukan aksi sampai dalam bentuk melukai tubuh dan tidak sadarkan diri.

Meskipun sebagian pendapat mengatakan bahwa ini adalah pengaruh ektasi dari tingkat pemahaman tarekat Samaniyyah. Van den Berg menyebutkan karena pengamalan tarekat Naqsyabandiyah sangat besar kemungkinan juga pelampiasan atau cara mereka mempraktikkan apa yang terjadi pada masa silam, yaitu masa peperangan di Karbala.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here