Penetapan Mawardi Nur Sebagai Dirut PT PEMA Tidak Sesuai Qanun

Mawardi Nur
Mawardi Nur (kiri) ditunjuk oleh Gubernur Aceh Muzakir Manaf sebagai Dirut PT PEMA, tanpa melalui fit and proper test seperti yang diatur di dalam Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2011. Foto: HO for Komparatif.ID.

Komparatif.ID, Banda Aceh—Penetapan Mawardi Nur sebagai Direktur Utama PT Pembangunan Aceh (Pema) terjadi secara diam-diam. Gubernur Aceh Muzakir Manaf selaku pemegang saham tunggal mengangkangi Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perseroan Terbatas Investasi Aceh.

Pada Jumat, 28 Februari 2025, Gubernur Aceh Muzakir Manaf—yang sedang mengikuti retret (orientasi) kepala daerah di Akmil Magelang, Jawa Tengah, menandatangani Keputusan Pemegang Saham Di Luar Rapat Umum Pemegang Saham PT Pembangunan Aceh (Perseroda).

Keputusan tersebut berisi tiga hal. Pertama, memberhentikan Ir. Faisal Saifuddin dari kedudukannya sebagai Direktur Utama PT Pema. Pria kelahiran Bambi, Pidie, pada 4 Juni 1969,dicopot meskipun masa kerjanya baru berumur beberapa bulan.

Baca: Pj Gubernur Aceh Lantik Direksi PT PEMA dan Manajemen BPKS

Kedua, Gubernur Aceh menetapkan dan mengangkat Mawardi Nur, S.E, kelahiran Meunasah Tingkeum, Madat, Aceh Timur, 1 Fberuari 1990, sebagai Direktur Utama PT Pema.

Ketiga, memberikan kuasa penuh kepada Almer Hafis Sandy dengan hak subsitusi  untuk menyatakan keputusan Keputusan di Luar Rapat Umum Pemegang Saham ini dalam suatu akta notaris……….

Pergantian Direktur Utama PT Pembangunan Aceh (Perseroda) kepada Mawardi Nur dikunci rapat-rapat. Meski berstatus perusahaan milik daerah, pergantian itu tidak diumumkan ke publik. Serapat-rapatnya menyimpan durian, toh akhirnya tercium juga.

Ir. Faisal Saifuddin yang dihubungi Komparatif.ID, pada Senin (3/3/2025) tidak segera menjawab. Ia menjawab pertanyaan Komparatif.ID pada Selasa (4/3/2025).

“Walaikumsalam, meuah teulat balah WA. Ya, memang  sudah berganti Dirut PEMA ke yang baru,” jawabnya.

Mau tak mau, ihwal pergantian Dirut PT PEMA menjadi perbincangan publik. Timbul pro dan kontra. Ada yang mengatakan pendukung Bustami Hamzah tidak perlu ikut campur. Pendapat ini dibantah oleh yang lain bahwa PT PEMA dan segenap APBA bukan milik Muzakir Manaf. Jadi semua pihak punya hak mempertanyakan apa pun yang berkaitan dengan Aceh.

Baca: PT PEMA Setor Dividen 24,3 Miliar Kepada Pemerintah Aceh

Di pihak internal Partai Aceh, menghubungkan peristiwa pengangkatan Dirut PT PEMA Mawardi Nur, dengan pernyataan Ketua DPRA Zulfadli di dalam rapat paripurna bahwa Wakil Gubernur Aceh Fadhlullah dan Bendahara Partai Gerindra Irsyadi, bermain di belakang Mualem.

Pernyataan Zulfadli yang mengatakan lima kursi di DPRA jangan coba mengatur Aceh, ditimpal publik bahwa hanya dengan lima kursi [Gerindra] sudah mengambil dua dari tangan partai mayoritas di Parlemen Aceh. Pertama, mereka berhasil menepatkan Alhudri sebagai Plt Sekda Aceh, dan kemudian kedua, menempatkan Mawardi Nur [Ketua Tidar Aceh, sayap Partai Gerindra] sebagai Dirut PT PEMA.

Cut Farah, seorang pendukung Muzakir Manaf-Fadhullah, dalam sebuah siaran langsungnya di TikTok, mempertanyakan perihal pergantian Dirut PT PEMA kepada Mawardi Nur. Mengapa dilakukan secara diam-diam, mengapa tidak memenuhi mekanisme qanun yang mengatur tentang itu?

Cut Farah mengatakan, Ir. Faisal Saifuddin bukan orang asing di tubuh gerilyawan GAM dan Partai Aceh. Dia merupakan mantan tapol-napol, mantan Ketua Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA) Perwakilan Jakarta. Juga pernah menjabat sebagai Pj Ketua DPW Partai Aceh Kota Banda Aceh. Kemudian dia diangkat dan dilantik sebagai Dirut PT Pembangunan Aceh (Perseroda) oleh Pj Gubernur Aceh Bustami Hamzah pada Rabu, 8 Mei 2024.

Karena diangkat dan dilantik oleh Bustami Hamzah, berkembanglah fitnah bila Faisal merupakan pendukung Bustami Hamzah. “Karena diklaim sebagai orangnya Om Bus, maka sudah saatnya Bang Faisal pamit,” kata Cut Farah, seperti disitat Komparatif.ID, Rabu (5/3/2025).

Seyogyanya pengganti Ir. Faisal Saifuddin dari kalangan profesional, memiliki pengalaman, dan memiliki kapasitas. Akan tetapi yang menggantikan Ir. Faisal justru Mawardi Nur, sosok yang secara kapasitas belum di atas Dirut PT PEMA yang dicopot.

Cut Farah juga mengkritik mengapa penetapan dan pengangkatan Mawardi Nur dilakukan dengan cara ditunjuk. Bukankah Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perseroan Terbatas Investasi Aceh, telah mengatur secara detail mekanismenya.

“Aceh punya peraturan, kita memiliki qanun yang kita tulis sendiri. Siapa yang membuat qanun itu? Ya kita-kita juga, dari masa Irwandi Yusuf, kemudian era Doto Zaini. Di masa kedua orang itu lahir qanun yang berlaku di Aceh hari ini,” kata Cut Farah.

Dia menambahkan, di masa Irwandi dan di masa Zaini Abdullah, mayoritas anggota DPRA dari kalangan Partai Aceh. Artinya orang Muzakir Manaf dan Dek Fadh juga. Lalu mengapa penetapan dan pengangkatan Mawardi Nur justru tidak menggunakan mekanisme yang diatur di dalam qanun tersebut?

“Saya berharap pemerintahan Mualem-Dek Fadh, bukan pemerintahan yang akan mengangkangi aturan yang sudah mereka buat sendiri. Bukan pemerintahan yang tidak peduli dengan aturan yang sudah mereka sahkan sendiri,” kata Cut Farah.

Sesuai amanah Qanun Nomor 6 Tahun 2011, pemilihan Direksi  harus melalui mekanisme fit and propert test.  Cut Farah mengatakan contoh baiknya dapat dilihat dari proses perekrutan calon Kepala Badan Pengelolaan Migas Aceh (BPMA); ada panitia seleksinya, ada proses seleksinya, ada yang mendaftar, dipublikasikan secara terbuka.

Dari proses itu barulah lahir sosok yang memiliki kapasitas, kapabilitas, dan tahu harus melakukan apa selama menjadi dirut holding tersebut.

Cut Farah mengingatkan, di Aceh banyak orang cerdas. Bahkan di dalam lingkaran Pemerintah Aceh yang sedang dipimpin oleh Mualem-Dek Fadh, banyak orang cerdas.  “Bukan saudara kita saja yang pintar, orang lain pintar juga. Orang lain juga punya hak untuk ikut seleksi, ada hak juga duduk di kursi Dirut PEMA, selama dia memiliki kemampuan.”

Nah, dengan memperhatikan proses penetapan “tengah malam”, banyak orang berpendapat bila pengangkatan Mawardi Nur sebagai Dirut PT Pembangunan Aceh (Perseroda) tidak memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan Qanun Nomor 6 Tahun 20211. Berarti tidak sah?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here