Penerimaan Pajak Hingga April 2024 Capai Rp624,19 T

Penerimaan Pajak Hingga April 2024 Capai Rp624,19 T Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Konferensi APBN Kita edisi Mei 2024 di Jakarta, Senin (27/5/2024). Foto: youtube Kemenkeu.
Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Konferensi APBN Kita edisi Mei 2024 di Jakarta, Senin (27/5/2024). Foto: youtube Kemenkeu.

Komparatif.ID, Jakarta— Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengumumkan penerimaan pajak hingga akhir April 2024 mencapai Rp624,19 triliun, setara dengan 31,38 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Meskipun demikian, ada beberapa tantangan yang dihadapi, terutama terkait penurunan PPh Non Migas.

“PPh Non Migas turun karena ada penurunan dari PPh Tahunan, terutama untuk korporasi atau badan,” ungkap Menkeu dalam Konferensi APBN Kita edisi Mei 2024 di Jakarta, Senin (27/5/2024).

Menurut Sri Mulyani, penurunan tersebut disebabkan oleh faktor penurunan PPh Tahunan, terutama dari kalangan korporasi atau badan. Namun, dia menegaskan mayoritas jenis pajak utama masih tumbuh positif. PPh 21 bahkan mencatat pertumbuhan yang signifikan, naik tajam dari tahun sebelumnya.

Berdasarkan komponennya, PPh Non Migas menyumbang pendapatan sebesar Rp377,0 triliun atau 35,45 persen dari target. Angka tersebut dikatakan Menkeu masih cukup on track, meski secara bruto tumbuh negatif 5,43 persen.

Selanjutnya, PPN dan PPnBM tercatat meraih pendapatan sebesar Rp218,50 triliun atau 19,20 persen target, diikuti PPh Migas sebesar Rp24,81 triliun atau setara 32,49 persen, serta PBB dan Pajak Lainnya yang mencapai Rp3,87 triliun atau 10,27 persen dari target.

“Untuk PPN kita masih melihat adanya pertumbuhan positif secara bruto, meskipun netonya kontraksi karena restitusi. Sedangkan untuk PPh Final dan PPH 22 Import lebih positif. Kita harapkan ini akan memberikan dampak yang positif pada perdagangan, dalam hal ini impor dan PPN kita,” tuturnya.

Baca juga: APBN Catat Surplus Rp75,7 Triliun di Akhir April 2024

Di sisi lain, penerimaan dari sektor-sektor tertentu juga menunjukkan aktivitas yang terjaga. Sejumlah sektor, seperti perdagangan, jasa keuangan dan asuransi, konstruksi, dan real estate, mencatat pertumbuhan positif. Namun, sektor pertambangan mengalami kontraksi yang cukup tajam, demikian juga dengan sektor transportasi dan pergudangan.

“Perdagangan kita tumbuh positif 10,8 persen. Jasa Keuangan dan Asuransi kita masih tumbuh baik double digit 15,5 persen, baik bruto maupun neto. Namun, sektor Pertambangan kita lihat kontraksinya tajam 48,6 persen untuk bruto, dan netto nya kontraksi 63,8 persen,” tutur Sri Mulyani.

Selain penerimaan pajak, penerimaan negara dari bea dan cukai juga mengalami peningkatan. Bea Masuk dan Bea Keluar masing-masing berhasil terkumpul sebesar 27,4 persen dan 33,0 persen dari target APBN. Sementara itu, penerimaan dari cukai tercatat sebesar 30,2 persen dari target.

Sri Mulyani juga menyoroti upaya pencegahan rokok ilegal, di mana Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) telah melakukan 4000 penindakan dengan hasil penindakan mencapai 220 juta batang rokok senilai sekitar Rp311,3 miliar.

“Untuk pencegahan rokok ilegal, DJBC terus melakukan penindakan. Sudah 4000 penindakan dilakukan dan barang hasil penindakan itu ada 220 juta batang rokok, nilainya kira kira Rp311,3 miliar. Jadi ini menggambarkan tatanan untuk cukai tidak hanya masalah mengumpulkan pendapatan, tapi juga ada enforcement yang cukup kompleks di lapangan,” pungkas Sri Mulyani.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here