Komparatif.ID, Banda Aceh— Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh mendesak pemerintah taat pada Peraturan Presiden No. 125 Tahun 2016 Tentang Penanganan Pengungsi Luar Negeri, untuk menjamin perlindungan dan keamanan bagi pengungsi Rohingya.
Desakan ini muncul usai 137 pengungsi Rohingya di penampungan sementara basement Gedung Balai Meuseuraya Aceh (GBMA), diserbu ratusan mahasiswa dari berbagai kampus yang tergabung dalam aliansi BEM Nusantara.
“Untuk menjamin perlindungan pengungsi, Pemerintah harus mengimplementasikan dan mengikuti aturan Perpres nomor 125 tahun 126 konsisten secara konsisten tanpa tebang pilih,” ujar Koordinator KontraS Aceh Azharul Husna saat dihubungi Komparatif.ID, Jumat (29/12/2023).
Perpres ini dianggap sebagai pijakan utama dalam mengatur penanganan pengungsi di tingkat nasional. Selain melibatkan implementasi mandat dari berbagai badan negara sesuai yang tercantum dalam Perpres tersebut, KontraS menyebut masyarakat sipil penting memahami, menghargai, dan terus mengingatkan tentang peran Perpres ini dalam menjaga kelangsungan perlindungan bagi pengungsi.
Dalam keterangan bersama organisasi masyarakat sipil, KontraS Aceh bersama Suaka menekankan meskipun Indonesia belum meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967, namun Indonesia telah meratifikasi berbagai instrumen HAM internasional yang berkaitan dengan perlindungan pengungsi.
Mulai dari kovenan Internasional Mengenai Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW), hingga konvensi mengenai Hak-Hak Anak (CRC).
Sebagai hasilnya, konvensi-konvensi HAM ini harus menjadi landasan utama dalam menjalankan perlindungan HAM bagi pengungsi Rohingya selama perjalanan, proses penerimaan, dan setelah mendarat untuk mendapatkan perlindungan di wilayah Indonesia
Karena itu perlu dipastikan perlindungan terhadap hak asasi manusia pengungsi Rohingya tetap menjadi prioritas, terlepas dari status ratifikasi konvensi tertentu.
Selain itu, KontraS mencatat penyebaran informasi bernada kebencian masif beredar di ruang maya, narasi tersebut bahkan dibumbui ajakan untuk mengembalikan pengungsi ke Myanmar.
Baca juga: Kapolda Aceh: Rohingya Masuk ke Aceh Dibantu Oleh Sindikat
“Hal ini sangat berbahaya mengingat situasi yang belum aman bagi pengungsi Rohingya untuk kembali ke Myanmar, mengingat besarnya potensi untuk terekspos penyiksaan dan diskriminasi,” pungkas Azhrul Husna.
Mahasiswa Serbu Pengungsi Rohingya
Sebelumnya, Ratusan mahasiswa menyerbu 137 imigran Rohingya yang ditampung di Gedung Balai Meuseuraya Aceh, Rabu (27/12/2023). Ratusan pengungsi yang terkejut atas kedatangan mahasiswa, mengangkat tangan ke atas. Banyak di antara pengungsi perempuan yang menangis dan ketakutan.
Saat massa yang berbaju almamater mahasiswa dari berbagai kampus datang ke penampungan imigran Rohingya, para pencari suaka politik itu sedang istirahat. Sebagian sedang melaksanakan salat Dhuhur berjamaah.
Bukan saja menyerukan supaya imigran ilegal tersebut secepatnya dipindahkan dari Aceh, pengunjuk rasa juga menendang sejumlah kardus minuman. Kedatangan mahasiswa yang unjuk rasa tersebut membuat perempuan dan anak-anak Rohingya ketakutan. Mereka menangis histeris.