Komparatif.ID, Langsa—Seorang pemilik dayah Langsa berinisial M (38) ditangkap karena diduga telah melakukan rudapaksa terhadap dua santri perempuan yang mondok di lembaga pendidikan di Kecamatan Langsa Lama, Kota Langsa.
Pagar makan tanaman. Demikianlah istilah yang tepat dialamatkan kepada M, seorang pemilik dayah –lembaga pendidikan agama Islam—di Kota Langsa. Pria tersebut dilaporkan telah meniduri dua santriwatinya secara paksa. Bukan sekali, aksi merudapaksa murid-muridnya telah ia lakukan berkali-kali.
Dalam konferensi pers pada Senin (20/11/2023) Kasat Reskrim Polres Langsa Ipda Rahmad mengatakan,dari hasil pemeriksaan kejadian rudapaksa santri yang dilakukan oleh seorang pemilik dayah terjadi pada 2021.
Baca: Disekap di Gudang Durian, 2 Remaja di Bener Meriah Diperkosa 5 Mahasiswa
Kronologis Pemilik Dayah Setubuhi Santri
Pada suatu dinihari di tahun 2021, seorang santriwati—sebut saja namanya Cempaka—M memerintahkan Cempaka menemuinya di kantin. Di kegelapan, kegadisan Cempaka direnggut paksa oleh pria yang sebenarnya sangat dihormati.
Tidak cukup sekali, M meminta lebih. Dia telah meniduri Cempaka berulang kali. Dari laporan keluarga perempuan remaja tersebut, telah terjadi empat kali hubungan badan di bawah pemaksaan.
Bagaimana operasi selanjutnya yang dilakukan si pemilik dayah setelah peristiwa di kantin pada dinihari? Setiap kali M butuh dilayani, dia mengancam akan menyebarluaskan informasi bila Cempaka tidak lagi gadis. Cempaka yang ketakutan, tidak punya pilihan selain menutup rapat deritanya.
Suatu ketika dia menyerah. Memutuskan keluar dari dayah ketimbang terus-menerus menjadi budak nafsu angkara sang guru sekaligus pemimpin pondok. Setelah keluar, dia mengadukan peristiwa yang menimpanya kepada keluarga.
Bak disambar petir, keluarga terkejut luar biasa. Mereka tidak menyangka bila sang guru merupakan pagar yang makan tanaman. Mereka tidak pernah menyangka bila si pria yang terlihat alim, ternyata musang berbulu domba.
Setelah mendengar kisah pilu tersebut, orangtua cempaka membuat laporan ke polisi.
Kisah lainnya dialami oleh remaja putri –sebut saja namanya Kembang Sepatu. Gadis itu dijebak dengan cara diminta menyiapkan makanan untuk sang guru. Makanan itu diantar ke kamar M. Di kamar M, gadis itu ditiduri secara paksa.
Kepada Kembang Sepatu, si guru menjanjikan akan dinikahi. Dia sempat meniduri korban sebanyak empat kali.
Lagi-lagi, setelah mendapatkan kabar bila putri mereka telah dirudapaksa, orangtua Kembang Sepatu membuat laporan ke polisi.
Saat pemaksaan hubungan badan pertama kali terjadi, salah satu korban masih berumur 15 tahun. Saat ini usia mereka 17 dan 20 tahun.
Saat ini polisi mengenakan Pasal 50 Jo Pasal 47 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat dan Pasal 50: pemerkosaan terhadap anak di bawah umur dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 200 bulan.