Pemerintah Aceh & DPRA Tolak Perpanjangan Masa Jabatan Keuchik

Pemerintah Aceh & DPRA Tolak Perpanjangan Masa Jabatan Keuchik
Wakil Ketua DPR Aceh Ali Basrah bersama Kepala Biro Hukum Setda Aceh, Muhammad Junaidi saat mengikuti sidang uji formil pasal 115 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UU Pemerintahan Aceh) secara daring, Senin (30/6/2025). Foto: MK RI

Komparatif.ID, Jakarta— Pemerintah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menolak wacana perpanjangan masa jabatan keuchik atau kepala desa di Aceh menjadi delapan tahun.

Sikap tersebut disampaikan dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pengujian Pasal 115 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh pada Senin (30/6/2025).

Permohonan uji materiil ini diajukan oleh lima orang keuchik yang mempersoalkan ketentuan masa jabatan enam tahun dan hanya dapat dipilih kembali satu kali masa jabatan. 

Mereka membandingkan aturan tersebut dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024. Dalam aturan terbaru itu, masa jabatan kepala desa ditetapkan selama delapan tahun dengan peluang untuk menjabat kembali satu kali periode.

Wakil Ketua DPR Aceh, Ali Basrah, menegaskan Aceh merupakan daerah dengan kekhususan hukum yang diakui secara konstitusional melalui UUD 1945. Karena itu, ketentuan dalam UU Pemerintahan Aceh tetap sah dan mengikat, serta tidak dapat dikesampingkan oleh peraturan umum lainnya. 

Ia menyebutkan bahwa Pasal 115 UU Pemerintahan Aceh bersifat lex specialis dan tetap berlaku, kecuali ada putusan hukum yang membatalkannya.

“Dengan asas lex specialis derogat legi generali, ketentuan dalam UU Desa tidak dapat diberlakukan di Aceh, sampai ada putusan lain. Maka Pasal 115 UU 11/2006 tetap mengikat,” tegasnya.

Dalam Naskah Akademik RUU Pemerintahan Aceh, juga ditegaskan otonomi daerah di Aceh didasarkan pada kewenangan khusus yang diberikan oleh pemerintah pusat, termasuk dalam hal pengaturan pemerintahan gampong (desa).

Hal senada disampaikan Kepala Biro Hukum Setda Aceh, Muhammad Junaidi. Menurutnya, UU Pemerintahan Aceh memiliki mekanisme perubahan tersendiri yang tidak bisa dilakukan sepihak. 

Baca juga5 Keuchik Gugat UUPA ke MK, Minta Masa Jabatan Jadi 8 Tahun

Ia menjelaskan ketentuan masa jabatan keuchik yang diatur dalam undang-undang tersebut tidak bertentangan dengan konstitusi, bahkan merupakan pelaksanaan dari Pasal 18B UUD 1945 yang menjamin pengakuan terhadap kekhususan daerah.

Junaidi juga menyampaikan, saat ini Pemerintah Aceh telah mengusulkan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh kepada DPR RI.

“Pemerintah Aceh menolak permohonan uji materiil yang diajukan, karena hak dalam merubah maupun membuat undang-undang merupakan kewenangan langsung dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden (Pemerintah),” tegasnya.

Sementara itu, Pemerintah Pusat melalui Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Akmal Malik, juga menegaskan bahwa kekhususan Aceh dihormati dan dilindungi oleh negara.

Ia mengatakan perbedaan masa jabatan antara kepala desa secara nasional dan keuchik di Aceh bukanlah bentuk diskriminasi, melainkan pengejawantahan prinsip Bhinneka Tunggal Ika dan pengakuan terhadap sejarah serta adat masyarakat Aceh. 

Akmal juga menegaskan ketentuan tersebut memberikan kepastian hukum sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. “Perbedaan ini adalah perwujudan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, serta untuk menjamin dan melindungi masyarakat Aceh dalam kehidupan sosial dan politiknya,” jelas Akmal.

Dari sisi legislatif nasional, Anggota Komisi III DPR RI, I Wayan Sudiarta, menegaskan perbedaan ketentuan tidak menjadi persoalan konstitusional karena UU Pemerintahan Aceh merupakan lex specialis. 

Ia mengatakan dalam UU Nomor 3 Tahun 2024 tidak disebutkan secara eksplisit bahwa perpanjangan masa jabatan kepala desa juga berlaku untuk keuchik di Aceh. DPR RI, menurutnya, telah memperhatikan kekhususan Aceh dalam setiap proses legislasi.

“Dalam Pasal 39 ayat (2) dan Pasal 118 UU Nomor 3 Tahun 2024, tidak disebutkan secara eksplisit bahwa ketentuan tersebut berlaku untuk keuchik di Aceh. DPR sebagai pembentuk UU juga telah mempertimbangkan kekhususan daerah, sebagaimana diatur dalam Pasal 107, 109, dan penjelasan umum UU Desa,” terang Wayan.

Pada sidang lanjutan di MK, Pemerintah Aceh, DPR Aceh, Pemerintah Pusat, hingga DPR RI sepakat masa jabatan keuchik di Aceh tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku dalam UU Pemerintahan Aceh.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here