Komparatif.ID, Banda Aceh— Pemerintah Aceh berhasil mengurangi persentase penduduk miskin menjadi 14,45 persen, lebih rendah dibandingkan target Rencana Pembangunan Aceh (RPA) 2023 yang sebesar 15,03 persen. Namun, pencapaian ini tetap menempatkan Aceh sebagai provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Sumatra.
Hal tersebut disampaikan Juru bicara Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) M. Rizal Fahlevi Kirani pada rapat paripurna DPRA pertanggungjawaban pelaksanaan APBA Tahun Anggaran 2023 di Ruang Serbaguna DPRA, Banda Aceh, Senin (15/7/2024).
“Pemerintah Aceh telah berhasil mengurangi persentase penduduk miskin menjadi 14,45 persen, lebih rendah dibandingkan Rencana Pembangunan Aceh (PRA) 2023 sebesar 15,03 persen. Namun, keberhasilan ini masih menjadikan Aceh sebagai provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Sumatra,” ungkap Kirani.
Ia menjelaskan angka tersebut masih lebih tinggi dibandingkan rata-rata tingkat kemiskinan di Sumatra sebesar 9,27 persen dan nasional sebesar 9,36 persen. Padahal Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2023 mencapai Rp11,62 triliun.
Banggara DPRA menyebut kondisi ini menunjukkan Pemerintah Aceh masih menghadapi kesulitan dalam menurunkan tingkat kemiskinan secara signifikan.
Selama dua tahun terakhir pada 2022 dan 2023, persentase kemiskinan di Aceh menempati urutan keenam tertinggi di Indonesia, setelah Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Maluku, dan Provinsi Gorontalo.
Sejalan dengan upaya penurunan kemiskinan, Pemerintah Aceh menargetkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) dalam RPA 2023 sebesar 5,48 persen. Namun, pada Agustus 2023, TPT di Aceh tercatat sebesar 6,03 persen.
Baca juga: Banggar DPRA: 2 Tahun Terakhir, Ekonomi Aceh Tidak Tumbuh Signifikan
Meskipun mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama pada 2022 sebesar 6,17 persen, TPT di Aceh masih menduduki peringkat kedua tertinggi di Sumatra setelah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
“Meskipun mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 6,17 persen, jika dibandingkan dengan provinsi lain di Sumatra TPT di Aceh menduduki peringkat kedua tertinggi setelah provinsi Kepulauan Riau,” lanjutnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan garis kemiskinan di Aceh mengalami perubahan sebesar 1,66 persen pada periode September 2022 hingga Maret 2023, sehingga pendapatan per kapita per bulan meningkat menjadi Rp 627.534 dari sebelumnya Rp 617.293 per kapita per bulan.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Aceh pada tahun 2023 mencapai 4,23 persen, lebih tinggi daripada capaian pada tahun 2022 yang sebesar 4,21 persen dengan kontribusi dari sektor minyak dan gas (migas), serta 3,80 persen tanpa migas.
Pertumbuhan ekonomi Aceh ini melampaui target dalam Rencana Pembangunan Aceh (RPA) tahun 2023-2026. Namun, bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,05 persen dan pertumbuhan ekonomi Sumatra yang sebesar 4,59 persen, Aceh masih menjadi provinsi dengan pertumbuhan ekonomi terkecil di Sumatra setelah Bengkulu dengan 2,4 persen dan Kepulauan Bangka Belitung dengan 2,20 persen.
Pertumbuhan ekonomi tertinggi di Sumatra dicatatkan Provinsi Lampung dengan 5,40 persen, diikuti Sumatra Utara dengan 5,2 persen, dan Sumatra Selatan dengan 4,94 persen.
Tingkat inflasi di Aceh pada tahun 2023 tercatat sebesar 2,13 persen, lebih rendah dibandingkan rata-rata inflasi di Sumatra dan tingkat inflasi nasional. Jika dibandingkan dengan provinsi lain di Sumatra, Aceh mencatat angka inflasi terendah kedua secara tahunan (year on year/yoy).
Inflasi pada Oktober 2023 tercatat sebesar 1,95 persen, lebih rendah dibandingkan Oktober 2022 yang berada pada angka 6,24 persen. Angka ini juga lebih rendah dari target RPA 2023 yang sebesar 2,18 persen.