Pase Tak Miliki Don King

Zulfadli Kawom melihat Cina sama seperti manusia lainnya. Ada yang sukses ada pula yang hidup di bawah garis kemiskinan. Foto: Koleksi ZK. Pase Don King
Zulfadli Kawom. Foto: Dokumen pribadi.

Akhir-akhir ini Pase menjadi perhatian dari beberapa orang dari kelas elit yang hidup jauh dari realitas masyarakat. Mereka yang sehari-hari bersantai di ruang berpenyejuk udara, melihat kondisi politik Pase hanya dari sudut pandang “orang kaya.”

Lebih tepatnya Pase dikritik karena belum memiliki putra daerah di Senayan sebagai anggota DPR RI. Orang-orang Pase beramai-ramai memilih orang luar Pase sebagai wakilnya di Senayan. Bilapun ada Haji Uma di Gedung Nusantara, ia hanya anggota DPD. Seperti kita ketahui bersama, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) hanyalah lembaga politik yang setengah jadi.

Politik tingkat atas memaksa manusia Pase untuk berkompromi dengan keadaan. Mereka harus pintar-pintar mengirimkan duta yang paling potensial menang dan kemudian bisa menjadi saluran aspirasi politik.

Baca: Tak Semua Cina Menjadi Tauke

Kita tentu secara bersama-sama dapat membaca bahwa jumlah pemilih di Pase terbesar di Aceh. Dengan angka yang demikian besar, tentu menarik bila membangkitkan isu primordial, supaya orang Pase pilih orang Pase.

Dunia politik merupakan area tanpa pagar. Agama, primordialisme daerah, bahkan primordial kampung, dapat dicampur aduk. Demikian juga kritik. Di dalam negara demokrasi, semua dapat memberikan sumbang saran. Saran-saran tersebut seringkali sekadar meramaikan. Bahkan tidak jarang sekadar mendengungkan wacana, sebatas penambah nikmat kopi. Atau supaya semakin sahih disebut tokoh. Meski partisipasinya sekadar ngomel-ngomel.

Mike Tyson yang kita kenal sebagai petinju besar tidak lahir simsalabim. Ada Don King yang mengasuhnya dengan segenap usaha. Memberikan ia kesempatan berlatih dengan baik, serta mencarikannya sponsor supaya dapat bertanding.

Baca: Pasee Seperti Kebun Kosong

Orang-orang yang tumbuh besar dan kemudian dikenal dunia, tidak menjadi orang yang serta merta besar dan sukses. Ada individu atau kelompok yang serius mendukungnya. Memberikan kesempatan, mendukung finansial, dan lain-lain.

Lalu, berapa banyak talenta politisi di Pase yang setelah berkuncup, kemudian meredup. Apakah mereka tidak punya kemampuan politik? Tentu saja ada. Tapi kemampuan mereka tidak didukung oleh orang-orang hebat yang ada atau berasal dari Aceh Utara.

Petarung Pase Tak Punya Sponsor

Masalah utama adalah di Aceh Utara tidak ada toke pemilu (petaruh/sponsor). Kalau petarung banyak. Modal bertarung saja tidak cukup, tanpa Don King, Mike Tyson tidak ada apa-apanya.

Jangan selalu mengeluh daerah kita selalu tidak ada wakil di Kampung Sipitung.Tanpa sponsor, sulit bekerja lebih jauh. Kemudian, bila pun dapat sponsor, tentu akan ada deal-deal tertentu.

Di dunia bisnis hitampun kita cuma jadi kurir (beureukah gulam). Tauke teutap dari Bireuen dan Bereuenun. Akui atau tidak, demikianlah faktanya.

Jadi, siapapun dia, bila tidak memiliki sponsor, tentu tidak akan dapat berbicara banyak di arena pemilu. Menyalahkan pemilih tentu bukan solusi. Orang-orang miskin yang jumlahnya sangat banyak di Aceh Utara, tentu selalu tidak dapat diberikan definisi ideal seperti orang berpunya.

Orang-orang dengan ekonomi sangat kritis, tidak bisa diberikan harapan semata. Tidak dapat dijanjikan tentang manisnya masa depan. Karena yang mereka hadapi sehari-hari merupakan kepahitan tiada tara.

Well, kritik tetap perlu. Tapi hal paling lebih penting, bila sepakat menggolkan putra Aceh Utara ke Senayan, kritikus yang berduit, ayo pulang. Bantu sosok potensial. Galang kekuatan, supaya lahirnya kelompok yang memiliki kekuatan finansial mumpuni.

Bila, itu tidak juga mau dilakukan, ya, artinya kritik tersebut sebatas pemanis kopi pagi sembari menunggu waktu jak tung aneuk mit bak sikula.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here