Nasib RAPBA 2024 Berpeluang Besar Dipergubkan

RAPBA 2024
Diskusi pembahasan mengapa Pembahasan APBA 2024 Menggantung, berlangsung asyik. Pihak DPRA tidak mengirimkan perwakilan pada diskusi yang digelar Selasa (28/11/2023) di Cafe Escape, Pango, Banda Aceh. Foto: Komparatif.Id/Muhajir Juli.

Komparatif.ID, Banda Aceh—Hingga Selasa, 28 November 2023, nasib RAPBA 2024 masih tidak jelas. DPR Aceh menolak membahas karena Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki tidak memenuhi undangan Parlemen Aceh. Dari tiga undangan yang dikirim, tak sekalipun dipenuhi.

Dalam diskusi “Pembahasan RAPBA 2024 Menggantung” yang digelar Aceh Resource Development (ARD), di Café Escape, Pango, Banda Aceh, Assisten I Setda Aceh Azwardi Abdullah yang diwakili oleh Juru Bicara Pemerintah Aceh Teungku Muhammad MTA, menyebutkan deadline pengesahan RAPBA 2024 hanya tinggal dua hari lagi. Batasnya sampai 30 November 2023.

Muhammad MTA menjelaskan, Pemerintah Aceh sudah mulai persiapan penyusunan Rencana Kerja Perangkat Aceh (RKPA) yang dimulai dari musrenbang dari level kecamatan hingga provinsi.Termasuk menginput hasil reses anggota DPRA. Proses itu berlangsung dari Januari hingga Juni 2023.

Baca: Setengah Juta Penduduk Aceh Tidak Punya Pekerjaan

Setelah penyusunan RKPA selesai, Gubernur Aceh mengesahkan dokumen tersebut. Selanjutnya disusun KUA/PPAS. Paling lambat, minggu kedua bulan Juli diserahkan ke Parlemen Aceh untuk disepakati. Paling telat minggu kedua Agustus sudah disepakati. Selanjutnya pada minggu kedua September dokumen RAPBA diserahkan kepada DPRA.

Di sinilah mulai timbul masalah. DPRA menolak membahas, dengan argumentasi Pj Gubernur Aceh harus terlebih dahulu memenuhi undangan mereka menghadiri pembahasan bersama di DPR. Undangan itu tidak dipenuhi oleh Achmad Marzuki, karena sudah diwakili oleh Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) yang diketuai oleh Sekda Aceh Bustami Hamzah.

Achmad Marzuki keukeuh tidak menghadirinya, karena tidak diatur di dalam peraturan. Secara kedudukan hukum draft qanun RAPBA  setara dengan draft qanun yang lain. Secara histori, belum pernah juga seorang gubernur menghadiri rapat pembahasan RAPBD.

Ketidakhadiran Pj Gubernur memenuhi undangan DPRA, menyebabkan dokumen RAPBA yang sudah dimasukkan sejak Jumat, 14 September 2023, tidak dibahas oleh wakil rakyat yang berkantor di jalan Teungku Daud Bereueh, Banda Aceh.

“Ini aneh, mengapa tidak dibahas. Secara aturan, pembahasan RAPBA dilakukan bersama antara Banggar DPRA dengan TAPA. Pemerintah Aceh sudah diwakili oleh TAPA. Itu perwakilan sah dan sesuai dengan tatib dan peraturan,” sebut Muhammad MTA.

Bila silang sengkarut tersebut tidak bermuara, maka setelah 30 November 2023, RAPBA 2024 terpaksa dibahas oleh Pemerintah Aceh bersama dengan Kemendagri.

“Bila tak ada jalan keluar karena DPRA menolak membahas, maka setelah 30 November 2023, dokumen RAPBA 2024 akan dibahas bersama Kemendagri,” sebutnya.

Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian,S.E, dalam kesempatan yang sama menyebutkan apa yang terjadi antara Pemerintah Aceh dan DPRA merupakan konflik yang berulang. Dalam catatan LSM Antikorupsi tersebut, sudah delapan kali terjadi. Terakhir yang menyelesaikannya pihak Pemerintah Pusat melalui Kemendagri.

Publik Aceh gerah dengan kondisi seperti ini. Pertikaian ini sebenarnya soal perebutan anggaran. “Ini bukan soal kepentingan rakyat. Tapi kepentingan elit,” sebut Alfian.

Pihak yang harus dimintai tanggung jawab besar soal kegaduhan ini yaitu ketua partai politik di Aceh. Mengapa mereka membiarkan konflik ini berlarut-larut. Partai-partai yang punya kursi di DPRA seharusnya berpihak kepada rakyat. Jangan hanya karena ikut menikmati kucuran APBA melalui berbagai sumber, malah mengorbankan kepentingan masyarakat Aceh secara luas.

“Kalau tak ada restu ketua partai, tak mungkin anggota DPR berani hingga sejauh ini,” terang aktivis antikorupsi tersebut.

Rustam Effendi: Sebaiknya Dipergubkan Saja RAPBA 2024

Pengamat Ekonomi yang juga dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Syiah Kuala, Dr. Rustam Effendi, dalam kesempatan diskusi itu mengusulkan kepada Pemerintah Aceh supaya melakukan pergub RAPBA 2024. Apa yang sedang terjadi saat ini, merupakan kerugian besar bagi rakyat kecil.

Ia bingung sekaligus kecewa melihat kondisi Aceh saat ini. Kisruh politik tak berhenti, sementara kondisi ekonomi rakyat tidak menentu. Saat ini Aceh berada di peringkat ketiga terburuk tingkat pertumbuhan PDRB triwulan III 2023 hanya 4,63 persen. Aceh hanya lebih baik dari Bengkulu dan Bangka Belitung.

Ekonomi Aceh pada triwulan III 2023 hanya tumbuh 3,76 (dengan migas) dan 4,36 (tanpa migas).

Beberapa sektor yang pertumbuhannya minus hingga triwulan III tahun ini yaitu sektor pertambangan dan penggalian (-0,14), industri pengolahan (-0,14), jasa keuangan dan asuransi (-0,39), jasa perusahaan (-0,02), dan adm pemerintahan, pertahanan & jaminan sosial (-0,54).

Dari sektor tenaga kerja, dari total 4.021.000 penduduk usia kerja, hanya 1.480.000 yang berstatus pekerja penuh (minimal 35 jam dalam satu pekan). Mereka yang bekerja paruh waktu sebanyak 707,4 ribu orang. Kelompok setengah pengangguran sebanyak 256,7 ribu jiwa. Sedangkan yang pengangguran murni mencapai setengah juta jiwa.

Dengan kondisi demikian, bila pemegang political mandate, mandeg dalam membangun komunikasi sebagai bagian tugasnya menjalankan roda pemerintahan, maka menurut Rustam jalan terbaik yang harus ditempuh RAPBA 2024 dipergubkan saja.

Pasti Soal Pokir

Hamzah, seorang peserta diskusi yang ikut memberikan pandangannya mengatakan dugaan dirinya, kisruh RAPBA 2024 yang terjadi karena belum adanya titik temu soal besaran dana pokir DPRA. Pria berkulit sawo matang tersebut mengimbau Pemerintah Aceh menurunkan sedikit egonya, supaya RAPBA dapat dibahas.

“Ujung-ujungnya nanti tetap ada pembahasan di bawah meja. Sudahlah. Maklumi saja bahwa tidak mungkin menghilangkan dana pokir. Karena biaya maju pileg tidak murah,” sebut Hamzah.

Direktur IDeAS Munzami HS yang ikut memberikan pendapat mengatakan pokir bukan barang haram. Bahkan punya manfaat besar bagi masyarakat yang tidak terjamah oleh perhatian pemerintah.

Dia memberikan gambaran, pengelolaan dana otsus dibagi tiga periode. Pertama, periode Irwandi-Nazar. Pada masa itu dana otsus yang dihabiskan 21 triliun rupiah.Kedua, periode Zaini-Muzakkir, dana otsus yang dihabiskan 35 triliun. Selanjutnya ketiga, periode Irwandi-Nova. Dana otsus yang dihabiskan 20,12 triliun. Total 100 triliun rupiah. Kemana uang itu? yang tersisa hanya pemugaran Masjid Raya Baiturahman, jembatan, dan proyek multiyear. Lainnya? Dicincang halus-halus untuk kepentingan eksekutif di berbagai SKPA.

“Sudahlah, kalau soal pokir, duduk saja. Toh yang nikmati juga rakyat. Bila yang nikmati katakanlah timses, mereka kan juga rakyat,” sebut Munzami HS.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here