Komparatif.ID, Banda Aceh— Kemanjaan di masa kecil sering kali dianggap sebagai bentuk kasih sayang yang tulus dari orang tua. Namun, Direktur Mayapada Hospital, Grace Tahir, mengungkapkan pola asuh seperti ini dapat meninggalkan jejak mendalam yang memengaruhi kehidupan seseorang ketika dewasa.
Dalam pandangannya, ada lima tanda yang mencerminkan seseorang yang dimanja berlebihan saat kecil dan bagaimana hal ini bisa menjadi tantangan besar di kemudian hari.
Salah satu tanda utama adalah rasa bahwa dirinya adalah yang paling penting dan harus selalu mendapatkan perlakuan istimewa. Kebiasaan ini terbentuk karena saat kecil, orang tua sering kali memperlakukan anak seperti harta paling berharga dan memberikan segalanya tanpa batas.
Anak yang tumbuh dengan pemikiran bahwa dunia berputar di sekelilingnya cenderung membawa sikap ini ke dalam kehidupan dewasa, berharap lingkungan di sekitarnya selalu memprioritaskan dirinya (narsis).
Baca juga: Jay Idzes, Pemain Indonesia Pertama yang Cetak Gol di Serie A
Kemanjaan juga membuat seseorang sulit mengapresiasi apa yang dimilikinya. Ketika segala keinginan dipenuhi tanpa usaha, mereka cenderung kehilangan rasa syukur. Grace menyoroti anak-anak yang terbiasa mendapatkan segala sesuatu dengan mudah tidak memahami nilai dari usaha, sehingga ketika dewasa, mereka sering kali merasa tidak puas meskipun telah memiliki banyak hal.
Tanda lainnya adalah ketidakmampuan menerima kekalahan. Orang tua yang selalu memuji anak dengan ungkapan seperti “kamu yang terbaik” atau “kamu pasti menang” tanpa mengajarkan arti kompetisi yang sehat dapat menciptakan mentalitas rentan terhadap kegagalan.
Ketika menghadapi dunia nyata, kemenangan dan kekalahan adalah hal biasa, individu seperti ini cenderung kesulitan beradaptasi dan merasa terpukul saat tidak berhasil mencapai yang diinginkan.
Selain itu, mereka yang dimanja cenderung tidak patuh terhadap aturan. Grace menjelaskan kebiasaan melanggar aturan sering kali diajarkan sejak kecil secara tidak langsung.
Ketika anak diberi kebebasan penuh tanpa konsekuensi, mereka tumbuh menjadi individu yang sulit menerima struktur dan batasan. Hal ini dapat menjadi masalah besar dalam lingkungan kerja atau sosial yang menuntut kepatuhan terhadap aturan tertentu.
Tantangan lainnya adalah kesulitan bekerja dalam tim. Anak yang dimanja sering diperlakukan seperti raja atau ratu dalam keluarga. Mereka terbiasa mengatur dan bukan diatur.
Ketika memasuki dunia kerja yang mengharuskan kolaborasi, mereka sering merasa frustrasi karena tidak terbiasa bekerja setara dengan orang lain. Pola pikir seperti ini tidak hanya menghambat karier tetapi juga merusak hubungan dengan kolega.
Grace Tahir menyimpulkan pola asuh yang memanjakan memang memberikan kenyamanan jangka pendek bagi anak, tetapi memiliki konsekuensi jangka panjang yang tidak bisa diabaikan.
Orang tua perlu memahami bahwa membimbing anak untuk memahami nilai usaha, menerima kekalahan, dan menghormati aturan adalah bekal penting untuk menghadapi kehidupan dewasa yang penuh tantangan.