Mustafa Abubakar Usul Pemerintah Bentuk Komite Pengawas Dana Otsus Aceh

Mustafa Abubakar Usul Pemerintah Bentuk Komite Pengawas Dana Otsus Aceh
Mustafa Abubakar menyampaikan pandangannya saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Baleg DPR RI terkait penyusunan perubahan UU Pemerintahan Aceh di Jakarta, Kamis (13/11/2025). Foto: TNP.

Komparatif.ID, Jakarta— Mantan Pelaksana Tugas Harian Gubernur Aceh periode 2006–2007, Mustafa Abubakar, mengusulkan pemerintah membentuk komite khusus untuk mengawasi pelaksanaan Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh pada fase berikutnya.

Usulan itu ia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Badan Legislasi DPR RI terkait penyusunan RUU Perubahan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, di Jakarta, Kamis (13/11/2025).

“Kami mengusulkan pembentukan komite khusus yang mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan Otsus tahap kedua nanti. Kalau perlu, dijadikan prasyarat saja, Pak. Oke, ini disetujui, tapi harus diimbangi dengan adanya komite khusus yang mengawal, sehingga uangnya tidak “lari ke laut”,” ungkapnya.

Eks Menteri BUMN era Presiden SBY itu mengarakan pengalaman pengelolaan dana lebih dari Rp100 triliun selama sekitar dua dekade terakhir memberikan banyak pelajaran penting.

Menurutnya, meski ada hasil yang dicapai dari penggunaan dana tersebut, sejumlah penyimpangan yang muncul menunjukkan adanya kelemahan manajemen yang perlu segera dibenahi.

Ia mencontohkan mekanisme serupa yang diterapkan di Papua, di mana Wakil Presiden memimpin komite khusus dengan anggota yang mayoritas merupakan putra daerah setempat.

Menurutnya, pola ini dapat membantu Aceh menghindari pengulangan persoalan masa lalu dan menjadikan penggunaan dana lebih efektif, terutama untuk mendukung hilirisasi industri sebagaimana diarahkan oleh Presiden Prabowo Subianto.

Baca juga: Otsus Aceh Tidak Kena Efisiensi Anggaran 2026

Mustafa menambahkan pembentukan komite itu bahkan bisa dijadikan prasyarat dalam persetujuan Otsus tahap selanjutnya. Ia menekankan pentingnya pendampingan ketat agar anggaran tidak kembali terbuang sia-sia.

Menurutnya, jika pembentukan komite tidak dapat dimasukkan ke dalam undang-undang, maka pengaturannya bisa dimuat dalam peraturan pemerintah atau aturan teknis lainnya.

Mustafa Abubakar Ingatkan Kekhususan Aceh

Selain isu pengawasan penggunaan dana Otsus, Mustafa juga menyinggung perbedaan narasi antara MoU Helsinki dan Undang-Undang Pemerintahan Aceh terkait mekanisme konsultasi dan persetujuan antara pemerintah pusat dan Aceh.

Ia mengingatkan dalam MoU disebutkan kebutuhan konsultasi dan persetujuan dalam berbagai aspek, termasuk pengangkatan Kapolda dan Kepala Kejaksaan Tinggi, yang pada masa ia menjabat memang memerlukan persetujuan gubernur. Namun dalam undang-undang, istilah itu berubah menjadi konsultasi dan pertimbangan sehingga dinilai mengurangi kekhususan Aceh.

“Di dalam undang-undang, kalau saya tidak salah, narasi itu berubah, dari persetujuan menjadi konsultasi dan pertimbangan. Nah, ini yang barangkali perlu nanti dievaluasi kembali,” lanjutnya.

Ia mendorong Baleg DPR RI meninjau kembali apakah narasi persetujuan seperti dalam MoU perlu dikembalikan, atau tetap mengikuti bunyi undang-undang yang berlaku saat ini.

Menurutnya, kejelasan mekanisme ini penting agar tidak lagi terjadi kesenjangan antara kesepakatan dan implementasi di lapangan.

Mustafa juga merespons pandangan sejumlah anggota DPR yang menyinggung belum terlaksananya beberapa kesepakatan antara Aceh dan pemerintah pusat. Ia menyebut kemungkinan persoalan itu bukan semata karena kurangnya kemauan politik, tetapi bisa disebabkan oleh belum sinkronnya pemahaman para pengambil kebijakan di tingkat kementerian.

Menurutnya, ada anggapan di sebagian birokrasi bahwa Aceh dan Papua terlalu diistimewakan, sehingga sejumlah implementasi kebijakan berjalan lambat.

Ia mencontohkan lambannya proses penerbitan peraturan pemerintah terkait dana Otsus di masa lalu yang akhirnya baru dapat diselesaikan setelah proses panjang.

Mustafa menegaskan ke depan Aceh dan pemerintah pusat perlu memastikan keselarasan pemahaman dalam setiap kebijakan agar tidak terjadi perbedaan antara keputusan dan implementasi.

Ia berharap revisi Undang-Undang Pemerintahan Aceh dapat memperkuat mekanisme konsultasi dan kesepahaman tersebut sehingga hubungan pusat dan daerah berjalan lebih efektif dan tidak menimbulkan hambatan baru dalam pelaksanaan kebijakan.

Dengan pengawasan yang kuat dan komunikasi yang selaras, ia yakin pengelolaan dana Otsus tahap berikutnya akan memberikan hasil yang lebih optimal bagi masyarakat Aceh.

Artikel SebelumnyaAdolf Hitler Memiliki Mikropenis dan Satu Testis
Artikel SelanjutnyaTemui Wartawan, Asintel Kejati Aceh Ajak Media Perkuat Kerja Sama
Zikril Hakim
Reporter magang untuk Komparatif.ID. Meliput isu-isu sosial, dan olahraga.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here