Komparatif.ID, Bandung– Mujiono, pria gaek berusia kepala lima. Ia sopir truk pengangkut batubara. Gajinya tak menentu, kadang dua juta, kadang 3 juta perbulan. Ia bermimpi anaknya berhasil kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Kisah hidup Mujiono dipublikasi di media sosial, setelah mantan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi bertemu Mujiono yang sedang mengganti ban truk besar di tepi jalan di Purwakarta.
Video yang ditonton Komparatif.ID pada Jumat (29/3/2024) merekam Dedi Mulyadi yang turun dari mobil, setelah melihat Mujiono parkir di tepi jalan. Pria tua itu mengganti ban truk itu seorang diri.
Baca: Gajah Pungli Truk Tebu, Sopir Pasrah
Dedi penasaran, mengapa pria itu bekerja seorang diri? Dedi mendatangi sopir yang saat itu tidak berbaju. Aura tua dan lelah terlihat jelas di wajahnya. Citra kemiskinan terpahat pasti di muka dan kulitnya yang legam dibakar matahari.
Dedi kaget tatkala diberitahu bila Mujiono tak membawa kernet. Sopir truk batubara jurusan Lahat- Bandung itu mengaku dibayar persenan. Bila membawa kernet, uangnya tidak cukup.
Perjalanan Lahat-Bandung membutuhkan waktu tempuh delapan hari. Sebuah perjalanan yang sangat lama. Lelah pasti, wajah Mujiono menampakkan gurat nyata betapa hidupnya tidak mudah. Tapi ia seirang ayah dan seorang suami.
Saat itu dia membawa istrinya dan anaknya yang paling kecil ikut serta. Sang istri mengaku minta ikut supaya bisa melihat Bandung.
Bukan Dedi Mulyadi namanya bila tidak berhasil mengulik informasi lebih dalam. Ia mengatakan bila batubara merupakan miliknya orang kaya raya, tapi hidup sopir pengangkut batubara tidak sejahtera.
Dari sana cerita berjalan semakin dalam. Mujiono dan istri mengatakan salah satu anaknya sudah lulus Universitas Negeri Lampung. IPK-nya tiga lebih. Lulusan Biologi Fakultas Tarbiyah UIN Lampung. Mungkin yang mereka maksud adalah UIN Raden Intan Lampung.
Sang anak bercita-cita melanjutkan pendidikan ke jenjang magister di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Saat sang anak bertanya apakah orangtuanya punya uang? Mujiono dan istri segera mengangguk.
Mengapa Mujiono sangat termotivasi menyekolahkan anaknya setinggi mungkin? Pria Jawa kelahiran Lampung itu mengatakan dirinya hanya lulus SD. Dia ingin anaknya tidak mengalami nasib serupa dirinya.
Untuk mengumpulkan uang, mereka berhemat. Sang istri selain mengurus rumah tangga, juga menjadi Asisten Rumah Tangga (ART) di rumah tetangga. Ia menyetrika baju terangga. Upah itu disimpan. Ia juga membuat peyek. Dari keuntungan yang tidak seberapa, ditabung untuk biaya sekolah anak-anak.
Dedi Mulyadi terharu. Ia sempat menangis sembari memeluk Mujiono. Ia sangat tersentuh dengan kerja keras dan impian sang sopir truk batubara.
Muji dan istri berharap anaknya mendapatkan beasiswa. Dedi berjanji akan membantu.
Sebelum berpisah, Dedi memberikan sejumlah uang kepada pria Pujakesuma tersebut. Pasangan suami istri itu tak kuasa membendung air mata. Mereka tenggelam dalam haru tak bertepi. Inilah hikmah salah satu ban truknya meletup di Purwakarta.