Moral dalam Profesi Kepolisian

Saifuddin Bantasyam menulis Ganjar mendapat teguran setelah memberikan signal kesiapannya meuju Pilpres 2022. Foto: Doc. Penulis.
Saifuddin Bantasyam menulis Ganjar mendapat teguran setelah memberikan signal kesiapannya meuju Pilpres 2022. Foto: Doc. Penulis.

Hampir 10 hari berlalu, namun liputan media cetak dan elektronik mengenai kasus “polisi menembak polisi” di rumah Kadiv Propam Polri di Jakarta belum juga mereda. Penyebabnya tidak lain karena ada kontroversial dalam kasus tersebut. Media menemukan sejumlah kondisi yang tak lazim dalam penanganan kasus. Akan halnya keluarga korban (Brigadir J) mengatakan ada kejanggalan pada tubuh korban.

Kapolri memang sudah membentuk tim khusus dan memberikan penjelasan kepada masyarakat pada 12 Juli lalu, Namun Menko Polkam Mahfud MD yang juga ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyatakan “penjelasan polisi itu sangat tidak jelas.” Statemen Mahfud itu mengacu kepada simpang siurnya penjelasan antara satu pejabat dengan pejabat lainnya di internal Polri.

Nama baik institusi Polri dipertaruhkan dalam penyelesaian kasus tersebut. Namun, pada tingkat praktis, menjalankan tugas dan wewenang kepolisian itu bukan sesuatu yang mudah.

Di dalam pelaksanaan tugas dan wewenang tersebut terkandung kehormatan—yang sangat penting dalam konteks berperilaku baik. Karena itu, dalam sisi implementasi profesi kepolisian, ada norma-norma hukum dan norma terkait lainnya saat polisi menjaga situasi dan kondisi di dalam masyarakat.

Profesi kepolisian adalah profesi hukum (menjalankan pekerjaan dalam bidang hukum). Pada titik ini, kita kemudian tahu bahwa dalam hukum ada kaidah atau norma yang berisikan larangan dan keharusan atau perintah untuk ditaati oleh setiap orang dalam wilayah tertentu.

Hukum itu sendiri memiliki kecenderungan untuk mengikuti cita-cita moral masyarakat dan berubah seiring dengan perkembangan kesadaran moral masyarakat atau anggota masyarakat. Itu sebabnya pula kemudian disebutkan bahwa ketaatan terhadap hukum, termasuk oleh anggota polisi, adalah bagian dari perilaku moral.

Karena itu dapat dipahami bahwa semua bentuk hukum dan pemberlakuannya (penerapannya, law enforcement) menjadi hal yang termasuk ke dalam bidang moral, bahkan isi hukum itu memuat nilai-nilai etika dan moral.

Profesi kepolisian dalam sifatnya sebagai profesi luhur, menuntut kejelasan dan kekuatan moral yang tinggi. Tak terkecuali adalah dalam penanganan kasus “polisi tembak polisi” yang menewaskan Brigadir J. Ada persoalan hukum dan moral sekaligus dalam kasus tersebut.

Selama ini, dikenal tiga ciri kepribadian moral di dunia kepolisian, yaitu: berani berbuat dengan tekad untuk memenuhi tuntutan profesi; sadar akan kewajiban yang harus dipenuhi selama menjalan tugas profesionalnya; dan memiliki idealisme sebagai perwujudan makna “mission statement” masing-masing organisasi profesionalnya.

Jika narasi ini dikembangkan lebih jauh, maka setiap anggota kepolisian harus memiliki tekad dan semangat yang sesuai dengan cita-cita, tujuan, visi, dan misi kepolisian.

Di samping itu anggota kepolisian harus sadar atas kewajiban profesinya, harus ada suatu isme dalam sikap, cara berpikir, tindakan dan perilaku, berdasarkan ilmu kepolisian dan juga ilmu hukum.

Polisi yang professional akan mampu melakukan tindakan untuk mengamati fenomena di sekelilingnya dengan cermat dan menemukan data yang bermanfaat bagi pemolisiannya. Polisi yang profesional juga mampu menganalisa setiap gejala, peristiwa, atau fenomena yang terjadi secara kritis, dialektis, komparatif, dan dialogis.

Profesionalisme merupakan kemampuan melihat dan memprediksi hubungan antara gejala yang satu dengan yang lain, memecahkan berbagai masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat berikut memberikan solusinya, dan mampu mengembangkan kreatifitas dalam pemolisiannya sehingga dapat diterima oleh masyarakatnya.

Di samping ciri-ciri kepribadian moral di atas, maka profesi kepolisian sebagai profesi luhur perlu didasari juga oleh sikap kepribadian. Sikap-sikap kepribadian itu antara lain adalah kejujuran, autentik, kesediaan untuk bertanggung jawab, kemandirian moral, keberanian moral, dan kerendahan hati.
Semua sikap tersebut adalah sikap yang sudah dilandasi oleh moral karena semua sikap tersebut mengandung nilai-nilai baik.

Pada tataran operasionalnya, aparatur kepolisian harus diingatkan kembali untuk menjaga keseimbangan antara nilai-nilai moral yang harus dimiliki dan kemampuan melaksanakan tugas dan wewenang dengan keahlian atau kemahiran yang tinggi.

Jika kemudian nilai keseimbangan moral dan skill itu luput maka dampaknya berupa bergesernya nilai nilai luhur dalam lembaga kepolisian. Cara polisi menangani kasus “polisi menembak polisi” itu akan menjadi satu ujian berat bagi kepolisian. Menarik kiranya untuk menunggu hasilnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here