Mesir Sarankan Warganya Konsumsi Ceker Ayam

Pemerintah Mesir menyarankan warganya memakan ceker ayam di tengah inflasi yang melanda negara tersebut. Foto: Blibli.com
Pemerintah Mesir menyarankan warganya memakan ceker ayam di tengah inflasi yang melanda negara tersebut. Foto: Blibli.com

Komparatif.ID, Kairo— Pemerintah Mesir menyarankan warganya mengkonsumsi ceker ayam, sebagai upaya darurat di tengah krisis inflasi yang kian memburuk.

Africa Insider melaporkan pada Minggu (22/1/2023), negeri Piramida itu mengalami krisis inflasi sangat parah yang menyebabkan meningkatnya harga pangan.

Saat ini di Mesir harga makanan sangat mahal akibat dari inflasi paling buruk dalam lima tahun terakhir. Rakyat Mesir tidak mampu lagi membeli makanan pokok, termasuk ayam.

Saat ini harga unggas 70 pound, naik dari harga 2021 yang hanya 30 pound. Mengantisipasi kenaikan harga, Lembaga Nutrisi Nasional meminta orang-orang beralih ke makan ceker ayam.

Pernyataan Pemerintah melalui Lembaga Nutrisi Nasional menimbulkan kemarahan rakyat. Bagi warga negara tersebut memakan ceker ayam yang merupakan simbol kemiskinan ekstrem di sana adalah sebuah penghinaan.

Baca juga: Kendalikan Inflasi, Pemko Sabang Gelar Pasar Murah

CNN melaporkan, perekonomian Mesir mengalami pukulan signifikan dalam dua tahun terakhir ketika dampak pandemi Covid-19, dan perang Ukraina menekan cadangan mata uang asingnya, serta kenaikan harga bahan bakar mendorong kenaikan inflasi.

Menurut Reuters, pandemi membuat investor menarik $20 miliar dari negeri Seribu Menara itu pada tahun 2020, dan kejatuhan ekonomi dari perang Ukraina menyebabkan jumlah yang sama hilang negara itu tahun lalu.

Sebelum COVID-19, Mesir telah mengalami sejumlah krisis keuangan yang memaksa pemerintahnya mencari dana talangan dari kreditor seperti Dana Moneter Internasional (IMF).

Dalam bailout terbaru yang disepakati pada bulan Desember, IMF meminjamkan $3 miliar ke negeri Piramida, yang diharapkan akan mengkatalisasi tambahan $14 miliar dukungan dari mitra internasional dan regional Mesir, termasuk negara-negara Teluk yang kaya minyak.

Pinjaman itu dikondisikan menerapkan sejumlah reformasi struktural, bersama dengan memperkenalkan nilai tukar yang fleksibel —yang akan memungkinkan nilai mata uang ditentukan oleh pasar, bukan oleh bank sentral.

Menurut IMF, beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kegagalan ekonomi Mesir termasuk peran militer yang terlalu besar, yang menurut para analis melemahkan sektor swasta, serta alokasi dana besar untuk proyek-proyek besar seperti menara tertinggi di Afrika dan ibu kota baru di negara tersebut.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here