Menyuling Harapan dari Sereh Wangi Negeri Antara

Muhammad Rizal menunjukkan minyak sereh wangi merek Obot hasil produksinya di kampung Negeri Antara, Pintu Rime Gayo, Bener Meriah. Foto: Komparatif.id/Muhajir Juli.

Di atas hamparan tanah seluas tiga hektar, Muhammad Rizal bertani sereh wangi Cymbopogon winterianus jowitt atau lebih dikenal dengan sebutan sereh wangi jawa. Dengan tagline bertani bergenerasi, Muhammad Rizal menanam sereh untuk masa depan yang menjanjikan.

30 menit sebelum berkunjung ke “pabrik” pembuatan minyak serai wangi Obot Essensial Oil, di perkebunan sereh wangi Paviliun 234, saya mengontak Muhammad Rizal, yang merupakan owner produk minyak esensial merek Obot.

Saya penasaran dengan Muhammad Rizal, yang setiap kali mengeposkan di linimasa Facebook, sering bicara tentang dunia pertanian, yang menurutnya sangat menjanjikan. Melalui postingan foto dan status-status pendek, dia seolah-olah menyihir Komparatif.id menulis tentang dunia yang ia geluti sejak 2017.

Bertani bergenerasi menjadi tagline minyak sereh wangi Obot yang digagas oleh Muhammad Rizal. Foto: Komparatif. id/Muhajir Juli.
Bertani bergenerasi menjadi tagline minyak sereh wangi Obot yang digagas oleh Muhammad Rizal. Foto: Komparatif. id/Muhajir Juli.

Muhammad Rizal, pria kelahiran Cot Mesjid, Kecamatan Juli, Bireuen, bukan serta merta terjun ke dunia pertanian. Di dalam aliran darahnya, ia mewarisi “gen petani”.

Tahun 1990, keluarganya membawa beraneka tanaman ke Kampung Negeri Antara, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Bener Meriah—kala itu masih Aceh Tengah. Di atas tanah seluas 100 hektar, ditanami berbagai komoditi termasuk sereh wangi. Rumah, bengkel, dan perlengkapan lainnya dibangun di sana.

Tapi semua itu harus ditinggalkan ketika konflik antara GAM dan RI semakin memanas. Rumah beton yang cukup luas ditinggalkan begitu saja. Peralatan bengkel, mobil lapangan, juga ditinggal di sana. Tidak butuh waktu lama untuk berganti kepemilikan. Atas nama negara dan keamanan, rumah mereka diduduki untuk pos keamanan. Demikian juga fasilitas lainnya.

Karena dijadikan pos, rumah itu dibakar oleh gerilyawan. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, keluarga Rizal hanya bisa pasrah.

Mencintai Dunia Pertanian
Setelah gempabumi dan tsunami melanda Aceh pada 26 Desember 2004, berbagai lembaga internasional tiba di Aceh. membantu orang Aceh, khususnya di daerah-daerah yang parah dihantam gelombang samudera Hindia, termasuk Lhokseumawe.

Rizal juga ikut berpartisipasi di dalamnya, menjadi pekerja NGO Caritas Germany. Dia bekerja sungguh-sungguh untuk mempersembahkan yang terbaik untuk program dan rakyat Aceh.

Pemred Komparatif.id Muhajir Juli (kanan) dan Muhammad Rizal di kebun sereh wangi. Foto: Komparatif.id/Mutia Dewi.

Tahun 2015 dia mulai memikirkan tentang dunia pertanian. Di dalam benaknya, bila diurus dengan menggunakan ilmu pengetahuan, pertanian merupakan salah satu sumber pundi-pundi rupiah untuk masa yang akan datang.

Pria berkulit eksotis itu pun mulai mempelajari lebih jauh. Termasuk melakukan uji coba di Sudimulyo, Aceh Utara. Bekerja sama dengan pemilik lahan, dia menanam pisang di atas tanah 1 hektar. Dengan komitmen, si pemilik lahan akan merawat, Rizal memodali dari pembersihan lahan hingga biaya tanam.

Untuk tiga kali panen pertama, Rizal minta keuntungan 50 persen. Setelahnya mutlak menjadi hak pemilik lahan. Kesepakatan dibuat, tapi di lapangan, si pemilik lahan tidak merawat ribuan batang-batang pisang itu. Rizal merugi, tapi mendapatkan pelajaran: Jangan pernah menambatkan mimpi kepada orang lain. Bila ingin sukses, lakukan sendiri.

Tahun 2017 Rizal mundur dari Caritas Germany. Berbekal modal dari tabungannya dan istri, dia kembali ke Negeri Antara. Membersihkan 3 hektar lahan dia menanam pisang. Tapi belum sempat dia melihat pisang-pisang itu berbuah, serangan hama pun tiba.

Puluhan ekor lembu milik pemerintah dan masyarakat menyerbu kebun pisangnya di malam hari. Bukan hanya itu, kawanan gajah liar juga menyerang kebun milik Rizal. Pagar yang dibangun susah payah tidak memiliki makna apa pun. Patah diterjang lembu dan gajah.

Pria itu dibuat pusing tujuh keliling. Dirinya rugi besar. Satu unit Suzuki Ertiga yang dijual untuk modal, ludes ke dalam perut lembu dan gajah. Rizal linglung, dia hampir menyerah.

Mimpinya remuk redam, cita-citanya berantakan. Tapi Rizal sekali lagi ingin mencoba. Dia mulai menganalisa, ternyata dia melakukan kesalahan fatal. Dia menanam komoditi sesuai dengan keinginannya, bukan sesuai dengan alam dan tantangannya.

Bangkit Bersama Sereh Wangi
Tak patah arang, berbekal urunan dari teman-temannya, serta dengan sisa semangat dan dukungan penuh dari istri, Rizal kembali bangkit. Ia tidak meninggalkan pertanian. Ia menatap lahan di belakang rumah yang pernah dibakar di masa konflik, dengan penuh harapan.

“Saya tidak mungkin memaksakan keinginan sendiri di atas lahan di sini. Saya harus menyesuaikan diri dengan alam. Negeri Antara adalah jalur purba gajah liar. Juga banyak lembu yang dilepasliar oleh pemiliknya. Dengan pertimbangan matang, saya pun pilih sereh wangi,” kata Rizal mengenang perjuangannya di masa lalu.

Muhajir Juli dan Muhammad Rizal di depan pusat produksi minyak esesnsial Obot. Foto: Komparatif.id/Mutia Dewi.

Dengan semangat juang menggebu-gebu, Rizal mulai menyiangi belukar di lahannya itu. Dia membabat habis pisang dan menanam sereh wangi. Tiga hektar lahan ditanami semua dengan tumbuhan penghasil minyak esensial itu.

Dia juga membangun ketel di belakang rumah, yang digunakan untuk menyuling minyak. Ketel itu dibangun sendiri olehnya, berkat pengetahuan yang diakuinya didapatkan secara otodidak di Youtube.

Serai wangi dipanen setiap tiga bulan sekali. Masa panen paling bagus ketika musim kemarau. Kandungan minyak di dalam tiap helai daunnya lebih banyak ketimbang di musim hujan, yang di dalam daun mengandung banyak air.

Pada lahan di Negeri Antara, setiap hektar Rizal mendapatkan 40 kilogram minyak esensial. Dia beruntung, karena memiliki ketel sendiri, tidak perlu membayar biaya penyulingan yang dipatok tiga ons tiap kilogram minyak.

Hasil produksi di Negeri Antara berbeda jauh dengan di Celala dan Pegasing, yang bisa 80 kilogram dari tiap hektar. “Mungkin tanah di sana lebih subur,” katanya, Senin (11/7/2022). sore.

Sembari merawat ladang sereh wangi, Rizal juga membeli minyak sereh dari petani tempatan, yang ia seleksi sendiri. Dia baru membeli bila si petani menyulingnya di ketel tertentu. Bila pengepul lain membeli Rp160 perkilo, Rizal membelinya Rp180 perkilogram.

“Tekad dari awal bukan semata-mata cari untung sebanyak-banyaknya. Tapi kehadiran saya di sini bisa menjadi teman bagi petani yang lain,” katanya.

Kalau ingin egois, Rizal bisa menanam seluruh lahannya yang 7 hektar. Tapi dia memilih menanam tiga hektar saja, demi menampung hasil produksi petani yang lain. Menurutnya itu pilihan terbaik, agar kehadirannya bisa berguna lebih luas untuk masyarakat di sana.

Bertani Bermakna Menjaga Masa Depan
Menjadi petani yang di mata banyak orang merupakan pekerjaan orang dari tingkat Pendidikan rendah, bila dikerjakan dengan benar, merupakan pundi rupiah yang sangat menjanjikan.

Rizal sudah menghitung itu. Dia keluar dari NGO meskipun gajinya besar tapi tidak menjanjikan keberlanjutan. Demikian juga PNS, bila tegak lurus, menyekolahkan anak saja akan kesulitan. Tapi petani, bila memiliki ilmu yang cukup, tersambung dengan pasar, maka potensi pendapatannya akan berkali lipat dan tidak akan ada akhirnya.

Muhammad Rizal menunjukkan piagam penghargaan dari Dinas Koperasi dan UKM Aceh. Foto: Komparatif.id/Muhajir Juli.

“Bertani merupakan aktivitas mendapatkan kesehatan yang bagus secara gratis. Sekaligus menjadi passive income sampai kita tua. Tapi bila tidak dikerjakan dengan sungguh-sungguh, maka tidak akan mendapatkan hasil yang bagus,” katanya.

Saat ini di rumahnya di kilometer 47, Rizal membuka gerai minyak esensial merek Obot. Produknya hanya satu yaitu essensial oil yang dikemas dalam berbagai ukuran botol. Ada yang dijual perpaket, ada yang perbotol, sesuai kebutuhan.

Minyak sereh wangi Obot saat ini telah ramai diketahui oleh khalayak. Pelintas sering singgah, membeli minyak sereh, sekaligus berbincang dengan Rizal.

Apa saja khasiat minyak Obot? Meredakan nyeri, meredakan perut kembung, mengatasi nyeri haid, meredakan sakit gigi, meredakan rasa gatal, untuk minyak pijat, aromaterapi alami, menghilangkan capek dan menghangatkan badan, bioaditif bahan bakar minyak, dan lain-lain.

Buah dari ketekunannya, Obot mendapatkan Piagam Penghargaan UKM Naik Kelas, yang diberikan oleh Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Provinsi Aceh pada 27 November 2019.

***
Ketika saya datang ke Rumah Produksi Minyak Sereh Wangi Cap Obot –demikian ditulis di papan yang ditempel di teras—Rizal menyuguhkan satu teko teh saffron. Turut ditambahkan beberapa helai daun papermint yang ditaruh di atas mangkok kecil.

Saya menyeruputnya sembari memejamkan mata. Paduan teh saffron hangat dengan kesegaran helaian mint menghadirkan suasana ceria di dalam pikiran. Badan yang awalnya terasa Lelah, secara perlahan segar kembali.

Saya menghabiskan dua cangkir teh saffron itu. Sungguh sajian yang luar biasa.

Saat hendak pamit, saya membeli satu paket kecil minyak Obot. Rizal menolak menerima uang, ia ingin memberikannya sebagai oleh-oleh. Tapi saya menolak, karena UMKM belum pantas memberikan oleh-oleh, konon lagi satu paket kecil yang berisi lima botol.

Rizal tersenyum, dan menerima uang itu. Dia berdoa semoga Komparatif.id bertumbuh besar, menjadi pilihan utama pembaca, khususnya yang ingin menjadi lebih baik setelah membaca artikel di media.

Bagi Anda yang ingin membeli minyak Obot, bila melintas jalan Bireuen-Takengon, jangan lupa melipir ke KM 47. Di sana Rizal akan menyambut Anda dengan senyum hangat, sehangat minyak esensial Obot yang ia produksi, demi bertani bergenerasi.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here