Berdiri pada tahun 1999, warung telur kocok Boh Manok Weng Cek Pon Bahtera, menjadi tongkrongan segala kelas sosial. Mulai dari anak muda, politisi, birokrat, hingga agamawan. Setiap hari usaha tersebut mampu menghabiskan 1.200 telur ayam kampung.
Sabtu dinihari, pukul 00.30 WIB (3/9/2022) Alphard berkelir hitam yang melaju dari Lhokseumawe, memutar setir ke sebelah kanan jalan. Meninggalkan jalur Banda Aceh-Medan, menusuri jalan beraspal yang lebih kecil.
5 menit kemudian, mobil mengaspal ke jalur tua, disebut jalan rel kereta api yang membentang panjang, menghubungkan jalur klasik Samalanga dengan kota tua Mereudu, ibukota Kabupaten Pidie Jaya.
MPV premium yang diproduksi oleh Toyota Motor Coorporation, berhenti setelah melintas jembatan yang di bawahnya disandarkan boat-boat nelayan. Alphard berhenti tepat di bahu jalan, di depan Koramil Meureudu. Di seberang jalan berdiri kedai kopi Cek Pon Bahtera, sebuah usaha kuliner telur kocok yang di Aceh dikenal dengan sebutan boh manok weng (BMW).
Jalan Kota Meureudu sudah sepi. Maklum, malam sudah larut, hanya satu dua pelintas yang berlalu-lalang. Bus umum dan kendaraan antar kabupaten lainnya tidak melintas di Kota Meureudu. Sejak jalur kereta api dimatikan oleh Pemerintah Pusat tahun 1982, dengan dalih kalah bersaing dengan sarana transportasi jalan raya, Meureudu juga tidak lagi menjadi kota komersial di pantai timur Aceh.
Meureudu sempat cukup lama menjadi “kota yang hilang” di Aceh. Statusnya setara dengan ibukota kecamatan-kecamatan tidak penting di seluruh dunia. Tapi sejak Pidie Jaya lahir tahun 2007 dan Meureudu dipilih sebagai ibukota, kawasan tersebut berdenyut kembali.
Di dekat jembatan ujung timur Kota Meureudu, sejak tahun 1999 berdiri sebuah warung kopi khas; dengan sajian utama telur kocok all varian. Mulai telur kocok campur teh, campur kopi, poligami—campuran teh dan kopi– serta varian lainnya.
Setiap hari boh manok weng Cek Pon Bahtera ramai dikunjungi pelanggan. Bila malam tiba, suasana warkop tersebut bertambah semarak. Tua muda campur baur di sana, menyeruput BMW kental sembari bercengkerama dengan kolega.
Kekentalan telur kocok itulah yang membuat Azwardi Abdullah ingin menyeruput telur kocok itu. Dia sudah beberapa kali singgah di sana.
“Boh manok kochok Meureudu –maksudnya BMW Cek Pon Bahtera—lain dari yang lain. Rasanya lezat, tidak amis, manisnya pas, dan kental,” terang Azwardi yang kini sedang melaksanakan tugas sebagai Penjabat Bupati Aceh Utara.
Saat kami tiba di sana, warung tersebut masih ramai. Meskipun tidak seramai pada jam-jam 20 sampai 22 WIB. Beberapa pelintas juga singgah di warkop tersebut.
Satu porsi BMW Rp10 ribu. Satu peorsi berarti satu telur. Harga paling mahal Rp13.000 per porsi.
Apa yang menarik dari warung kopi tersebut? Pelanggannya dari berbagai kalangan. Mulai dari pelajar, mahasiswa, pejabat, politisi, pengusaha, hingga agamawan.
Rasa penasaran timbul ketika melihat tumpukan telur ayam di rak kaca di belakang dapur kopi. Kepada Komparatif.id seorang pramusaji menyebutkan telur-telur itu mereka kumpulkan dari peternak di sekitar Keude Meureudu.
Berapa butir telur yang mereka habiskan setiap hari? Seorang karyawan berusia muda sembari menghidangkan telur kocok ke meja yang Komparatif.id tempati, menjelaskan, mereka mampu menjual hingga 40 rak (papan) telur. Satu rak 30 butir. Berarti dalam satu hari mereka mampu menjual 1.200 butir telur ayam kampung. Wow!
Kami tidak berlama-lama di sana. Setelah menyeruput kentalnya telur kocok Cek Pon Bahtera, kami pamit, melanjutkan perjalanan menuju Banda Aceh.
Sebagai catatan tambahan, Cek Pon Bahtera juga melayani pesanan take away.
Bagi Anda yang ingin merasakan kenikmatan telur kocok Cek Pon Samudera, datang saja ke alamat: Jl. Rel Kereta Api, Kota Meureudu, Kec. Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh.