Mempertahankan Hutan Tersisa dari Buruan “Mafia”

Krueng Peudada dan rimba di Seuneubôk Beurabu, Gampong Pinto Rimba, Peudada, Bireuen, merupakan kawasan penyangga terakhir di kawasan itu yang dekat dengan permukiman warga. Foto: Doc. Spesial for Komparatif.id.

Kelompok tani Batee Lhee bercocok tanam sembari menjaga kelestarian hutan. Luas garapan mereka dibatasi hanya 48 hektar dengan jumlah anggota 39 orang. Mereka sepakat tidak merambah hutan seluas 210 hektar yang berbatasan langsung dengan kebun yang digarap sejak 2014. Tapi usaha mereka harus berhadapan dengan “mafia” yang tidak pernah berhenti mencoba merambah permadani hijau di lekuk Krueng Peudada.

Ayuraddin (41), Minggu (5/6/2022) menghela nafas panjang. Sudah lama ia dilanda dilema. Tapi tidak tahu harus menyampaikan keluh kesahnya kemana. Orang-orang yang seharusnya menjadi bagian dari pelindung pelestarian lingkungan, justru banyak yang menjadi agen para predator rimba yang ingin secepat mungkin hutan terakhir yang selama ini menjadi kawasan penyangga, sekaligus “depot air” untuk warga dan ekosistem di sana, beralih fungsi menjadi hamparan perkebunan sawit. Ada juga yang mengincar batu gajah yang ada di dalam sungai yang mengalir deras sepanjang tahun.

Lelaki yang akrab disapa Pak Red itu merupakan sosok muda yang peduli lingkungan hidup. Dia memegang teguh prinsip ekonomi dan kelestarian harus berjalan berdampingan. Tidak boleh saling menghancurkan. Konon lagi hanya untuk kepentingan ekonomi segelintir orang.

Tahun 2014 dia mengajak sejumlah pemuda dari eks kombatan GAM yang beralih menjadi perambah hutan secara illegal, bergabung dalam sebuah kelompok tani yang kemudian diberi nama Batee Lhee (BL). Kelompok itu merupakan organisasi petani dengan konsep dasar petani berdikari. BL kemudian didaftarkan ke Dinas Pertanian Bireuen.

Red mengatakan lahan tidur berupa semak belukar seluas 48 hektar di Seuneubôk Beurabu, Gampong Pinto Rimba, Kecamatan Peudada, Bireuen, yang telah sekian lama tidak produktif, dibangunkan kembali untuk kebun rakyat. Setiap orang hanya diberi izin menggarap 2 hektar lahan.

19 orang pemuda bergabung pada tahun itu. Mereka segera terjun ke tengah hamparan ilalang, bekerja dengan peluh bercucuran. Tekad mereka sudah bulat, ingin bertani dengan cara benar, dan bersanding erat bersama hutan hujan tropis terakhir yang ada di sana.

Sembari mendampingi para petani itu, Red secara perlahan memasukkan ide-ide pelestarian hutan dan sungai. Mereka membuat kesepakatan bila anggota kelompok BL sekaligus sebagai relawan yang bertugas menjaga hutan dan sungai secara swadaya. Mereka sepakat tidak menebang pohon, tidak memburu burung, tidak meracun ikan.

Anggota Batee Lhee sedang menempel amaran larangan menebang hutan. Foto: spesial for Komparatif.id.
Anggota Batee Lhee sedang menempel amaran larangan menebang hutan. Foto: spesial for Komparatif.id.

Mereka juga akan berusaha keras mencegah orang lain merambah hutan di sana, serta melindungi Krueng Peudada di areal itu dari orang yang ingin mengeruk batu-batu besar (batu gajah), meracun ikan dan udang.

“Hutan di Seuneubôk Beurabu merupakan satu-satunya hutan tersisa yang dekat dengan permukiman warga. Di kiri dan kanan telah habis dirambah individu berkapital besar, kemudian dikonversi menjadi perkebunan sawit,” sebut Red.

Sebagai langkah awal sosialisasi perlindungan terhadap ekosistem tersebut, Red dan kawan-kawan menempel amaran larangan menebang pohon di pokok-pokok kayu di rimba itu.

Aksi-aksi Red dan teman-teman mendapatkan perhatian pihak lain. Dari 19 orang, kini kelompok tani BL telah berkembang menjadi 39 orang. Dengan berpegang teguh pada komitmen awal, mereka bertani dengan memadukan ekonomi dan kelestarian lingkungan.

Upaya dengan penuh cucuran keringat kini telah menampakkan hasil. Udang yang sempat tidak ada lagi di Krueng Peudada, kini muncul lagi di celah-celah batu. Sidat yang sudah lama minggat, kini anak cucunya “pulang kampung”. Ikan keureuling pun sudah terlihat lagi.

Di sisi lain, kebun-kebun milik anggota BL telah menjadi lahan menjanjikan untuk menopang ekonomi keluarga. Pinang telah berbuah. Kemiri sudah berbuah. Kakao juga sudah berkali-kali panen. Pisang juga demikian.

Ibarat gadis cantik nan seksi, hutan 210 hektar itu menarik perhatian beberapa pihak. Mulai oknum aparat, oknum pejabat, hingga personal lainnya. Berbagai upaya dilakukan agar hutan itu secepatnya beralih fungsi. Batang-batang kayu rimba, humus tanah, batu gajah, sangat menggoda untuk segera dieksploitasi.

Warga menjaga hutan untuk kemaslahatan bersama. Foto: Spesial for Komparatif.id.

Red dan teman-temannya berjuang mempertahankan lumbung air. Krueng Peudada tidak berhulu pada danau. Sumber airnya berasal dari mata air yang bermula dari lebatnya rimba.

Bila hutan itu dirambah juga, maka ancaman ekologi akan terjadi. Hilangnya hutan, maka rusaklah ekosistem, yang bila itu terjadi, maka menjadi bencana bagi masyarakat peudada.

“Air adalah sumber kehidupan. Kami menjaga 210 hektar hutan itu, sebagai upaya menjaga kehidupan di Peudada dan sekitarnya. Upaya kami bukan ingin keren-kerenan. Tapi murni demi kelanjutan hidup manusia. Krueng Peudada tidak berhulu pada danau. Tapi bermula dari air yang disimpan di bawah lebatnya hutan hujan tropis di sana,” kata Red.

Atas upaya mereka melindungi rimba, Red sering mendapatkan ajakan kerja sama. Mulai dari tawaran uang puluhan juta rupiah, hingga ancaman tersirat dari beberapa pihak.

Bagi kelompok BL, hutan itu ibarat rumah adat Aceh terakhir. Harus dipertahankan sampai titik darah penghabisan. Bahkan anggota BL siap melakukan apa pun demi menjaga hutan itu. Termasuk dengan cara-cara pertarungan fisik.

“Saya khawatir bila itu harus terjadi. Niat tulus kami menjaga hutan tetap lestari justru harus berhadapan dengan oknum yang bertugas di lembaga negara, yang seharusnya mereka melindungi dan mendukung apa yang telah kami lakukan,” keluh Red.

Pria berkulit kuning langsat itu berharap, negara hadir membantu mereka. Memberikan proteksi agar kerja keras kelompok BL melindungi rimba tidak dihambat oleh oknum culas yang ingin kaya dengan cara melanggar hukum.

“Bila Anda sepakat bahwa wilayah yang harus dilindungi untuk kelanjutan kehidupan manusia, bantulah kami,” ajaknya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here