Memahami UU ITE Sebelum Berselancar di Internet

SMSI Pusat bekerjasama dengan Kejati DKI Jakarta menggelar diskusi tentang UU ITE, Rabu (8/6/2022). Foto: ist.
SMSI Pusat bekerjasama dengan Kejati DKI Jakarta menggelar diskusi tentang UU ITE, Rabu (8/6/2022). Foto: ist.

Komparatif.ID, Jakarta—Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Pusat menggelar diskusi virtual yang membahas perihal Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dalam diskusi tersebut membahas sejumlah persoalan yang seringkali mengantarkan pengguna internet terseret masalah hukum.

Diskusi yang digelar secara hybrid, dan online itu dilaksanakan di Kantor Pusat SMSI, Jakarta, Rabu (8/6/2022), menghadirkan pembicara utama yaitu Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Dr. Reda Manthovani, S.H., L.L.M, dan Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Dr. Taufiqurokhman, A.Ks., S.Sos., M.Si.

Pada diskusi tersebut Reda Manthovani memaparkan, berdasarkan riset DataReportal menunjukkan pengguna media sosial mainstream, seperti You Tube, Whatsapp, Facebook, Instagram, Tik Tok, Facebook Messenger, twitter, di Indonesia jumlahnya mencapai 191,4 juta pada Januari 2022.

Dengan jumlah pengguna yang begitu banyak, tentu merupakan perkembangan yang luar biasa. Menandakan bahwa dunia internet merupakan wahana baru yang telah membawa banyak perubahan.

Meskipun demikian, media sosial ini dapat diibaratkan seperti pedang bermata dua, sebab selain mendatangkan banyak manfaat, tetapi bila digunakan secara tidak benar akan berujung dengan persoalan hukum.

“Tren kriminal saat ini bukan hanya korupsi, terorisme, narkotika, namun kasus-kasus yang turut mewarnai adalah berhubungan dengan teknologi internet dan media sosial. Termasuk kasus pencemaran nama baik lewat media sosial internet. Di samping pencemaran nama baik, termasuk pula perdagangan gelap, penipuan, pemalsuan, pornografi, SARA dan berita bohong,” tutur Reda.

Penggunaan media sosial telah cukup banyak yang berujung pada permasalahan hukum. Reda memberi contoh: Adam Deni dan Ni Made dituntut 8 tahun penjara karena melanggar Pasal 48 Ayat (3) jo Pasal 32 Ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008 jo.UU No. 19 Tahun 2016 tentang ITE Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Kemudian Buni Yani divonis 1,5 tahun penjara, melanggar Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45A ayat (2) dan/atau Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008 jo.UU No. 19 Tahun 2016 tentang ITE.

Lalu I Gede Ari Astina alias Jerinx (JRX) divonis 1,2 tahun penjara [melanggar Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45A ayat (2) dan/atau Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008 jo.UU No. 19 Tahun 2016 tentang ITE.

Dhani Ahmad divonis 1,6 tahun penjara, melanggar Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45A ayat (2) UU No. 11 Tahun 2008 jo.UU No. 19 Tahun 2016 tentang ITE.

Reda mengatakan kasus-kasus hukum yang timbul ketika seseorang menggunakan media sosial atau jenis lainnya di ruang maya, karena tidak mempedomani aturan yang telah ditetapkan di dalam UU ITE.

“Aktivitas di ruang virtual sebenarnya telah diatur dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 19 Tahun 2016. Ini yang banyak tidak dipedomani oleh pengguna internet yang bertebaran di berbagai platform media yang berbasis dalam jaringan,” ujar Reda.

Pengguna Internet Mayoritas Wanita
Sementara itu Dr. Taufiqurokhman mengatakan, mengutip data Puskakom UI & Kominfo bahwa jumlah pengguna Internet di Indonesia mencapai 88,1 Juta (34,9% dari total jumlah penduduk di Indonesia-red). Akses internet masyarakat Indonesia 1–3 jam per hari (telepon & celluler: 85 %; laptop/notebook: 32 %; PC/komputer: 14 %; tablet 13 %). Dari jumlah tersebut, pengguna terbesar yaitu wanita yang mencapai 55%, sisanya 45% laki-laki.

Media sosial bisa menyebabkan rasa candu kepada seseorang. Hal tersebut terkadang membuatnya melupakan dunia nyata sehingga berbagai hal terabaikan begitu saja. Oleh karena itu, seseorang yang kecanduan media sosial akan sangat mengganggu kehidupan pribadi mereka juga.

Dampak negatif media sosial lainnya, kata Taufiqurokhman, adalah malas berkomunikasi di dunia nyata, mengabaikan keterampilan menulis, mengeja dan lain-lain.

“Membanggakan diri sendiri secara berlebihan atas apa yang dimilikinya (narsis), dan adanya garis pemisah antara kelas sosial atas dan menengah bawah,” sebutnya.

Kedua narasumber dalam diskusi tersebut mengajak SMSI—dengan ribuan perusahaan pers yang bergabung di dalamnya—untuk menjadi duta dalam menyampaikan UU ITE kepada masyarakat. Agar ke depan jumlah orang yang menjadi korban akibat penyalahgunaan internet dapat berkurang.

Sebagai perkumpulan perusahaan pers, SMSI memiliki kekuatan untuk menyampaikan ke publik agar dalam penggunaan internet, harus mempedomani undang-undang yang berlaku di Indonesia.

Ketua SMSI Pusat Firdaus mengatakan SMSI memiliki komitmen tinggi menjadi juru penerangan untuk masyarakat. Perusahaan pers yang jumlahnya ribuan di bawah naungan organisasi itu, merupakan agen-agen perubahan dalam mempercepat sosialisasi kepada public dalam banyak hal, termasuk UU ITE.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here