Komparatif.ID, Bireuen– Bila bicara Peusangan Raya maka ada dua momentum kebangkitan. Pertama ketika Teuku Chiek Muhammad Djohan Alamsjah memimpin Nanggroe Peusangan. Era 1930-an ekonomi Peusangan bangkit setelah Ule Balang tersebut berhasil membangun Bendungan Pante Lhong, yang membuat petani dapat menanam padi dua kali setahun.
Ampoen Chiek Peusangan membangun Peusangan dengan mempersatukan tiga sektor, pendidikan—ditandai dengan didirikannya Jamiah Almuslim di Peusangan pada 1929, mendukung ulama dalam memperkuat pendidikan Islam melalui POESA (Persatoean Oelama Seloeroeh Aceh), serta mengupayakan peningkatan panen dan produktifitas lahan.
Upaya Ampoen Chiek Muhammad Djohan Alamsjah berhasil. Peusangan menjadi pusat ekonomi pertanian di era tersebut. Jamiah Almuslim menjadi pusat pendidikan anak-anak bangsa, sekaligus menjadi lumbung dakwah para ulama modernis waktu itu yang menggembleng jiwa merdeka dengan menyamarkan gerakannya dalam bentuk kepanduan pemuda.
Baca: Ampon Chiek Membangun Ketahanan Pangan Nanggroe Peusangan
Era 80-an, ketika Camat Peusangan dipegang oleh Muhammad Amin—MA Jangka. Saat itu meski telah menciut tapi luas Peusangan masih sangat besar. Terdiri dari wilayah saat ini Peusangan, Jangka, Peusangan Selatan, dan Peusangan Siblah Krueng. Fokus MA Jangka juga tidak jauh dari apa yang telah dilakukan oleh Ampon Chiek; penguatan pertanian, pendidikan, dan agama Islam. Lagi-lagi, Almuslim dipilih sebagai wahana memperkuat pendidikan dan Islam.
Tokoh senior Peusangan Raya H. Yusri, yang pernah berkhidmad sebagai anggota DPRK Bireuen sebagai utusan Partai Golkar, dalam acara Halal Bihalal Masyarakat Peusangan di Masjid Besar Peusangan, Rabu malam (16/4/2023) menyebutkan dua orang tersebut telah membuat sejarah besar. Buah karya mereka sampai sekarang masih dapat dilihat.
Saat ini, ada pekerjaan rumah paling besar untuk seluruh rakyat Peusangan Raya, yaitu penuntasan pembangunan Masjid Besar Peusangan, yang membutuhkan anggaran cukup besar. Perlu kekompakan untuk dapat mewujudkan mimpi besar tersebut.
Prof. Yusni Saby, yang pernah menjadi Rektor IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh, mengatakan modal besar yang menjadi ciri khas rakyat Peusangan adalah silaturahmi. Acara halal bihalal yang digelar di masjid tersebut merupakan salah satu bentuk memperkuat silaturahmi.
“Ciri khas kita sejak 1930-an sampai saat ini adalah silaturahim. Ini berfungsi sebagai ajang membicarakan kepentingan, tantangan, dan ganjalan di daerah kita ini. Silaturahim jangan sampai hilang dari kita Peusangan,” sebut akademisi kelahiran Bugak Krueng Mate tersebut.
Ia mengingatkan, sedari dulu, di luar Banda Aceh, Peusangan merupakan daerah yang paling unggul dalam sektor pendidikan. Buktinya dapat dilihat dengan berdirinya Universitas Almuslim, Intitut Agama Islam Almuslim,dan sebagainya. Lembaga-lembaga tersebut memberikan kontribusi aktif dan proaktif untuk generasi muda Peusangan Raya.
Kini, dengan kekuatan politik lebih luas, Peusangan Raya yang dipimpin oleh empat camat, tentu dapat bergerak lebih mudah.Banyak para pejabat yang kelak akan jadi bupati, gubernur, dan lain sebagainya. Jabatan-jabatan tersebut harus dapat dijadikan kekuatan untuk membangun daerah.
“Selama kita berada dalam satu sistem yang saling peduli, maka kita dapat membangun daerah. Pembangunan dapat dilakukan oleh yang berpendidikan. Mari kita kirim anak kita sampai ke mancanegara,” imbau Prof. Yusni Sabi.
Imum Chiek Masjid Besar Peusangan Teungku Muhammad Hafidh, yang menjadi penyampai tausyiah pada halal bihalal tersebut mengatakan pembangunan Peusangan menjadi gilang-gemilang di masa lalu, karena adanya rasa cinta tanah air di dalam relung dada tiap anak bangsa.
Cendekiawan muslim tersebut yang merupakan alumnus Pondok Pesantren Darul Ulum Tanoh Mirah Peusangan, menyebutkan semangat membangun pendidikan, ekonomi dan Islam, masih terpatri di dalam dada orang-orang Peusangan, baik yang ada di dalam daerah, maupun yang telah berkarya jauh dari kampung halaman.
Ia mencontohkan, Ketua Pembangunan Masjid Besar Peusangan H. Mukhlis,A.Md. Meski sangat sibuk dengan usahanya melalui PT Takabeya Perkasa Group, tapi tetap menyediakan waktunya demi pembangunan masjid besar yang membutuhkan perhatian serius.
Menurut Teungku Hafidh, apa yang dilakukan oleh panitia pembangunan, merupakan bentuk kepedulian dan rasa cinta tanah air yang terpatri di dada dan terbukti dalam perbuatan.
Teungku Hafidh mengimbau, kepada seluruh rakyat Peusangan Raya supaya menginfakkan hartanya demi mempercepat pembangunan masjid tersebut.
Sementara H. Mukhlis menyebutkan, dana yang dibutuhkan Rp120 miliar sampai masjid tersebut selesai. Dana yang terkumpul Rp36 miliar, seluruhnya sudah habis. Kini panitia berutang Rp1 miliar.
“Tapi saya dan panitia berkomitmen pembangunan tidak boleh berhenti. Bila ada kendala, secepatnya dilaporkan, supaya kami dapat mencari solusi.Tugas ini tidak mudah. Sudah lima tahun saya memegang amanat besar membangun masjid kebanggaan kita semua. Tapi saya merasa terhormat. Di antara semua ketua yang pernah dan sedang saya jabat, inilah yang paling prestisius,” sebut H. Mukhlis, yang merupakan Ketua DPD II Partai Golkar Bireuen.
H. Mukhlis mengajak selurh stakeholder Peusangan Raya semakin memperbanyak sumbangannya dalam bentuk uang dan lainnya demi tercapainya tujuan bersama; masjid selesai tepat waktu.
“Hahal bihalal malam itu merupakan tonggak memulai kembali membangun Peusangan Raya sebuah zonasi politik, ekonomi dan kebudayaan yang pernah gilang gemilang. Tak ada yang terlambat, tak ada yang harus dimulai dari awal. Semuanya hanya perlu melanjutkan, dan menyesuaikan dengan perkembangan zaman,” sebut Dekan FISIP Umuslim Rahmad Abdul Wahab, seusai halal bihalal.