MaTA Ungkap 7 Modus Dominan Kasus Korupsi di Aceh

Pada 2023, Potensi Kerugian Akibat Korupsi di Aceh Capai Rp172 M Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian. Foto: Komparatif.ID/Fuad Saputra.
Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian. Foto: Komparatif.ID/Fuad Saputra

Komparatif.ID, Banda Aceh— Masyarakat Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menyebut ada tujuh modus korupsi yang digunakan para koruptor di Aceh sepanjang 2023, menyebabkan potensi kerugian negara mencapai lebih dari Rp172 Miliar.

“Selama tahun 2023, para pelaku korupsi di Aceh melakukan berbagai modus operandi dalam menjalankan aksinya sehingga menyebabkan potensi kerugian negara sebesar Rp172 miliar lebih,” ujar Koordinator MaTA, Alfian pada konferensi pers yang digelar pada Jumat (5/1/2023)

Alfian menjelaskan MaTA memperoleh data berdasarkan hasil pemetaan modus korupsi berdasarkan glossary yang mereka miliki. Analisis dilakukan dengan merujuk pada informasi dari berbagai sumber media, baik cetak maupun online, serta data dari institusi penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan.

Berdasarkan data yang diperoleh, terdapat tujuh modus korupsi yang paling dominan. Pertama, modus penyalahgunaan anggaran dengan tujuh kasus, menyebabkan kerugian negara sekitar Rp8,5 Miliar.

Kasus-kasus tersebut mencakup dugaan korupsi di Rumah Sakit Arun Lhokseumawe, Dana Desa Batu Napal, hingga penyelewengan pengelolaan Alsintan Aceh Barat Daya.

Selanjutnya, modus penyalahgunaan wewenang dengan lima kasus, mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp68 Miliar. Kasus-kasus ini melibatkan penerbitan redistribusi sertifikat tanah di Desa Paya Laot, pengadaan lahan Zikir Nurul Arafah Islamic Center di Gampong Ulee Lheue, hingga kasus dana penyertaan modal pemerintah pada PT. BPRS Kota Juang.

Baca Juga: Pada 2023, Potensi Kerugian Akibat Korupsi di Aceh Capai Rp172 M!

Modus selanjutnya adalah pengurangan volume pengerjaan, dengan lima kasus dan kerugian sebesar Rp12 Miliar. Proyek-proyek yang terlibat antara lain peningkatan jalan di Beusa Sebrang dan Rantau Panjang Alue Tuwi Aceh Timur, serta kasus Pengadaan Alat Permainan Edukasi (APE) Dalam dan Luar untuk TK/PAUD Se-Kabupaten Aceh Tengah.

Kemudian, modus korupsi dengan nilai kerugian terbesar adalah laporan fiktif, mencakup lima kasus dengan kerugian sekitar Rp72,9 Miliar. Kasus-kasus ini termasuk pengelolaan dana desa di Desa Meugatmeh, Kecamatan Seunagan Timur, Kabupaten Nagan Raya, hingga proyek pengamanan pantai Pusong Langsa.

Diikuti oleh modus mark up dengan empat kasus dengan total kerugian Rp3,2 Miliar. Tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan Sistem Informasi Terpadu Pusat Industri Kreatif Abdya (PIKA) dan pengadaan sapi di Aceh Tenggara menjadi bagian dari modus ini.

Sementara itu, modus proyek fiktif mengakibatkan kerugian sekitar Rp749 Juta. Kasus proyek fiktif antara lain terkait timbunan lokasi MTQ Aceh Barat dan Gampong Suak Keumudee.

Terakhir, terdapat empat kasus korupsi dengan modus penggelapan, menyebabkan kerugian total sebesar Rp6,5 Miliar. Kasus ini melibatkan tindak pidana korupsi dana ganti uang persediaan (GUP) di Aceh Tengah, pajak penerangan jalan umum (PPJ) di Kota Lhokseumawe, dana PNPM Mandiri di Kecamatan Geumpang, Pidie, dan kasus korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Gampong (APBG) Baro Kunyet, Pidie.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here