Komparatif.ID, Banda Aceh– Ratusan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Ar-Raniry menggelar demo penolakan rencana revisi Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di halaman kantor DPRA, Banda Aceh, Rabu (24/5/2023).
Pantauan Komparatif.ID, demostran mulai memenuhi halaman kantor DPRA pukul 11.10 WIB, sambil membentangkan spanduk bertuliskan seperti “Tegakkan Syariah”, “Tolak Revisi Qanun LKS”, “BSI yang bermasalah kok Qanun yang disalahkan”.
Koordinator lapangan Muhammad Afdi menyebut aksi demo yang digelar untuk mendesak lembaga legislatif itu mengurungkan niat merevisi Qanun LKS sesuai permintaan Pemerintah Aceh.
“Aceh negeri syariah, seharusnya apapun yang ada di Aceh harus berlandaskan syariah,” kobar Afdi di atas mobil komando.
Massa juga mendesak untuk bertemu Ketua DPRA Saiful Bahri alias Pon Yahya, sekaligus meminta politisi Partai Aceh itu menarik pernyataannya untuk merevisi Qanun LKS.
Menurut demostran, Pon Yahya sebagai Ketua DPRA harus komitmen menjaga syariat islam sesuai UUPA Pasal 125 dan 126. Serta harus menutup rapat ide kembalinya bank konvensional beroperasi di Aceh lantaran menyangkut harkat dan marwah negeri Serambi Mekkah.
Baca juga: MIUMI Sarankan Revisi Qanun LKS Tak Perlu Dilakukan
Namun niatan mahasiswa bertemu Pon Yahya gagal diraih, Ketua Badan Legislasi (Banleg) DPRA Mawardi mengatakan Ketua DPRA itu sedang berada di luar Banda Aceh, sehingga tidak bisa bertemu dengan massa aksi. “Sedang berada di Aceh Utara,” terang Mawardi.
Melihat gelagat massa aksi yang tidak puas, Mawardi yang hadir bersama bersama beberapa anggota DPRA yang lain menjelaskan akar polemik revisi Qanun LKS dihadapan ratusan demostran.
Ketua Banleg itu menyebut, sejak dilayangkan surat oleh Pemerintah Aceh tujuh bulan lalu terkait revisi Qanun LKS, DPRA hingga saat ini belum dibahas apapun.
Mawardi juga menepis isu revisi muncul karena eror Bank Syariah Indonesia (BSI) yang sempat mengganggu perekonomian masyarakat Aceh beberapa waktu lalu. Ia juga menjelaskan bahwa revisi Qanun tidak serta merta langsung terwujud.
DPRA masih membutuhkan kajian mendalam untuk melihat urgensi revisi, termasuk mendengarkan pendapat ahli.
‘Hasilnya diputuskan bahwa, DPRA butuh kajian mendalam tentang persoalan itu. Termasuk butuh pendapat akademik, para ulama, ekonom dan pakar ekonomi Islam di Aceh. Jadi, tidak serta merta dan begitu saja kami menjalani mekanisme revisi sebuah Qanun,” terang Mawardi.
Mawardi juga menyebut revisi Qanun LKS tidak masuk dalam Program Legislasi (Proleg) dan Kajian DPRA. Sementara terkait kegaduhan yang timbul akibat eror BSI, politisi Partai Aceh itu mengatakan akan segera memanggil OJK sebagai penjamin konsumen keuangan dalam beberapa waktu dekat.