Apotek Kana Ubat dan Kana Sunat Modern Bireuen merupakan unit bisnis rintisan yang dibangun oleh M. Rizal (32) di pinggir jalan Bireuen-Takengon, kilometer 5,6, Gampong Juli Mee Teungoh—Simpang Gunci–, Juli, Bireuen. Pria kelahiran 1991 tersebut mulai menapaki bisnis kesehatan pada tahun 2020.
Tahun 2006, M. Rizal jatuh sakit. Saat itu dia masih duduk di kelas III SMP Percontohan Bireuen. Ia terjangkit tipes yang sangat parah. Ketika sering dibawa berobat ke Rumah Sakit Umum dr. Fauziah, Bireuen, M. Rizal melihat ternyata banyak perawat berjenis kelamin laki-laki. Dari sana, secara perlahan ia mulai penasaran dengan dunia keperawatan.
Setelah lulus SMP pada tahun 2007, Rizal mendaftar ke Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) Muhammadiyah Bireuen. Tanpa hambatan berarti, ia menuntaskan studinya di sana tahun 2010.
Baca: KBP Muhammad Insja, Putra Peusangan Pendiri Sekolah Polisi di Aceh
Lulus SPK, M. Rizal melanjutkan pelajarannya ke Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Lhokseumawe. Setelah dinyatakan lulus seleksi masuk perguruan tinggi itu, Rizal mendaftarkan diri sebagai tenaga sukarela di Puskesmas Juli 1, yang berjarak 11 kilometer dari rumah orangtuanya di Gampong Juli Uruek Anoe.
M. Rizal sengaja mengambil kuliah kelas ekstensi—masuk Sabtu dan Minggu. Pada Senin hingga Jumat ia mengabdi di Puskemas Juli 1 dengan honor Rp150 ribu per bulan. Honor tersebut sangat kecil, tapi sangat berarti bagi Rizal yang membutuhkan ongkos kendaraan umum ketika berangkat ke kampus.
Tahun 2010 sampai akhir 2013, untuk berangkat ke Puskemas ia masih diberikan pinjaman sepeda motor milik ayahnya. Namun, pada tahun 2014, motor tersebut dijual karena kebutuhan mendesak.
Tentu berat berangkat kerja tanpa kendaraan pribadi. Konon lagi angkutan umum antar desa sudah semakin jarang beroperasi di rute Bireuen-Teupin Mane. Anak pertama Marhadi A. Gani-Hasdiana binti Yakob tersebut memutar otak. Akhirnya dia memilih sepeda sebagai alat transportasi.
Setiap hari, dia mulai berangkat dari rumahnya 1 jam sebelum jam dinas tiba. Baju kerja dimasukkan ke dalam ransel. Demikian juga makanan dan minuman sebagai penganjal perut selama di Puskemas Juli. Dengan uang sangat terbatas, Rizal harus berhemat.
Tiba di Puskesmas Juli, ia segera ke kamar mandi. Mengguyur tubuh dengan air, dan mengganti pakaian.
Time is money. Demikianlah falsafah hidup M. Rizal. Di Juli Uruk Anoe dia membuka jasa fotokopi. Alat kerjanya bukan fotokopi seperti yang ada di toko ATK. Tapi sebuah printer multifungsi. Dia juga menjual buah-buahan potong dan pulsa telepon genggam. Usaha mikro tersebut dibantu oleh adiknya yang bernama Muhajir. Bila adiknya tidak punya waktu, usaha fotokopi itu ditutup dan dibuka kembali ketika M. Rizal sudah pulang dari tempat kerja.
Marhadi mendidik Rizal dengan ilmu manajemen praktis. Ia selalu mewanti-wanti, meskipun biaya kuliah sepenuhnya tanggung jawab Marhadi, tapi tidak boleh diminta secara mendadak.
“Ayah selalu mengingatkan kepada saya, bila bulan ini butuh uang, maka harus saya beritahu satu bulan sebelumnya. Saya memaklumi itu karena rezeki ayah sangat tergantung seberapa banyak mobil bekas yang dapat beliau jual kepada konsumen,” sebut M.Rizal, Rabu (15/3/2023) ketika bertemu Komparatif.id di Katoomba Coffee Roastery, yang berada di tepi jalan Bireuen-Takengon, kilometer 6, Juli.
Setiap pendapatan yang diperoleh di usaha mikro fotokopi disimpan dengan baik. Tahun 2015, alumnus SD Negeri Uruek Anoe tersebut meminang satu unit sepeda motor yang ia beli secara kredit.
Motor itu tetap menjadi kendaraan “umum” yang dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga. Rizal hanya menggunakannya bila berangkat kerja. Untuk transportasi kuliah, tetap menumpang bus umum.
Dengan cucuran keringat dan dukungan kedua orangtua, pria murah senyum itu berhasil menuntaskan pendidikannya selama 4 tahun. Dia melanjutkan kuliah Profesi Ners selama setahun.
Setelah lulus dengan gelar M. Rizal, Ners+S.Kep, ia melamar ke Jeumpa Hospital yang baru dibuka kala itu. Meskipun sudah menjadi karyawan, ia tetap bekerja di Puskemas Juli 1.
Bertemu Belahan Jiwa
Ketika bekerja di Jeumpa Hospital, ia berkenalan dengan Kanadia, seorang pekerja di ruang apotek. Mereka saling jatuh hati. Setelah melalui proses perkenalan selama enam bulan, Rizal memutuskan meminang Kanadia sebagai istrinya. Mereka pun mengikat janji suci pada tahun 2018 di Masjid Agung Sultan Jeumpa, Bireuen.
Meski telah menikah, M. Rizal belum berhenti membekali diri dengan pengetahuan di dunia kesehatan. Demi memperdalam keahliannya di bidang anastesi, pada tahun 2019 ia mangajukan izin mengikuti pelatihan perawat anastesi di Rumah Sakit Bunda, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat.
Saat berangkat ke Jakarta, Kanadia telah melahirkan putra pertama mereka yang diberinama Habib Al-Asyraf. Usia Asyraf kala itu baru beranjak enam bulan.
Tentu berat bagi Rizal berpisah—meski sementara—dengan istri dan anaknya. Tapi ia tidak ingin hal tersebut menjadi sandungan. Dengan mngucap bismillah, ia pamit dan berangkat ke Jakarta.
Demi menghalau rindu sang buah hati, setelah sebulan berada di ibukota, Rizal mengirim sehelai bajunya yang belum dicuci. Baju itulah yang dijadikan obat penawar rindu Asyraf. “Baju itu tak pernah dicuci oleh Kanadia,” kenang Rizal sembari terkekeh.
Setelah menuntaskan pelatihan selama empat bulan, ia pulang ke Bireuen. Pria tersebut tidak kembali ke Jeumpa Hospital.
Berbekal pengalaman mengabdi di Puskemas Juli 1 dan bekerja di Jeumpa Hospital, ditambah keahlian yang dipelajari di Jakarta, M. Rizal membuka toko obat di Simpang Gunci. Nama toko tersebut Kana Ubat, yang dalam bahasa Indonesia bermakna sudah ada obat. Mengapa diberinama Kana Ubat? Kana berasal dari Kanadia, yang dalam hidup Rizal merupakan penawar hati dalam duka, dan kuntum mawar bila ia sedang bahagia.
Bila diterjemahkan secara harfiah, kana ubat berarti sudah mendapatkan penawar atas penyakit. Siapa saja yang membeli obat ke toko itu, diharapkan lekas sembuh.
“Kana Ubat merupakan toko obat pertama di Juli. Sebelumnya tidak ada. Setelah saya bangun, baru beberapa orang lain ikut membuka toko obat,” katanya.
Selalu ada peluang bagi siapa saja yang berani menempuh risiko. Meski Kana Ubat dibuka kala Covid-19 sedang melanda seluruh dunia pada awal 2020, ternyata itulah peluang bertumbuh. Masyarakat enggan berobat ke rumah sakit dan puskemas. Selain karena protokol kesehatan yang sangat ribet, mereka juga takut terpapar virus tersebut.
Begitu melihat Kana Ubat dibuka, mereka berbondong-bondong memeriksa diri dan membeli obat di tempat usaha yang dibuka oleh M.Rizal dan istri. “Alhamdulillah, dari sana kami mulai berjalan pelan-pelan,” kata M. Rizal.
Setelah berjalan selama dua tahun, toko obat itu ditingkatkan menjadi Apotek Kana Ubat. Lagi-lagi M. Rizal dan Kana mencatatkan “rekor”.Peningkatan status tersebut dilakukan pada tahun 2022 dan menjadi apotek pertama di Juli. Di samping apotek, M.Rizal juga membuka Praktek Perawat Mandiri Ns. M. Rizal, S.Kep. CAN. C.HKN. Lini utama layanannya adalah sunat (khitan) modern yang bersertifikat.
M.Rizal Masih Meniti Jalan
Ada hal menarik dari M. Rizal dan Kanadia,A.Md.Farm. Mereka tidak bercita-cita menjadi pegawai negeri. Lalu mengapa bersedia menjadi tenaga honorer selama bertahun-tahun? Semua itu dilakukan sebagai bagian menambah bekal pengetahuan sekaligus memperluas jaringan.
Meski telah memiliki dua unit bisnis, pasangan tersebut belum merasa telah berhasil. Mereka melihat hal tersebut sebagai permulaan membangun usaha di bidang layanan kesehatan.
“Kalau disebut berhasil tentu belum layak. Kami on going proses. Usaha ini masih harus menempuh jalan panjang. Tapi kami punya impian bahwa jikalau ingin berhasil, maka harus bekerja keras membangun usaha milik sendiri. Tentu harus disiplin dan tak kenal lelah. Alhamdulillah, usaha ini sudah berjalan tiga tahun. Progresnya semakin baik,” sebut ayah Habib Al-Asyraf dan Ainsya Nuha.