M. Nur Minta Mualem Belajar dari Kegagalan Investasi di Aceh

M. Nur Minta Mualem Belajar dari Kegagalan Investasi di Aceh Direktur Eksekutif Forum Bisnis dan Investasi Aceh Muhammad Nur. Ilustrasi: Komparatif.ID.
Direktur Eksekutif Forum Bisnis dan Investasi Aceh Muhammad Nur. Ilustrasi: Komparatif.ID.

Komparatif.ID, Banda Aceh— Gagalnya berbagai proyek investasi besar di Aceh selama beberapa tahun terakhir harus menjadi pelajaran bagi Gubernur Aceh terpilih Muzakir Manaf (Mualem).

Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Forum Bisnis dan Investasi Aceh Muhammad Nur. Ia menyebut berbagai proyek strategis yang diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi justru terhenti di tengah jalan.

Muhammad Nur mengungkapkan bahwa rentetan kegagalan ini merupakan potret buram tata kelola investasi yang perlu segera dibenahi.

Salah satu contohnya ialah batalnya investasi besar dari perusahaan asal Dubai pada 2022. Proyek yang semula direncanakan menyuntikkan dana sebesar Rp 7 triliun ke sektor pariwisata dan migas di Aceh ini kandas tanpa kejelasan. Pada tahun berikutnya, PT Trans Continent gagal melanjutkan proyek pengembangan pusat distribusi dan logistik berikat.

“Proyek investasi semen Aceh oleh PT Semen Indonesia Aceh (SIA) juga mengalami kegagalan sejak 2018 karena sengketa lahan yang tak kunjung selesai. Hingga saat ini, proyek tersebut telah menghabiskan biaya sebesar Rp97,5 miliar hanya untuk pembayaran pekerjaan proyek dan operasional,” ujarnya.

Baca juga: Mualem Resmi Ditetapkan Sebagai Gubernur Aceh Terpilih

Sektor energi pun menghadapi tantangan serupa. Mega proyek PLTA di Gayo Lues yang diinisiasi oleh PT Kamirzu pada 2019 gagal terealisasi. Proyek PLTA Kluet 1 di Aceh Selatan oleh PT Trinusa Energi Indonesia juga mengalami nasib serupa.

Sementara itu, proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Seulawah yang kini dikelola oleh PT PEMA dan PT Pertamina Geothermal Energy (PGEO) masih tertahan pada tahap eksplorasi, tanpa kemajuan yang signifikan.

Permasalahan semakin kompleks di sektor pertambangan. Muhammad Nur mengungkapkan proyek tambang emas PT Emas Mineral Murni (PT EMM) di Nagan Raya, yang mencakup area seluas 10.000 hektare, masih menghadapi kendala hukum dan belum mendapatkan keputusan yang jelas dari pemerintah.

Proyek tambang emas lainnya, seperti yang digarap PT BMU di Aceh Selatan, bahkan telah dicabut pada 2023. Di sisi lain, rencana tambang PT BME di Nagan Raya juga gagal terwujud sejak awal karena penolakan dari berbagai pihak.

Selain kendala hukum dan administratif, penolakan dari masyarakat juga menjadi salah satu faktor utama kegagalan proyek.

Proyek energi panas bumi PT Sabang Geothermal Energy (SGE) di Sabang dan proyek tambang PT Pegasus di Aceh Tengah terhenti di tengah jalan akibat polemik yang muncul selama proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).

Muhammad Nur menekankan semua kegagalan ini harus menjadi pelajaran penting bagi pemerintahan baru di bawah kendali Mualem.

Ia mengingatkan Pemerintah Aceh harus segera membenahi tata kelola investasi dengan memperhatikan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan penyelesaian kendala di lapangan.

Menurutnya, tanpa adanya perbaikan yang nyata, Aceh akan terus kehilangan potensi besar untuk memanfaatkan berbagai peluang investasi strategis yang dapat menggerakkan perekonomian daerah.

“Pemerintah harus belajar dari pengalaman ini dan memastikan kebijakan investasi yang lebih transparan, akuntabel, serta mampu menyelesaikan kendala di lapangan,” pungkasnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here