LPSK Akan Lindungi Keluarga Imam Masykur

Imbau Seluruh Korban Membuat Laporan ke LPSK

Ketua LPSK, Imam Masykur
Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo, rabu (30/8/2023) mengatakan akan memberikan perlindungan kepada keluarga Imam Masykur. Foto: Antara.

Komparatif.ID, Jakarta– Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengimbau seluruh korban yang pernah diculik dan dianaiaya oleh komplotan oknum TNI dalam kaitannya dengan bisnis gelap tramadol dan sejenisnya, supaya membuat laporan kepada lembaga tersebut.

Hal itu disampaikan oleh Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo, Rabu (30/8/2023). Dia mengimbau seluruh korban membuat laporan ke lembaga yang ia pimpin.

Pernyataan tersebut disampaikan Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo, ketika menyampaikan rencananya akan segera terbang ke Aceh, demi memberikan perlindungan kepada keluarga almarhum Imam Masykur, yang dirampok, diculik, dianiaya dan dibunuh oleh tiga anggota TNI dari Paspampres, Kodam Iskandar Muda, dan Topografi TNI.

Dikutip dari Kantor Berita Antara, Imam menyebutkan khusus untuk keluarga Imam Masykur, LPSK akan segera turun ke Mon Keulayu, Kecamatan Gandapura, Kabupaten Bireuen, Aceh, bersama dengan Komnas HAM. Meski turun bersama, mereka menjalankan mandat masing-masing.

Baca: Diculik & Dianiaya Oknum Paspampres, Warga Bireuen di Jakarta Tewas

Imbauan Hasto Atmojo Suroyo, sangat relevan dengan banyaknya pengakuan bahwa para pedagang “kosmetik” di Jakarta, Banten, dan Jawa Barat, seringkali menjadi sasaran perampokan, penculikan, dan penganiayaan yang dilakukan oleh oknum-oknum aparat negara.

Para oknum tersebut memanfaatkan peluang tentang ketiadaan izin perdagangan obat keras seperti tramadol. Aksi-aksi itu dilakukan karena korban tetap akan membayar uang tebusan, dan tidak berani membuat laporan ke polisi.

Informasi yang diterima Komparatif.id dari sejumlah sumber terpercaya, kelompok-kelompok yang datang secara tiba-tiba itu, menargetkan toko-toko kosmetik yang menjual tramadol.

Mereka bergerak setelah dibekali informasi oleh informan yang ikut bekerja sama. modusnya, berbeda-beda. Seringkali diawali dengan permintaan sejumlah uang. Bila ditolak, maka akan segera dikeroyok. Pelaku mengobrak-abrik toko, mengambil uang, dan benda-benda berharga lainnya. Kemudian membawa korban ke suatu tempat. Setelah uang tebusan diterima, korban dilepas dalam kondisi lemas karena disiksa.

“Setoran (kordi) tetap kami berikan kepada pengumpul yang dibekengi oleh kekuatan tertentu. Setiap bulan para pedagang menyetornya. Tapi tidak ada jaminan bahwa kami mendapatkan perlindungan. Uang yang kami serahkan sebatas hak reman mereka. selebihnya kami tetap harus melayani permintaan-permintaan dari oknum-oknum lain. Bila tidak dipenuhi, maka akan dianiaya,” sebut sumber Komparatif.id.

Sepanjang tahun ini, Imam Masykur juga sudah dua kali diculik. Kali pertama ia dapat memenuhi permintaan pelaku. Tapi pada sabtu (12/8/2023) Imam masykur yang tidak henti-hentinya disiksa, tidak dapat memenuhi tuntutan para begal yang menyaru sebagai polisi saat menyerbu ruko kosmetik yang dikelola Imam Masykur.

Alah bisa karena biasa. Demikian pepatah Melayu mengatakan. Praka R Manik, Praka HS, dan Praka J, malam itu menyiksa Imam Masykur di luar ambang batas kesanggupan sang lajang bertubuh kurus itu.

Tak henti-hentinya bagian punggung si pemuda dipukuli dengan benda tumpul. Kulitnya melepuh, merah bercampur darah. Ia pun tewas dan membuat para penculik yang berjumlah lima orang ketakutan. Ketakutan tersebut yang membuat mereka melepas seorang rekan Imam Masykur.

Peristiwa itus empat menjadi bisik-bisik “tetangga” hingga dua minggu. Tidak ada yang berani speak up. Bahkan ketika pertama kali Komparatif.id mewartakannya pada Sabtu (26/8/2023) malam, terdapat upaya supaya berita itu dicabut.

Permintaan tersebut diutarakan oleh seorang kerabat Imam Masykur, karena takut akan menjadi sasaran selanjutnya.

“Bang, tolong hapus saja berita itu. Kalau berita itu tidak dicabut,kami akan susah di Jakarta,” pinta seorang kerabat Imam Masykur pada Minggu (27/8/2023).

Seorang lainnya juga ikut bicara, bahwa selama ini peristiwa seperti yang dialami Masykur sudah sering terjadi. “Sudah sangat sering. Makanya kami takut.”

Seorang pria dengan nama samaran A, mengatakan bisnis obat-obat keras oplosan di Jakarta dan sekitarnya, merupakan sektor paling menarik. Perputaraan uang sangat banyak. Jumlah setoran yang harus dibayar untuk setiap “kawasan kekuasaan” operator pemberi perlindungan paling sedikit Rp3 miliar.

Uang tiga miliar rupiah tersebut, 1 miliar diambil untuk si pengepul setoran. Selebihnya disetor ke pihak-pihak lain.

Menurut A, polisi-polisi kecil seperti polsek tidak berdaya menangani bisnis ilegal tersebut. Bahkan mereka memilih bungkam bila ada yang menyampaikannya.

A menceritakan jumlah setoran tak pernah pasti. Meskipun telah ada pengutip setoran yang rutin datang, usaha mereka tidak luput dari pungli pihak lain. Ada dari oknum aparat, hingga pengurus ormas.

Ada pula yang datang dengan cara-cara premanisme. Menyaru sebagai calon pembeli, kemudian segera merangsek ke dalam toko, mengobrak-abrik isi ruko, menguras uang di laci, menguras uang di kantong korban, kemudian menculiknya.

Pria berusia 50 tahun tersebut menyampaikan, persaingan antar genk juga sangat kental. Anak buahnya—penjaga toko—pernah dianiaya oleh sejumlah orang tanpa alasan yang jelas.

“Persaingan-persaingan seperti itulah yang seringkali memicu terjadinya penculikan. Para penculik terlatih, dibawa oleh orang suruhan untuk menunjuk tempat-tempat yang mesti dihabisi,” sebut A.

A menyambut baik seruan LPSK supaya para korban melaporkan peristiwa penculikan, penganiayaan yang pernah dialami. Karena dengan demikian tidak akan ada lagi yang brutal.

“Bisnis ilegal memang penuh risiko. Tapi jangan sebrutal sekarang. Parah kali sudah,” sebutnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here