Leubok Jok dan Misteri Arwah Nuraini

Leubok Jok
Ilustrasi. Disitat dari Pixabay.com.

Leubok Jok, merupakan sebuah nama lokasi antara Gampong Blang Keutumba dan Pante Baro,Juli, Bireuen. Tepatnya di kilometer delapan. Leubok Jok merupakan sebuah jalan turunan yang sering disebut sebagai Senuron Leubok Jok.

Era tahun 70-an hingga 90-an, Leubok Jok masih sangat angker. Pelintas seringkali melihat kuntilanak di kawasan tersebut. Kemunculannya yang paling sering tiap malam Jumat.

Kisah-kisah tentang penampakan kuntilanak di Leubok Jok diceritakan dari mulut ke mulut. Kisah yang paling menarik tentang sesosok kuntilanak yang bernama Nuraini. Cerita itu dikisahkan oleh Aisyah, saat ditemui oleh situs burongtujoh.com, beberapa tahun lalu.

Baca: Asal-usul Kuntilanak Pertama di Aceh

Aisyah punya pengalaman mistis di tempat itu. Suatu malam di era 70-an, ia mengayuh sepeda dari arah Bireuen menuju kampungnya di Teupin Mane. Ketika sedang menuruni jalan di tengah malam seusai ia mengantar pengantin, tiba-tiba dia melihat kelabat bayang putih berhenti di tengah jalan. Seketika Aisyah kehilangan kontrol dan terperosok ke dalam gorong-gorong kering di depan Masjid Al-Asas, Pante Baro.

Aisyah kehilangan kesadaran beberapa jam. Dia baru sadar saat dirinya sudah diboyong ke rumah orangtuanya. Ia juga mengalami kondisi tidak stabil selama berhari-hari.

Setelah peristiwa terperosoknya ia ke dalam gorong-gorong, dia seringkali didatangani oleh seorang perempuan di dalam mimpinya.

Baca: Arwah Perempuan di Gudang Tua di Aceh Tamiang

Perempuan itu mengaku bernama Nuraini. Seorang gadis yang diculik dan diangkut dengan truk ke arah Takengon. Ia tidak tahu hendak dibawa ke mana. Karena terus melawan, dia dihabisi dan jasadnya dibuang begitu saja di sekitar Seunuron Leubok Jok.

Hantu tersebut berkisah kepada Aisyah bila dia dan keluarganya berasal dari sebuah kampung di ujung barat Bireuen. Ayahnya merupakan seorang petani, dan ibunya juga petani. Pada tahun 1966, suatu malam rumahnya diserbu oleh banyak orang. Ayahnya dituduh PKI. Ayahnya dimaki-maki sebagai orang anti-Islam.

Nuraini yang kala itu masih berumur 17 tahun, diseret dari kamar. Dua adiknya juga digelandang keluar. Ayahnya melakukan perlawanan, dan langsung dihabisi di depan mereka. Melihat suaminya telah tiada di tangan sejumlah pemuda, ibu Nuraini pun tidak lagi memohon ampun. Dia pun mengamuk dan kemudian juga “disekolahkan” di teras rumah.

Nuraini memeluk adik-adiknya yang terus menangis. Mereka bertiga ketakutan. Tapi tak sedikitpun ada belas kasih dari orang-orang yang menyerang rumah mereka malam itu.

Para pelaku menyeret kedua adik Nuraini ke dalam truk. Diangkut ke jalan besar. Dia hanya bisa menjerit histeris. Dia tidak tahu adiknya dibawa ke mana.

Nuraini kemudian juga dipaksa naik ke truk lain. Di dalam truk itu ternyata telah diisi oleh banyak orang yang didudukkan dengan tangan diikat ke belakang. Nuraini hanya bisa menangis. Tidak tidak tahu akan diapakan jenazah kedua orangtuanya.

Dari atas truk dia melihat rumah yang bertahun-tahun dibangun oleh kedua orangtuanya dibakar massa. Dia mendengar dengan jelas teriakan warga bahwa mereka komunis. Komunis tak pantas hidup.

Nuraini tak tahu apa itu komunis. Ayah dan ibunya tak pernah bicara tentang itu di rumah. Mereka juga dididik secara Islam, meski ayahnya bukanlah seorang yang sangat alim.

Saat truk itu berjalan menuju arah Takengon, Nuraini berinisiatif melawan. Ia tahu akan dihabisi malam itu di suatu tempat. Daripada harus tersiksa lebih lama, dia memilih memulai perlawanan. Darah Keling dan Arab yang mengalir dalam tubuhnya menjadikan dia tak takut lagi. Ia hanya punya satu pilihan, mengakhirnya dengan cepat, atau harus tersiksa di suatu tempat yang tak ia ketahui.

Dia memulai perlawanan dengan cara memaki-maki sejumlah pria yang mengawal mereka dengan senjata terhunus. Ketika dibentak supaya diam, Nuraini tambah beringas. Dia menyeruduk seorang lelaki kurus yang mengawal tahanan.

Mungkin karena sudah teramat kesal, pria-pria itu memilih menghabisi si dara belia itu di atas truk. Tahanan lain tidak ada yang berani melihat. Mereka semua menunduk. Ada yang berzikir, ada yang menangis.

Melihat Nuraini terkulai, mereka berpikir si wanita telah tiada. Tubuhnya langsung dilempar ke luar truk. Ternyata saat dilempar dia masih hidup. Ia benar-benar kehilangan kesadaran ketika kepalanya terbentur jalan.

Dia meminta bantu kepada Aisyah supaya bersedia mengambil semangatnya yang tinggal di sana. Dia sangat ingin pulang.

“Jemput arwah saya di sana. Saya tidak tahu jalan pulang.” iba arwah Nuraini sembari menatap lekat wajah Aisyah yang ketakutan.

Arwah itu selalu datang di tengah malam. Menemui Aisyah yang gelisah karena tak kunjung sembuh dari gejala aneh setelah terperosok ke dalam gorong-gorong.

Aisyah nyaris gila setiap kali arwah Nuraini datang ke kamarnya. Dia tidak sanggup mendengar cerita pilu yang terus diulang.

Arwah tersebut tak lagi datang setelah Aisyah diruqyah oleh seorang alim kampung yang dikenal musuhnya para hantu. Si alim tersebut juga memenuhi permintaan Nuraini, supaya memindahkan arwahnya yang terperangkap di Leubok Jok.

Kisah arwah Nuraini merupakan satu dari banyak kisah penampakan kuntilanak di Seunuron Leubok Jok, Juli, Bireuen. Orang-orang yang melintas seringkali berpapasan dengan makhluk astral dari alam gaib.

Dari beberapa syaman yang pernah berkisah kepada burongtujoh.com, Seunuron Leubok Jok merupakan pertemuan dua kondisi alam. Yaitu pengaruh Dataran Tinggi Gayo dan Selat Malaka. Bila berkendara motor, tiba di sana langsung terasa pertukaran hawa dari hangat ke dingin. Kondisi tersebut sangat memungkinkan menjadi sarang demit.

Akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman, para dedemit dan kuntilanak tidak lagi bercokol di sana. Apalagi setelah dibangunnya beberap pusat pendidikan agama Islam di dekat tempat tersebut.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here