Muhammadiyah menjadi referensi Teungku Lahuda Seukeum untuk Idulfitri 1444 Hijriah. Padahal ketika Muhammadiyah membangun Masjid Taqwa di Gampong Sangso, Kecamatan Samalanga, Bireuen, Teungku Lahuda termasuk salah seorang yang ikut memberikan sumbang saran kepada Pemerintah Bireuen supaya mengeluarkan larangan membangun masjid baru di Sangso.
Sebagai tokoh, Teungku Lahuda Seukeum tidak ingin marwahnya rusak. Pun telah berhari raya barengan Muhammadiyah, tapi ia melaksanakan Salad Ied sesuai dengan tanggal yang telah ditetapkan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia, Sabtu, 22 April 2023. Hal itu perlu ia jaga, karena Lahuda juga seorang anggota panitia pembangian zakat fitrah, serta tim pencari khatib khutbah Hari Raya di masjid kecamatan.
Ketika Guree Badai menyoal perihal itu, Lahuda Seukeum naik darah. Teman diskusi hariannya itu dihardik.
Baca: Lingkaran Setan Tambang Ilegal di Serambi Mekkah
“Hai! Bek kajak peupap haba dikah uroe nyoe!” lengking suaranya yang membuat Guree Badai terpingkal-pingkal karena merasa lucu atas sikap kawannya.
Meski tak pernah mengakui Muhammadiyah sebagai panutan dalam beribadah dan bersosial, 70 persen warga tempat Teungku Lahuda Seukeum bermukim, mengikuti Muhammadiyah tahun ini. Mereka berlebaran pada 21 April 2023. Teungku Lahuda juga mengikutinya. Hanya saja dalam perihal masjid mereka diam. Enggan berkonflik dengan yang tidak sepaham.
Soal perbedaan Muhammadiyah dengan NU atau dengan Pemeritah, itu hanya soal hari pelaksanaan Seumayang Uroe Raya (Salat Eid). Sedangkan tata cara salat dan khutbah tetap sama. Tidak ada kurang, tidak ada lebih.
Juga perbedaan dalam Islam untuk menentukan hari Lebaran, 1 Syawal tergantung cara melihat bulan masing-masing. “Perbedaan keyakinan Uroe Raya. Nyan rahmat,” tegas Teungku Lahuda Seukeum seraya menyebutkan beberapa hadis. Bukan berarti dosa, tambah alumnus salah satu dayah di Aceh Selatan itu.
Hal yang aneh bin ajaib lagi adalah keputusan dan keyakinan keponakan Teungku Lahuda Seukeum. Ia berlebaran hari ini, Kamis, 20 April 2023. Ini bukan keputusan Muhammadiyah, konon lagi Nahdlatul Ulama (NU). Konon lagi pemerintah.
Sang keponakan tak peduli. Ia yang juga alumnus salah satu lembaga pendidikan Islam di Aceh Timur, selalu berpuasa lebih cepat satu atau dua hari dari yang diputuskan oleh pemerintah. Baginya yang penting berpuasa dan berlebaran.
Dengan demikian, kepada Guree Badai, Lahuda Seukeum mengatakan bahwa keputusan mayoritas warga desa itu berlebaran barengan dengan Muhammadiyah, bukan karena ikut MD. Tapi bersebab warga di sana memang berhari raya lebih awal sehari ketimbang pemerintah.
Sebagai tokoh desa, ia mengharapkan kepada warganya jangan diperdebatkan antara keputusan Muhammadiyah dengan NU dan Pemerintah. Karena soal keyakinan dan beribadah kepada Allah SWT itu adalah hak kemerdekaan masing-masing manusia.